2. Mimpi Sasar

32 11 2
                                    

"Ini di mana?"

Suatu pertanyaan yang terlintas manakala pagi buta menyaksikan mes di hadapan, dengan halaman penuh rumput liar dan barang rongsokan.

Ini di lingkungan tempat tinggalnya.

"Tidak ada yang lebih bagus apa?"

Ketika dia masuk dan tertuju sebuah ruangan, ada brankar dengan alat-alat canggih yang membungkus seorang pemuda berjas lab. Itu adalah dirinya.

Terlintas ingatan ketika tegangan tinggi mengalir melalui kabel-kabel dan dia tersetrum dan menjerit dan hilang kesadaran.

Namun, di sela mengumpulkan memori tersebut, Ari berlari masuk lalu melompat.

"Aku juga mau coba!"

Anak cungkring itu pingsan dengan ekspresi hampir melayang, dan kemudian dalam semi-transparan arwah berada di sampingnya yang tersentak.

Si pemuda syok sekaligus tidak habis pikir.

Yang lebih kesal lagi Ana juga ikut melompat dan jadi arwah pula.

Sebelum semuanya bercampur aduk, atau seluruh visi menggelap, latar pun berpindah.

Di pematang sawah, dua anak itu digandeng kanan-kiri oleh kakek-kakek berbaju putih dan sarung kotak-kotak, janggutnya beruban dan panjang.

Si pemuda mencegat mereka kemudian mencekal tangan kedua anak.

"Bagi balik," katanya.

Dia mengasih pot tanaman yang dipungut dari sembarang.

"Ambil ini saja."

Kakek-kakek yang memang wajahnya seperti linglung itu main terima. Ari dan Ana kini bersama si pemuda, menatap heran. Mereka masih transparan.

"Nak, bagaimana jika memang sudah waktunya kedua anak itu diambil? Bukankah ini melawan ketetapan?" tegur si kakek-kakek.

"Terserah. Ini kan mimpiku."

"Anak ini ...."

Ketika si pemuda terlonjak dari kasur, dia memijit pelipis seraya menyapu pandang pada kamar kapal pecah.

"Mimpi ketika sukses lagi?" tanya kotak besi di atas nakas. Si pemuda mencekal dan melemparnya ke luar jendela.

Sesaat kemudian, Ari masuk memamerkan tangan mayat yang utuh, Ana di belakangnya senyum-senyum berkata mereka menemukannya di atas brankar sebuah ruangan. Si pemuda bergidik menatap ngeri.

Jas labnya jadi kotor, menggali tanah memakai sekop lalu mengubur balik tangan itu di halaman belakang, yang diketahui bagian dari kerangka berbaju koyak moyak khas zaman kolonial.

Guut WulagWhere stories live. Discover now