5. Film Domba

19 8 2
                                    

Atas urusan terkait sekolah, aku baru pindahan ke lingkungan ini, tempat Mamak dan Babah bekerja. Suasana desa yang asri dan jauh dari ingar bingar, aku cukup menyukainya. Mungkin diriku bakal betah, selagi hati berkata demikian.

Namun, belum genap seminggu, Mamak sudah menyuruh ini itu. Pagi sekali sehabis subuh, aku diminta antar rantang ke tetangga (kapan Mamak memasaknya?). Karena tidak ada motor, aku memakai gerobak Babah, membagikan satu per satu rantang isi makanan khas daerah sini. Anehnya, para tetangga telah bangun dan beraktivitas. Memang berbeda dengan di kota.

Akhirnya tinggal panci yang besar. Aku ingat Mamak berpesan, 'Ini untuk Mas Anang, ya!'. Orang yang kutuju ini mirip nama artis, atau namanya yang pasaran. Atau Mamak yang memang suka musikus itu--sering muncul di TV. Iya sih beliau waktu mudanya tampan, maklum banyak ibu-ibu yang tersengsem.

Aku yang diberi gambaran tentang orang ini, maka perlu kujaga imaji dengan ramah tamah sebagai kesan pertama.

Aku sampai di depan bangunan rumah yang mirip indekos karena panjang, berkamar-kamar, juga banyak pintu dan jendela. Namun, dari luar tampak halaman yang terbengkalai. Aku sempat mengira rumah ini tanpa penghuni sampai terdengar suara kehidupan.

"Permisi, saya Laila ...," sapaku.

Penghuninya keluar bersama dua anak kecil. Orang itu masih muda, pemuda, mungkin sebaya mahasiswa. Jas putih dikenakannya dengan kemeja lengan panjang, dan celana yang lusuh, serta sepatu putih bertali yang kotor. Aku pikir dia tenaga lab? Tapi, apa yang dilakukannya di sini?

Namun, saat pemuda itu menoleh, akhirnya aku paham alasan Mamak berkata dia mirip artis.

Iris cokelat nan dingin berbinar di tengah kornea gelap, hidung mancung sempurna sesuai lengkung bibir nan jarang tersenyum. Rambut hitam model pendek yang jarang disisir. Tubuh tinggi kurus dengan bahu lebar, pinggul sempit, dan sepasang betis ramping.

Hampir aku terperangkap ke pesonanya, sebelum melihat pemandangan mencengangkan.

Setangkapku dia bermaksud bermain dengan dua anak yang membersamai. Pemuda itu memainkan rekorder, melambaikan senter ke depan dan belakang terlalu cepat sambil makan keju. Kemudian dia mengenakan topi sombrero, lalu baju bodoh, lalu rok panjang, lalu sepatu merah. Lalu berlagak seperti kera! Kemudian dia berlari, setelahnya jalan pincang, berikutnya merangkak.

Sadar akan kehadiranku, pemuda itu terpaku seperti patung, lalu dalam sekejap balik normal, berdiri menatap datar.

"Ada apa?" tanyanya.

"Uh-uh, ini Mas Ekik, dari Mamak saya ... !"

Kabur secepat mungkin adalah pilihan sesaat setelah melempar panci dari gerobak.

###

Ini gambar apa sih wkw.

Ini gambar apa sih wkw

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Guut WulagTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang