Saka : Pretty Lies

21.8K 3.7K 203
                                    

Author's Note :D

Lamaa, tapi semoga masih sabar ya.

Selamat menikmati! 

____________________


Aku membanting pintu mobil, lalu berjalan masuk ke dalam kantor. Tania berdiri menyambutku, mengucapkan selamat pagi, namun aku hanya melambaikan tangan dan terus berjalan menuju ruanganku. Kepalaku pusing sekali. Sudah dua malam berlalu sejak Laksmi pergi dari rumah. Dan dua malam juga sejak aku terakhir kali menyentuh bantalku.

Terdengar ketukan di pintu, dan kepala Tania muncul.

"Pagi,Pak. Boleh saya masuk untuk membacakan jadwal Pak Saka hari ini?" tanyanya.

Aku memejamkan mata.

"Tolong bilang ke Arif untuk bikin kopi dulu, Tan. Sama kalau ada obat pusing, tolong ambilkan juga. Kepala saya pusing," ujarku. Tania menatapku prihatin. Tampangku pasti berantakan sekali.

"Baik, Pak. Tunggu sebentar," Tania meninggalkan ruanganku.

Tak lama kemudian, Tania muncul membawa nampan dengan secangkir kopi yang mengepul di atasnya. Aroma seduhan kopi Gayo favoritku rasanya langsung membuat pusingku sedikit menghilang. Sedikit.

"Ini ada roti bakar juga, Pak. Silakan," Tania meletakkan nampan di mejaku. Aku mengangguk sambil mengucapkan terima kasih, dan meraih kopiku.

"Saya bacakan jadwal Pak Saka, ya?" tanya Tania. Aku menghela napas panjang. Lelah. Sungguh, pekerjaan adalah hal terakhir yang ada di pikiranku saat ini.

"Mmm, atau Pak Saka mau saya undur saja? Seharusnya Bapak ada meeting dengan beberapa calon klien baru. Tapi sepertinya Pak Saka kurang sehat," Tania menatapku.

"Kalau memang bisa digantikan oleh Andre atau Jonas, lebih baik digantikan saja, Tan. Nanti biar mereka yang melaporkan hasil meeting ke saya," ujarku. Andre dan Jonas adalah junior architect di kantor ini.

"Bisa, Pak. Akan segera saya atur," Tania menulis sesuatu di notes yang dia bawa.

"Ada lagi yang bisa saya kerjakan, Pak?" tanya Tania. Aku menggeleng.

Setelah Tania pergi, aku menyandarkan kepalaku ke kursi sambil memijat keningku yang terasa berat. Sudah dua malam aku nggak tidur, mencari Laksmi. Kemarin aku ke Lembang, dan dia tidak ada di sana. Semua tempat yang terpikirkan olehku sudah aku datangi. Rumah Mama, rumah Bima, rumah Opa Ben, bahkan rumah Papa Laksmi. Tentu saja aku tidak bilang kepada mereka kalau Laksmi kabur. Aku berpura-pura menjenguk Mama, padahal aku mencari Laksmi. Mama tentu menanyakan Laksmi, dan aku bilang kalau dia sedang tidak enak badan. Aku tidak mau membuat Mama lebih cemas lagi. Di rumah Bima, aku pura-pura mengantarkan kue titipan Mama untuk Tante Ratih, padahal kue itu aku beli sendiri sebagai pengalih untuk tujuanku sebenarnya. Di rumah Opa Ben dan Dokter Haris, aku hanya bertanya pada satpam, dan memberi mereka uang rokok untuk berterimakasih atas kesediaan mereka menutup mulut atas pertanyaanku tentang keberadaan Laksmi. Aku tidak ingin orang tahu kalau Laksmi pergi. Aku cemas sekali. Laksmi bahkan tidak membawa dompet. Ribuan kali aku meneleponnya, dan ponsel Laksmi mati. Ponsel itu sempat tersambung beberapa saat setelah Laksmi pergi, namun ia tak pernah mengangkat teleponku atau membalas pesanku. Begitu juga dengan Pak Imran. Dan tidak ada asisten rumah tanggaku yang mengetahui alamat rumah Pak Imran,karena sebenarnya Pak Imran adalah sopir Opa Ben.

Dimana kamu, Laksmi? Aku merindukanmu...

Aku tahu, aku keterlaluan padanya. Aku tahu, apa yang aku katakan padanya sore itu, sangat menyakiti hatinya. Entah apa yang aku pikirkan saat itu. Aku memang bodoh sekali.

SAKA - SILVIA : SELALU BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang