Silvia : If The High Was Worth The Pain

37.3K 4.5K 264
                                    

Author's Note :D

Yah. Selamat membaca saja lah. Hehe...

________________________________________


Aku menatap langit-langit kamarku. Jemu. Sudah berjam-jam aku berada di posisi ini, dan punggungku rasanya seperti mau patah. Membuat mataku enggan terpejam. Sudah beberapa hari aku sulit untuk tidur. Entahlah. Bayangan Saka berciuman dengan Christian Bale terus berulang seperti film picisan di otakku. Fuck.

Aku menghela napas panjang, lalu berusaha bangun dengan susah payah. Ya Tuhan. Hamil itu sesuatu banget ya. Serba salah. Mau tidur aja rumit banget. Miring salah, telentang salah, tengkurep apalagi. Belum lagi masalah... Yah. Sebut saja hormone. Aku jadi teringat percakapan absurdku dengan Nania kemarin. Saat dia mengajakku makan siang, menanyakan kabarku, lalu sibuk curhat soal Mbak Padmi yang melarangnya untuk melakukan hubungan seksual karena ada flek. Dia bilang, rasanya seperti di neraka. Pas kebelet tapi nggak bisa ngapa-ngapain. Mau ciuman aja takut karena ngeri kalau Bima lepas kendali. Yeah, right. Bima gitu, yang otaknya di selangkangan. Setelah itu, dia bertanya dengan keponya padaku soal hubungan seksualku dan Saka. Huuuuft. Nania udah ketularan sedengnya Bima! But, what can I say to her, selain aku tidak pernah berhubungan dengan Saka sejak menikah, yang membuat Nania melongo takjub, dan bertanya dengan songongnya, emangnya lo nggak kepengen? Aaiiiish. Aku cuma tersenyum cool, dan menjawab tidak. Padahaaalll... Hhhh. Setelah itu Nania sibuk memaksaku untuk merayu Saka, siapa tahu dengan begitu, akan membuat Saka segera melupakan si Christian Bale itu. Sekali lagi, aku cuma tersenyum cool. Karena dalam hati, aku merasa tidak yakin aku bisa membuat Saka berpaling padaku. Saingannya kelas berat!

Aku keluar kamar tepat saat grandfather's clock raksasa di ruang tengah berdentang 2 kali. Jam itu membuatku merinding kalau berbunyi di tengah malam nan sunyi dan kelam karena hujan seperti ini. Kalau di film-film horror favoritku, bunyi jam seperti itu identik dengan kedatangan hantu. Aku nggak takut sih kalau lihat film, tapi kalau ketemu hantu beneran... Ish. Jangan sampai! Pelan aku berjalan menuju dapur, mau cari cemilan. Aku suka lapar kalau malam-malam begini.

"Laksmi?"

"Anjrit! Saka! Kamu ngagetin aja! Ngapain kamu gelap-gelapan di situ?" Aku mengelus dadaku yang berdebar kencang karena kaget melihat Saka tiba-tiba muncul dari balik pintu yang menuju ke taman samping.

"Cari angin," Saka terkekeh geli, lalu menyalakan lampu. Aku menelan ludah melihatnya. Saka terlihat.... Menggiurkan. Wajahnya yang tampak lelah dan rambutnya yang acak-acakan justru membuat tanganku gatal ingin menyusup ke sana dan merasakan betapa lembutnya rambut itu, kemudian menci... Oke. Silvia, stop it. Aku bisa merasakan wajahku merona.

"Kamu bau rokok," aku mengernyit, menutupi salah tingkahku. Saka nyengir bersalah.

"Mmm, iya. Maaf. Aku nggak bisa tidur... Daan, tiba-tiba aja ingin merokok. Ini aja aku minta rokoknya sama Pak Yono," ujar Saka. Pak Yono itu satpam yang berjaga di depan sana. Opa Benny memaksaku untuk menempatkan satpam di depan. Katanya biar aku nggak diculik. Huuft.

"Emang sebelumnya kamu ngerokok, Ka?" tanyaku sambil melanjutkan perjalanan ke dapur. Siapa tahu segelas peppermint tea bisa meredakan gejolak hormone sialan ini.

"Iya, waktu di Belanda. Terus berhenti pas pulang ke Indonesia, soalnya Mama sakit kan. Terus... Yah. Karena kamu hamil juga. Aku baru sekali ini merokok sejak balik," Saka menjejeri langkahku. Aku beringsut menjauh. Bukannya apa, aku takut lepas kendali, kalau menurut istilah Nania.

"Maaf, cuma sekali ini aja. Nggak akan aku ulangi," Saka menatapku penuh penyesalan.

"It's okay, Ka. Nggak masalah kok buat aku, selama kamu nggak ngerokok di depanku. Kasian Kakak," ujarku. Aku memang menyebut bayiku Kakak. Simply because I really hope that I can give him or her 'adik', someday in the future. Silly, I know. Mengingat kondisiku dan Saka saat ini. Tapi... Yah. Berharap boleh, kan?

SAKA - SILVIA : SELALU BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang