GALA NIGHT

212 33 0
                                    

Sekarang sedang masa ospek masuk kampus. Hari pertama. Pembukaan. Aku merasa amat lelah karena harus menjalani apel pagi yang molor selama satu jam hingga baru dimulai pukul 9 pagi. Mobilisasi peserta ospek berjalan lambat dan kurang rapi karena terlalu banyak jumlahnya sehingga panitia kewalahan mengaturnya. Hal ini menyebabkan banyak sekali kerugian seperti waktu dan tenaga. Matahari yang sudah tinggi juga menjadikan apel kurang kondusif bahkan ada beberapa peserta apel yang pingsan.

Pagi tadi setelah bertanya dan mendengarkan baik-baik arahan dari Bi Sani aku akhirnya berangkat menuju kampus yang tak jauh dari kompleks rumah Saka dengan menaiki bis. Menurut Bi Sani, bis akan berhenti di halte depan kampus dan ternyata benar. Aku bersyukur karena kendaraan menuju kampusku ternyata cukup mudah. Ah, dan coba tebak apa? Aku satu kampus dengan Saka! Bi Sani baru memberitahuku pagi tadi, katanya seminggu ini lupa memberi tahuku karena topiknya tak kunjung mengemuka. Saka mengambil jurusan bisnis dan kemarin saat makan malam, kalau aku tak salah ingat, Pak Wira berkata Saka sudah semester tujuh yang artinya ia lebih tua tiga tahun dariku.

Semalam aku tidak langsung tidur setelah kembali ke kamar. Aku mendengarkan baik-baik suara di luar kamar sambil membaca buku kalau-kalau Saka kembali ke kamarnya. Sekitar pukul delapan malam aku mendengar Saka masuk ke kamarnya, namun dia langsung keluar lagi tak lama setelahnya dan tak pulang hingga hari ini. Aku sudah bertanya pada Bi Sani ke mana kira-kira Saka pergi, tapi Bi Sani tak pernah tahu karena jarang bicara soal pribadi pada Saka.

Matahari bersinar terik meski kini sudah menunjukkan pukul 3 sore. Langit cerah tanpa awan dan angin lembut bertiup. Ospek hari pertama baru saja selesai. Aku langsung melesat menuju halte untuk pulang. Hari pertama ini aku sudah bisa mengingat semua teman di kelompok ospekku, kami sebenarnya sudah membuat grup chatting dari jauh-jauh hari dan ketika bertemu untuk pertama kalinya hari ini, kami sangat bersemangat bahkan seorang cewek bernama Risa mengajakku untuk hang out bersama sepulangnya dari ospek hari ini. Aku menolaknya mentah-mentah karena merasa amat lelah, tapi sepertinya mereka tetap berangkat.

Bis yang kunaiki amat penuh, butuh usaha ekstra untukku masuk ke dalam dan menyelip di antara tubuh orang untuk menemukan pegangan. Untung hanya butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai di depan kompleks perumahan ini. Selanjutnya aku melanjutkan dengan jalan kaki sampai ke rumah Saka.

Rumah sepi seperti biasanya. Satpam di depan rumah segera menutup kembali gerbang rumah setelah aku melangkah memasuki pekarangan rumah yang menurutku amat 'mubazir lahan' karena terlalu luas. Selain kolam renang dan kolam ikan, dipekarangan rumah itu juga ada lapangan basket dengan satu ring di sisi lapangan. Aku diam-diam berpikir untuk apa lapangan itu karena selama dua minggu belakangan aku tak pernah sekali pun melihat orang rumah memakai lapangan itu. Kolam renangnya pun sama saja.

"Bi Saniiiii.." pekikku setelah mengucap salam. Tak ada jawaban dari wanita tua itu. Aku mengerutkan dahi, tak biasanya Bi Sani tak terlihat di rumah ini.

Aku masuk ke dapur, mengambil air dingin di kulkas. Setelah seharian ospek dan naik bis di cuaca panas seperti hari ini mendadak ide untuk minum sesuatu yang dingin terdengar dua kali lipat lebih menarik. Aku mengambil gelas dan menuang air putih dingin ke dalamnya, lalu duduk di konter dan meminumnya dengan terburu. Ternggorokanku langsung terasa amat segar dan begitupun tubuh lelahku.

Aku memijat keningku yang sedikit terasa pening, melonggarkan ikatan rambutku dan merebahkan kepalaku di atas meja konter. Aku memejamkan mata, mendengarkan suara langkah kaki yang mulai mendekat. Eh? Aku menegakkan badan untuk melihat siapa yang datang, mungkin itu Bi Sani, aku belum sempat mencarinya di lantai dua. Aku agak kaget saat menemukan justru Saka-lah yang datang dengan baju santainya; kaus merah marun dan celana pendek. Cowok ini kapan pulang?

Kalau Saka juga terkejut melihatku, maka cowok itu sukses menutupinya. Ia berjalan mendekat dengan tenang. Aku berpikir dengan cepat apa yang harus dikatakan pertama kali, tapi tanpa sadar aku sudah bertanya, "Kapan pulang?"

Malam&Kamu [Selesai]Where stories live. Discover now