9. Bab Tak Berjudul

11 6 0
                                    


Aku beruntung bisa bertemu dengannya.

Ujian tugas akhir sudah dekat, segala persiapan siap. Tinggal mempelajari apa-apa yang kutulis terkait penelitian berbulan-bulanku. Kata orang, bekalnya cukup berdoa dan tawakal. Namun, bagiku batinlah yang paling penting. Nasib baik pun berpengaruh.

Aku beruntung bisa bertemu dengannya.

Seperti sudah digariskan oleh takdir. Seminggu sebelumnya teman dan kerabat mencariku. Di hari-H, guru sudah siap menguji, kolega telah sedia memberi bingkisan. Namun, keberadaanku tidak diketahui berada di mana pun. Sebagaimana pola roda yang terus berputar, makin lama lingkaran terluarnya akan makin mengecil ke dalam dan menghilang.

Aku beruntung bisa bertemu dengannya.

"Kamu tidak apa aku turunkan di sini?" Tidak apa-apa, jawabku. Gadis yang berada di sebelah berbalik ketika aku mulai berjalan. Kami terus melangkah. Sampai di depan orang-orang yang berkumpul, kami mengucap doa.

Aku beruntung bisa bertemu dengannya.

Yang mana yang lebih penting? tanya mereka. Menurutku, tidak ada yang lebih penting. Semua sama saja ketika pada waktunya harus memilih dan tidak ada pilihan lain selain menentukannya pada saat itu juga. Terlalu rumit? Sederhananya, aku meninggalkan ujianku.

Aku beruntung bisa bertemu dengannya.

"Film ini benar-benar tidak masuk akal," komentar si pemuda di kala ditunjukkan apresiasi bagi orang-orang di balik layar.

Di sofa, yang duduk di sebelahnya menangis tersedu-sedu menyembunyikan muka.

"Toko Mikun masih tutup, Ren."

"Iya, tapi film ini guweh banget ...," ucap pemuda yang badannya lebih bongsor, lengan membengkak, telapak tangan gemuk, paha yang berisi, dan punggung lebar itu. Dia mengenakan jas, sepatu, dan setelan pakaian sama sepertinya.

Guut WulagWhere stories live. Discover now