[26] Keegoisan Dirga

5 2 0
                                    

WALAUPUN awalnya Kinara sempat ragu untuk datang ke Rumah Sakit, tetapi akhirnya gadis itu sekarang benar-benar datang ke sana. Kinara juga tidak bisa menolak permintaan dari Rida, yang secara langsung meminta bantuannya untuk membujuk Dirga dan mau datang ke Rumah Sakit. Karna bagaimana pun juga, Kinara tidak ingin mengecewakan Rida.

Alhasil, setelah meminta ijin kepada Ibunya--mengingat Ayah Kinara yang memang sedang berada di luar kota--Kinara akhirnya memutuskan untuk menjenguk Dirga ke Rumah Sakit. Saat sampai di sana, Kinara melihat Rida yang tengah duduk di depan ruangan--tempat di mana Dirga di rawat-- sembari terisak, dengan Antonio yang juga ikut duduk di samping Rida sambil mengusap-usap punggung istrinya tersebut. Melihat hal itu, Kinara langsung mempercepat langkahnya dan menghampiri kedua sosok tersebut.

Di sisi lain, Rida dan Antonio yang tersadar dengan kedatangan Kinara, terlihat sama-sama menampilkan raut wajah senang.

"Nak Kinar?" sapa Rida sembari bangkit dari duduknya, membuat Antonio juga ikut berdiri dari tempatnya.

Rida terlihat menyeka air matanya lalu berjalan mendekati Kinara dan langsung memeluk gadis tersebut. Sementara Kinara yang di perlakukan seperti itu, sontak kaget. Apalagi ketika Kinara sadar bahwa Rida kembali menangis di dalam pelukannya.

"Ibu? Ibu kenapa nangis?" tanya Kinara yang ikut merasa resah.

"Dirga, hiks ... kata Dokter, kondisi Dirga semakin buruk. Ibu takut, Nak Kinar. Ibu takut ..." isak Rida yang terus memeluk Kinara.

Kini pandangan Kinara terangkat untuk menatap ke arah Antonio yang juga sekarang tengah menatapnya. Raut wajah Antonio juga nampak sedih. Dan dengan itu Kinara sadar bahwa apa yang di ucapkan Rida adalah benar adanya.

Tangan Kinara kini terangkat untuk mengusap-usap punggung Dirga. "Bu ... Dirga bakalan baik-baik aja kok. Ibu gak usah khawatir. Kalo Dirga udah di operasi, kondisi dia juga bakalan pulih lagi," ujar Kinara membujuk.

Rida mengangguk membenarkan. "Iya, tapi masalahnya Dirga tetep gak mau di operasi. Ibu udah bingung banget gimana cara buat ngebujuknya lagi. Dia selalu nolak. Ibu takut kalo terlalu lama, kondisi Dirga bakalan ..." Rida tidak bisa lagi melanjutkan kalimatnya. Tangisannya juga nampak membesar, membuat Kinara ikut merasakan rasa sedihnya.

"Dirga bakalan mau di operasi kok, Bu. Aku bakalan bantu buat ngebujuk Dirga," balas Kinara, membuat Rida sontak melepaskan pelukannya.

Dengan kedua mata yang masih berkaca-kaca, Rida bertanya, "Beneran? Kamu mau bantuin Ibu buat ngebujuk Dirga?"

Kinara mengangguk mengiyakan. "Iya, Bu. Aku bakalan bantu buat ngebujuk Dirga. Dirga pasti bakalan mau di operasi kok. Ibu tenang aja, ya?"

Kini senyuman terbit di wajah Rida maupun Antonio. Antonio terlihat berjalan menghampiri Rida dan membawa istrinya tersebut ke dalam pelukannya.

"Tuh, Papa bilang juga apa kan, Mah? Nak Kinar bakalan bantuin kita buat ngebujuk Dirga. Jadi Mama jangan khawatir lagi, ya?" ujar Antonio kepada Rida. Dan Rida mengangguk karnanya.

Sementara Kinara yang melihat mereka berdua, hanya bisa termenung di tempatnya. Ia tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh Dirga sampai tidak mau menjalani operasi seperti ini. Apa lelaki itu tidak melihat bagaimana kedua orang tuanya ini sangat khawatir terhadap keadaannya? Bagaimana Dirga bisa bersikap egois tanpa memikirkan perasaan orang tuanya yang terus-menerus merasa khawatir seperti ini?

Kinara berdehem, membuat Antonio maupun Rida langsung menoleh ke arahnya. "Kalo gitu, aku mau masuk ke dalam ruangan dulu buat coba ngebujuk Dirga, ya?" ujar Kinara, di sambut dengan anggukan antusias dari Rida.

"Boleh, Nak Kinar, Boleh! Sekali lagi Ibu mau ngucapin makasih ya, soalnya kamu udah mau bantu kami kayak gini."

Kinara menjawabnya dengan senyuman kecil. "Sama-sama, Bu. Yaudah, aku ... masuk dulu ya?"

Setelah mendapat anggukan persetujuan dari Rida dan Antonio, Kinara langsung melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruangan di mana Dirga di rawat. Saat masuk ke sana, pandangan Kinara refleks tertuju ke sesosok lelaki yang tengah duduk di atas ranjang sembari tengah menulis di sebuah buku--yang Kinara tau, buku tersebut adalah jurnal pribadi milik Dirga yang pernah lelaki itu ceritakan kepadanya di beberapa hari yang lalu.

Saat melihat kedatangan Kinara, Dirga terlihat menampilkan raut wajah bahagia. Bahkan sangat bahagia. Lelaki itu langsung menyimpan bukunya tersebut ke dalam laci dan kembali memalingkan pandangannya ke arah Kinara.

"Lo akhirnya ngejenguk gue lagi ya, Ra?" tanya Dirga, yang terdengar seperti sebuah sapaan.

Kinara tidak menjawabnya. Gadis itu hanya terus berjalan hingga berhenti tepat di samping ranjang Dirga dan memilih untuk duduk di sebuah kursi yang ada di sana.

"Gimana keadaan lo?" Kinara tau bahwa ini adalah pertanyaan yang konyol. Karna Kinara sendiri tau bahwa keadaan Dirga sedang tidak baik-baik saja. Lihatlah, bagaimana wajah tampan itu nampak sangat pucat khas seperti seseorang yang tengah sakit.

"Gue jadi ngerasa lebih baik pas lo datang kesini," jawab Dirga yang masih belum menurunkan senyumannya.

Kinara kini meremas dress yang tengah di pakainya. Merasa kesal, sekaligus muak dengan tingkah Dirga kali ini. Kinara tidak habis pikir kenapa Dirga masih menolak untuk di operasi, padahal kondisi kesehatannya semakin hari semakin memburuk.

"Apa lo gak pengen sembuh?"

Dirga tertawa renyah mendengarnya. "Lagian siapa sih, Ra, yang pengen sakit? Semua orang juga pasti pengen sehat, kan?"

"Terus kenapa lo masih gak mau di operasi?" tanya Kinara lagi.

Dirga terdiam beberapa saat. Kemudian, lelaki itu menyungging senyum. "Gue kan udah bilang, kalo gue bakalan mau di operasi kalo lo jadi--"

"Dirga," sela Kinara, sukses memotong pembicaraan Dirga. "Sampai kapan lo mau bertingkah kayak anak kecil gini? Kalo semisal gue gak pernah mau jadi pacar lo, jadi lo juga gak akan pernah mau di operasi sampai kapanpun, gitu? Apa Lo gak mikirin Ibu lo yang tadi nangis-nangis di luar karna ngekhawatirin kondisi lo yang semakin memburuk ini?"

Dirga memalingkan wajahnya ke arah lain, lalu kembali membalas tatapan Kinara. "Lagian apa susahnya sih, buat nerima cinta gue, Ra?"

Kinara tertohok mendengarnya. Selanjutnya gadis itu tertawa hambar, seakan tengah menertawakan Dirga. "Lo--" Kinara merapatkan bibirnya, bingung mau berkata apa. "Gue gak ngerti jalan pikir lo ini kayak gimana. Emangnya lo mau pacaran sama orang yang enggak ada perasaan sama sekali sama lo?"

"Kalo kita pacaran nanti, gue bisa bikin lo jadi jatuh cinta sama gue. Gue bakalan berusaha, Ra," jawab Dirga yakin.

"Emangnya kita gak bisa cukup temenan aja?" balas Kinara, membuat Dirga menggelengkan kepalanya.

"Enggak. Temenan itu gak ada spesial-spesialnya. Gue pengen yang spesial. Yang bisa ngebikin gue ngeklaim, kalo lo itu punya gue," jawab Dirga kemudian.

Kinara nampak mengusap rambutnya dengan tangan. Gadis itu sekarang bangkit dari duduknya. "Kalo gue mau jadi pacar lo, lo mau di operasi, kan? Lo gak akan nolak lagi, kan?"

Mata Dirga nampak berbinar ketika Kinara menanyakan hal tersebut. Itu seperti lampu hijau yang membuat keinginan Dirga sebentar lagi seakan bisa tercapai. Lalu, Dirga menganggukkan kepalanya dengan antusias.

"Iya. Kalo lo mau jadi pacar gue, gue bakalan mau buat di operasi. Gue gak bakalan nunda-nunda lagi, Ra," jawabnya yang nampak bersemangat.

Kinara terdiam beberapa saat. Gadis itu terlihat menelan salivanya sendiri, seakan tengah memikirkan sesuatu. Hingga akhirnya, suara lembut Kinara kembali terdengar.

"Oke. Gue mau jadi pacar lo. Dan berarti, lo harus mau di operasi. Hari ini juga," ujar Kinara penuh penekanan.

Dan di saat itu juga, senyuman Dirga mengembang sempurna. Dirga mengangguk bersemangat dan menjawab, "Iya, Ra. Gue mau di operasi sekarang. Gue mau."

EPOCH [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang