29. Best Moment

28.4K 4.8K 9.4K
                                    

29 ʚɞ Best Moment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

29 ʚɞ Best Moment

Janessa enggan kembali ke rumah, juga tak mau berlama-lama dirawat di rumah sakit. Dia mematikan ponsel agar Narafina tak mengusik. Untuk sementara Janessa akan menumpang di apartemen Kahr, beristirahat total di sana sampai kondisinya pulih.

Kahr tak keberatan. Dia sudah lumayan lama kesepian semenjak satu bulan lalu memilih tinggal sendiri.

Keluarga Kahr tampak harmonis di mata banyak orang. Orang tuanya terpandang dan kaya raya, rumahnya bak istana dengan kemewahan tiada tara, apa yang Kahr mau bisa semudah itu terkabul meski harganya selangit.

Namun Kahr tidak bahagia. Kematian ayah dan kakaknya setahun lalu merenggut semua keceriaan Kahr. Dia kehilangan semangat hidup. Pendukungnya di berbagai hal telah tiada.

Ayah dan kakak Kahr selalu mendukung kesukaannya. Kahr gemar sekali bermain skateboard. Suatu hari ayahnya memberi dia hadiah berubah papan skateboard terbuat dari emas murni untuk dipajang di rumah. Dan, kakaknya membelikan papan baru beserta sepatu yang keduanya bertanda tangan pemain skateboard profesional, berprestasi, dan paling berpengaruh di dunia.

Sejak dua orang itu pergi, Kahr tak pernah lagi menyentuh skateboard. Melirik hadiah-hadiah dari mereka yang terpajang di lemari kaca pun dia tidak sanggup. Kahr selalu sedih tiap mengingat kepergian ayah dan kakaknya akibat kecelakaan pesawat.

Tersisa Kahr dan ibunya yang masih harus lanjut menikmati pahit-manis kehidupan. Sayangnya Kahr merasa hampa. Ibunya tidak perhatian, tak mau tau apa kegiatan sehari-hari putranya. Saat Kahr wisuda, sang ibu tak hadir dengan alasan harus terbang ke negara tetangga untuk hadir dalam peresmian hotel barunya.

Tujuh bulan setelah kepergian dua orang tersayang Kahr, ibunya makin cuek. Dengan tanpa ragu ibunya sering membawa lelaki yang beda-beda hampir tiap malam ke rumah.

Itu sebabnya Kahr mau tinggal sendiri saja di apartemen. Dia menolak dibelikan rumah karena percuma ... nantinya ibu Kahr datang sesuka hati, melarang ini dan itu, mengganggu ketenangan jiwanya.

"Kahr? Bisa pesen makanan, enggak? Perut gue bunyi terus ...," ucap Janessa yang saat ini sedang menghangatkan badan dalam balutan selimut tebal milik Kahr.

"Bisa. Mau apa?" Kahr menyahut.

"Apa aja yang enggak bikin perut panas. Mau yang lembut," kata Janessa.

Kahr mengiakan. Dia memesan makanan secara online. Mudah dan praktis, tak perlu repot-repot keluar kamar.

Janessa mengamati Kahr yang sibuk memainkan ponsel. Ada senyuman tipis di bibirnya, merasa beruntung bertemu Kahr. Kalau semakin dekat dengan Kahr, Janessa takut dia jadi nyaman dan akhirnya melupakan Sky.

"Ah, Sky." Janessa spontan menyebut nama itu.

Kahr menoleh. "Hm? Sky?"

Tersadar, Janessa langsung menggeleng dan memeluk bantal lebih erat. Dia tatap cincin di jari manis tangan kanannya. Cincin itu seperti mengingatkan Janessa bahwa dia telah menikah dengan Sky, artinya tak boleh tertarik pada lelaki lain.

ScenicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang