24. Vs Reno

16 6 4
                                    

Si pemuda dari bab 21 dan Reno (bukan DrReno) dari bab 9 bertemu. Namanya juga sering ada urusan bersama, tinggal di tempat yang sama. Ya, jelas berpapasan.

Namun, kisah ini dimulai beberapa tahun sebelum itu, masa ketika musim ulat bulu menyerang desa karang jati (bukan nama asli, tidak ditulis kapital).

Siang terik begitu memanggang. Seorang remaja tinggi kurus yang memakai jas lab putih berjalan sendirian di pingir tanggul sungai beraliran kecil. Pantulan cahaya matahari begitu menyilaukan, bisa-bisa dia salah dikira non-manusia (bukan seni-man, tetapi mirip).

Remaja itu memasang wajah penuh teka-teki, berhenti di depan tumpukan batu. Tangannya menengadah, dia memandang langit biru nan kosong tanpa awan.

Suara tonggeret memekakkan telinga dan semuanya amat berkilauan.

Kala mencelikkan mata, remaja itu menemukan dirinya berbaring di atas kasur dengan pakaian yang dikenakan sama. Dia ada di dalam ruangan nan familier, tetapi itu bukan kediamannya. Ada guru berseragam khusus dengan palang dibordir di lengan duduk dekat pintu yang jaraknya jauh, remaja berjas lab itu hanya bisa mengintip.

"Aku mau mati." Adalah kata yang tebersit dalam benak manakala dia menengok ke arah jendela.

Baru mau melanjutkan tidur, remaja itu dikejutkan oleh kedatangan beberapa murid yang membawa keributan, tepatnya menggendong seorang lelaki berbadan bongsor, yang masing-masing bagian badannya dicekal.

Remaja bongsor itu meracau seraya mata berair, "Oh, hatiku ... Oh, hatiku ...."

"Medis! Medis! Medis! Tolongi dia!"

Para murid panik meletakkan si bongsor ke ranjang ukuran ekstra yang sengaja disendirikan, guru wanita turut bingung menangani. Pasien tersebut terus mengeluarkan tantrum tanpa ada yang tahu cara menenangkannya.

Adegan itu terus berlangsung sampai beberapa lamanya, si remaja berjas lab sampai tidak bisa tidur.

"Berisik! Dia cuma perlu diberi cokelat! Ini hari Valentine!"

Para murid juga guru diam dan terheran. Dari teriakan-teriakan serta racauan yang tak jelas, remaja itu bisa tahu bahwa si bongsor menginginkan cokelat sama seperti kawan-kawannya. Jadilah dia tenang sehabis diberi cokelat berbentuk hati.

Di hari yang lain, ketika sore tiba, murid sekolah sudah banyak pulang. Yang terlambat meninggalkan sekolah hanya anggota ekskul, yang habis kerja kelompok, atau piket kelas. Salah satunya adalah remaja berjas lab.

Sebenarnya dia tidak diketahui habis melakukan apa, tetapi yang jelas kebiasaannya adalah melewati pinggir tanggul sungai.

Namun, baru dia mau menuju tempat biasa berhenti, perhatiannya menangkap seorang remaja bongsor yang berdiri di depan tumpukan batu. Teringatlah dia akan obrolan yang berlangsung di unit kesehatan siswa silam.

"Hei, kamu penghuni UKS, ya?"

"Siapa?"

Hening beberapa saat, terasa canggung.

"Ah, tidak. Aku pikir begitu. Karena aku juga sering di sini dulu. Entahlah, akhir-akhir ini malah jarang, kalau tidak salah sejak ada murid pindahan baru. Setelah sekian lama tidak di sini, tahu-tahu ada orang lain selain aku."

"Hm."

"Hei, ayo berkawan!"

Hari yang lainnya, hujan turun lebat. Para murid sebagian besar masih meneduh di gedung sekolah, sementara yang dijemput bergegas lari ke dalam kendaraan. Sehabis agak reda, banjir melanda. Saluran air dan sungai meluap, limpasan mengalir di sepanjang jalan.

