Chap 17 - The Fact (1)

8.2K 442 12
                                    


Aku berada dalam kegelapan yang sangat pekat. Gelap ini begitu menakutkkan. Aku seperti terjebak di dalamnnya. Aku mencoba menemukan jalan keluar, tapi aku tidak menemukan satupun titik terang yang memanduku untuk keluar dari kegelapan ini.

Cahaya... aku hanya butuh cahaya untuk bertahan. Kegelapan yang mengelilingiku bisa dengan mudah membunuhku secara perlahan. Membunuhku? Tunggu, bahkan aku tidak tahu apakah aku masih hidup atau mati. Tetapi sungguh, kegelapan ini membuatku sangat takut.

Tuhan, bagaimana caranya aku bisa keluar dari kegelapan yang menakutkan ini?

Aku hanya meringkuk, mungkin juga untuk menunggu kematianku jika saat ini aku belum mati. Aku hanya meringkuk, mungkin menunggu ada satu titik cahaya yang bisa membawaku keluar dari sini. Aku ingin berteriak, aku ingin minta tolong. Tapi saat ini aku seperti tidak memiliki pita suara. Aku memeluk diriku sendiri yang gemetar sambil merenung. Mengapa aku bisa terkurung dalam kegelapan yang panjang ini? Apa yang terjadi padaku sebenarnya?

Kak Arrnet...

Tiba-tiba satu nama itu muncul dalam pikiranku. Kepalaku sakit. Kenapa setiap mendengar namanya kepalaku merasa sakit? Sekumpulan memori menghantam-hantam kepalaku seakan memaksa untuk mengingat apa yangbaru saja terjadi padaku. Bayangan seorang laki-laki muncul dalam pikiranku.

Aku ingat! Sebelum berada dalam kegelapan ini, aku bersama laki-laki itu! Kak Arrnet, ya laki-laki itu Kak Arrnet! Laki-laki yang sangat aku cintai. Dimana dia sekarang? Aku ingin meneriakkan namanya agar ia datang dan menolongku. Pita suaraku tetap tidak mau bekerja. Arrrrgghhh!!! Aku memukul-mukul kepalaku sendiri karena frustasi. Kak, dimana kamu? tolong aku!

"Kamu pasti sembuh, Ra. Lawan sakit dalam diri kamu dan cepet bangun."

Tiba-tiba aku mendengar suara laki-laki menggema memenuhi kegelapan ini. Aku sangat mengenal suara itu. Tapi itu bukan suara Kak Arrnet! Mataku menjelajah seluruh kegelapan, masih tidak ada cahaya. Kalimat itu terus menggema memenuhi kegelapan ini. Seluruh badanku semakin sakit, tetapi justru kesakitan ini seperti menyedotku untuk keluar dari kegelapan. Aku terus merasakan sakit yang makin menjadi-jadi. Kemudian setitik cahaya muncul. Aku dapat melihat uluran tangan yang menarikku keluar.

Tuhan, terimakasih sudah memberiku jalan keluar dari kegelapan ini.

"Kak Arrnet..." kata pertama yang aku ucapkan dengan suara parau.

Mataku terbuka perlahan-lahan dan aku melihat cahaya yang begitu terang. Aku mencoba beradaptasi dengan cahaya itu. Cahaya yang telah mebawaku pada sebuah kesadaran. Aku berada dalam sebuah ruangan serba putih. Belum sempat memikirkan aku berada dimana, aku merasakan sebuah tangan hangat menggenggam tanganku.

"Sayang, akhirnya kamu bangun!" seru suara itu dengan kebahagiaan dan ketakjuban luar biasa. Aku dapat mendengar suara tangis bahagia dari beberapa orang yang ada di ruangan ini. Aku menoleh, kepalaku sungguh terasa sakit. Dan aku merasakan ada selang oksigen yang diletakkan di hidungku.

Bayangan itu pun akhirnya terlihat. Laki-laki yang berusaha aku benci tetapi pada kenyataannya sungguh aku sayangi itu sedang menciumi punggung tanganku dengan penuh haru. Rion, yang berada di belakang laki-laki itu juga merasa takjub. Cello, ia menangis kemudian mencoba untuk memelukku dengan hati-hati.

"Ayah..." aku memanggil laki-laki yang masih mencium punggung tanganku dengan penuh kasih.

Aku merindukan tangan hangat itu. Aku merindukan kasih sayang ayah yang pernah hilang dari hidupku. Aku menyimpan segala pertanyaan yang muncul di dalam pikiranku. Aku masih tidak memiliki tenaga untuk banyak bicara. Kenapa ayah yang telah meninggalkanku saat ini ada disini? Kenapa aku tidak melihat Kak Arrnet? Kemana dia?

LyraWhere stories live. Discover now