KERETA

129 28 0
                                    

Sejak pulang dari rumah Tante Eli aku belum bicara lagi pada Saka. Aku selama ini selalu bertanya-tanya ke mana Saka pergi kalau tidak pulang ke rumah. Awalnya kukira dia tidur di rumah Tante Eli, tapi saat kutanya, Tante Eli bilang Saka juga jarang pulang ke rumahnya. Aku benar-benar tak punya ide apa yang dikerjakan cowok itu di luar sana. Kalau mendengar cerita Tante Eli sepertinya Saka tak punya begitu banyak teman akrab.

Lusa rencananya aku akan pulang ke rumah untuk bertemu Ayah, saat aku berpamitan pada Bi Sani, ia bilang padaku untuk berpamitan juga pada Saka. Sebelumnya aku bukannya tidak terpikir untuk pamitan pada Saka, hanya saja aku kebingungan kapan mengatakannya karena Saka tak kunjung pulang. Aku bisa saja bilang padanya lewat chat tapi aku lebih ingin mengatakannya langsung.

Tapi malam ini akhirnya kuputuskan, karena Saka tak kunjung pulang, aku hanya akan mengiriminya pesan.

Pada: Saka
Saka, lusa Taya mau pulang ke rumah. Mau ketemu ayah. Mumpung libur. Pamit ya.

Kupencet tombol 'send' dan melihat tanda ceklis dua muncul di bawah pesanku. Aku menatap ponselku lama, menunggu jawaban dari Saka. Setelah sepuluh menit akhirnya aku menyerah. Saka sepertinya sedang sibuk entah apa sampai tak mengecek ponselnya. Aku pergi ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan dan bersiap tidur setelahnya.

Aku mengecek ponselku sekali lagi sebelum tidur dan menemukan balasan dari Saka.

Dari: Saka
Berapa lama lo di sana?

Pada: Saka
Dua minggu rencananya.

Lama Saka tak menjawab padahal terlihat ia sudah membacanya.

Dari: Saka
Oke. Hati-hati.

Aku menatap jawaban singkat Saka. Aku membacanya berkali-kali dan mengerutkan dahi. Ternyata mudah berpamitan pada Saka karena sepertinya ia tak terlalu peduli. Ia bahkan tak bertanya akan naik apa aku pulang. Bis kah? Kereta kah? Atau sekalian pesawat. Aku mematikan data seluler ponselku dan langsung masuk ke balik selimutku.

***

Hari keberangkatan. Ransel di punggungku sudah terpasang nyaman. Aku melangkah mantap memasuki stasiun besar di depanku dan melihat sekitarku yang dipenuhi manusia. Sepatu ketsku berbunyi pelan menginjak lantai stasiun yang usang-kelelahan karena terus diinjak oleh berbagai macam sepatu selama puluhan tahun.

Baru saja aku akan melangkah masuk ke area peron satu, langkahku langsung terhenti. Sesuatu menahan ranselku, menarikku mundur. Aku cepat-cepat menoleh dan mendapati Saka yang memakai topi putih dan masker berdiri di belakangku. Ia terlihat segar dengan hoodie warna pastel-warna yang sebenarnya terlalu soft untuk laki-laki tapi entah bagaimana terlihat sangat cocok dengan Saka-dan celana jins hitam. Ia melepas sebelah earphone-nya dan menurunkan maskernya.

Aku melongo. Kenapa cowok ini ada di sini?

"Ikut gue."

"Hah?"

"Kita naik kelas eksekutif. Gue udah pesen dua kursi."

Aku menatap Saka makin bingung. Apa sih yang dibicarakan cowok ini?

"Gue ikut lo pulang. Yuk, cepetan naik."

Saka mengambil posisi di belakangku. Mendorong tasku pelan supaya aku bergerak maju. Aku manut, walau kebingungan. Apa katanya tadi? Ia ikut pulang ke rumahku?

Malam&Kamu [Selesai]Where stories live. Discover now