Remaja berjas lab dengan payungnya berada di sisi yang aman dari bahaya guyuran apabila mobil tiba-tiba melaju, sebisa mungkin lopak dia hindari. Atas alasan jalur yang berbeda itu, dia melihat si bongsor di tempat yang sama.

Lelaki bongsor yang menatap kosong ke arah langit, seperti mencari sesuatu di antara awan-awan gelap. Seragamnya basah kuyup mencetak lekuk tubuh yang besar, rambut hitam lepek bagai habis diguyur.

Hujan turun kian lebat, remaja berjas lab harus melindungi diri dari angin kencang dan ancaman payung terbalik. Si bongsor tetap berdiri di sana, dan karena tidak mau berlama-lama, remaja berjas lab memilih untuk meninggalkannya dan berjalan pulang.

Keesokan harinya, masih pada waktu sore yang sama, tetapi di latar berbeda yakni di sebuah kamar.

"Kenapa malah aku yang kena demam?"

Remaja berjas lab terpaksa mengganti setelan ke piyama (tetapi jas lab masih dikenakan), berbaring di kediamannya, tetapi bukan rumah yang bersangkutan. Ada lelaki bongsor yang niatnya menjenguk, bersimpuh di sampingnya.

Katanya, sebagai kawan yang baik, sudah sewajarnya menengok keadaan kawan yang sakit.

Remaja berjas lab terdiam.

"Kalau soal kamu yang sakit," si bongsor menyengir dan terkekeh-kekeh, "entahlah, aku juga tidak tau."

Ada gadis yang ikut bersamanya dan diperkenalkan dengan nama nama.

Gadis itu berterima kasih dengan senyum yang hangat dan dia lanjut bercengkrama dengan si bongsor, genggaman tangan mereka mengerat.

Di kesempatan yang lain, remaja berjas lab berlarian menembus pejalan kaki, menyeberang jalan raya, terus bersiah walaupun tak biasa olahraga kardio, maka dari itu sesampai di depan rumah sakit napasnya tak beraturan dan detak jantung kian bertalu-talu. Namun, dia tak mau buang waktu lagi, langsung bergerak masuk mencari seseorang.

Sayangnya gadis nama menemukannya dan mengatakan kepadanya bahwa kawannya itu telah meninggalkannya dan dunia.

***

Atas kejadian yang telah lewat beberapa lama, kedua pihak sepakat untuk tidak berhubungan lagi karena bakal mengingat satu sama lain. Barulah si remaja yang kini beranjak jadi pemuda mengetahui bahwa gadis nama telah menikah dan hidup bahagia dengan pasangan baru.

Sementara dia melanjutkan studi di kampus ternama, tetapi namanya tidak dilanjutkan dari jenjang sebelumnya melainkan membuat yang baru.

Di kampus, pemuda berjas lab yang masih tampak muda berdiri di depan kelas, menerangkan materi kepada para akademisi yang jauh lebih tinggi dan berilmu--dari sudut pandangnya.

Selesai mengajar, dia keluar kelas, melalui lorong kampus dekat taman yang tampak asri. Seseorang berbadan tinggi besar berlari, sedikit mengejarnya.

"Mas Bejo!" sapanya akrab.

"Stop memanggil begitu, kita beda usia."

"Tapi, gue ikut kelas Mas dan Mas pengajarnya ...."

"Kamu?"

Orang berbadan besar itu angguk-angguk. Pemuda berjas lab baru ingat dia sekelas sekaligus mengajar dia di kelas lain.

Mulai sekarang pemuda berjas lab dipanggil Mas. Pemuda itu memang orang yang baik.

***

Fun fact Pojokan

Reno: "Lu tau gak, kalau main trump card, entah gue mesti dapat kartu gambar hati merah sebagai pertanda sial. Apa ya artinya? Gue kan mulus-mulus aja soal percintaan...."

??? Mas Bejo: "Itu artinya kamu harus menjomlo seumur hidup."

Guut WulagWhere stories live. Discover now