SIlvia : Nightmare Dressed Like a Daydream

4.9K 842 51
                                    

Author's Note :D

Bahahahahaha! Semoga masih pada inget. Sabar ea Kakak, ini lagi mencoba untuk menulis lagi setelah sekian lama. 

Sedikit banget ini, tapi memang ini tinggal akhir-akhir kok. Habis ini tamat. Hope so. 

Selamat menikmati! 


___________________________


"Ka?" Aku menegur Saka yang tampak diam. Matanya menerawang.

"Eh?" Saka menoleh kaget.

"Kamu kenapa kok diem aja? Itu dimakan nasi gorengnya, keburu dingin," ujarku. Saka hanya mengaduk-aduk nasi gorengnya.

"Kenapa, Ka? Ada yang sakit? Jangan-jangan kamu kenapa-kenapa gara-gara semalam..." Aku menatap Saka cemas. Saka meringis. Tadi malam memang heboh sekaliii... Huehehehe. Habisnya enak... Gimana dong.

"Nggak kok, nggak apa-apa. Semalam seru ya. Nanti malam mau lagi?"

"Maauu..." Aku meremas tangan Saka di atas meja.

"Dasar! Enak ya?" Goda Saka.

"Bangeeeet..." Aku terkikik. Saka tertawa.

Aku menatap Saka, yang meskipun tertawa, tetap saja terlihat seperti ada mendung menggayuti wajahnya. Ada apa, Ka?

***

Aku mengalihkan mata dari novel yang aku baca sejak 2 jam yang lalu saat ponselku berdering nyaring. Nomor yang asing. Aku mengerutkan kening.

"Halo?"

"Morning, Pigeon."

Buku kudukku meremang mendengar sapaan mengerikan itu. Damn. Darimana om-om sialan itu tahu nomor ponselku?

"Hm," gumamku. Aku benar-benar tak tahu harus berkata apa. Lidahku kelu.

"How are you? Saya harap saya tidak mengganggumu," ujarnya.

"Ada apa? Jelas anda mengganggu," sahutku sejudes mungkin.

"Ah, those witty words. Miss you a lot, Pigeon. How's our beloved? Is he okay?"

"MY beloved is okay, but it's none of your business. And don't call me Pigeon. Oh hell, just don't CALL me, ever again. Bye."

Aku mematikan ponselku dan melemparnya ke bantal-bantal yang menumpuk di sampingku. Menatap tanganku yang gemetaran tanpa aku sadari. Shit. Aku menghela napas, mencoba meredakan debaran jantungku. Entahlah. Om-om sialan itu membuatku takut. Takut sekali.

He's a nightmare dressed like a daydream.

***

Aku bergegas ke depan saat mendengar suara mobil berhenti di halaman. Saka. Tadi pagi dia memaksa untuk pergi ke kantor dan meyakinkanku kalau dia sudah jauh lebih baik berkat perawatan dan pelayanan intensifku. Aku melepasnya dengan berat hati dengan syarat dia harus diantar Pak Imran. Aku sangat merindukannya setelah dua minggu aku dan Saka tidak terpisahkan. Dan, saat ini aku sangat membutuhkannya untuk menenangkan diriku gara-gara telepon horror tadi pagi. Benar-benar pemilihan waktu yang sempurna, Om Batman.

"Hai, Pumpkin. Miss me?" Aku mengerling manja pada Saka yang baru saja turun dari mobil. Saka tersenyum geli.

"Ofcourse I miss you, Carrot," Saka mencubit pipiku yang tembem dan mengelus lembut perutku yang gendut. Ugh. Untung aku sudah bukan model lagi. Aku ikut tertawa geli. It's our thing, panggilan sayur-sayuran ini. Awalnya aku menggoda Saka setelah Bima bercerita soal Saka yang menyebut Kale brokoli. Muka kesal Saka saat pertama kali memanggilnya Cucumber sangat menggemaskan. Dan sejak itu, nama sayuran jadi panggilan kesayangan. Aku dan Saka saling memanggil dengan semua nama sayuran yang ada, kecuali kale. Dan brokoli.

"How's your day? Masih sakit nggak?" tanyaku sambil merangkul pinggangnya. Saka mencium rambutku dan menghela napas dalam. Aku bergidik. Mmm.

"Naah. I'm fine. Cuma laper aja. Kamu mau dimasakin apa?" tanya Saka sambil menggulung lengan kemejanya.

"Nggak usah, Ka. Aku masak hari ini, walaupun nggak seenak masakan kamu pastinya. Sudah aku siapin," Aku menyeret Saka ke ruang makan. Di meja, aku sudah menata makan malam yang aku masak sesorean dengan bantuan Mbok Siti. Yaah, lumayan lah. Mbok Siti bilang sih enak. Tapi kan bisa saja Mbok Siti hanya berusaha menyenangkan hatiku.

"Waw. Kamu nggak perlu masak, Laksmi... Itu pekerjaanku. Nanti kamu capek gimana?" Saka memeluk pinggangku dan menatapku lembut. Aku berjinjit sedikit untuk melingkarkan tanganku di leher Saka sebisa mungkin dengan perutku yang hamil 8 bulan.

"Aku minta bayarannya nanti malam," bisikku pelan di telinganya. Saka tertawa.

"Whatever you want, Tomato. Whatever you want," Saka mencium keningku. Aku memejamkan mata. Menikmati cinta Saka.

***


SAKA - SILVIA : SELALU BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang