[6] Merasa Kesal

11 3 0
                                    

BEBERAPA hari telah berlalu. Semenjak dari kejadian itu Kinara jadi tidak pernah lagi melihat Dirga muncul di hadapannya. Entah karna Dirga yang memilih untuk menjauhinya, atau Kinara sendiri yang memang tidak terlalu peduli dengan keberadaannya. Intinya, di hari itu adalah hari terakhir Kinara bertemu dan berkomunikasi secara langsung dengan Dirga.

Kinara yang kini tengah duduk sendirian di dalam kelasnya sembari membaca sebuah buku untuk persiapan UTBK, itu kini harus teralihkan ketika tiba-tiba Dysa nampak duduk di sampingnya.

"Belajar terus, Ra. Gak capek?" tanya Dysa yang terdengar seperti sebuah sapaan.

Tanpa mengalihkan pandangannya dari buku, Dysa menjawab, "Enggak belajar. Cuman lagi baca-baca aja."

Dysa menghela nafasnya dengan pelan. "Lo mah masuk PTN lewat jalur mana aja, pasti bakal keterima. Coba kalo gue," keluh Dysa sembari menyimpan kepalanya di atas meja dan memandangi wajah cantik Kinara dari samping.

Tangan Kinara nampak membuka lembar baru dari buku tersebut dan kembali fokus membaca. "Masuk PTN gak semudah itu, Dys. Saingan kita banyak banget. Persentase keterimanya juga cuman beberapa persen," jawab Kinara kemudian.

"Tapi kan lo masuk di daftar murid eligible. Mana dapet posisi pertama lagi. Udah pasti keterima lah," ujar Dysa lagi.

Kinara menutup buku yang tengah di bacanya, lalu menyimpan buku tersebut di atas meja. Gadis cantik berkucir kuda ini sekarang menatap ke arah Dysa yang juga tengah menatapnya. "Itu gak bisa ngejamin gue buat diterima di universitas impian gue," balas Kinara.

Dysa lalu menegakkan posisi duduknya. "Emangnya lu mau masuk fakultas apa? Prodi apa?"

Kinara terdiam beberapa saat. Jari-jemarinya nampak mengusap cover buku yang tengah di pegangnya itu dengan asal. "Gue tertarik sama Sosiologi. Kayaknya gue bakal pilih itu."

Mendengar jawaban dari Kinara, refleks Dysa tertawa di tempatnya dan membuat Kinara kebingungan. "Lo yang nolep kayak gini mau masuk prodi sosiologi? Bahkan di sekolah ini, lo cuma deket sama gue doang. Gue gak salah denger, Ra?" kekeh Dysa di sela-sela tawanya.

"Gue suka sama materinya. Gue juga suka sama pelajarannya. Jadi mungkin pas kuliah nanti, gue bisa nyesuain diri."

Dysa mengangguk-anggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan Kinara. "Iya, iya. Apapun pilihannya, gue bakal dukung. Semangat!" seru Dysa, membuat Kinara tersenyum dibuatnya.

"Oh iya, kok gue ngerasa kalo akhir-akhir ini gue gak pernah lagi liat Dirga, ya? Dia sekolah, kan?" tanya Dysa tiba-tiba, membuat Kinara yang awalnya hendak membuka buku lagi untuk di baca kini mengurungkan niatnya.

"Lah, gak tau. Kok nanya sama gue," balas Kinara acuh. Tangannya pun kembali membuka buku tersebut.

"Bukannya di beberapa hari yang lalu Dirga sempet nembak lo?"

deg

Kinara sontak menoleh ke arah Dysa. "Kok lo tau?" tanyanya cepat.

"Lah? Bukannya satu sekolah juga udah tau?" balas Dysa balik tanya.

Mendengar hal itu, punggung Kinara seketika menegang. Seingat Kinara, waktu itu--saat Dirga menembaknya, mereka hanya berdua. Tidak ada orang lain di sana. Tetapi kenapa hal ini bisa sampai tersebar hingga satu sekolah tahu? Pantas saja setiap Kinara berjalan di lorong sekolahnya, orang-orang yang di lewatinya nampak menatap Kinara dengan tatapan sinis. Awalnya Kinara menganggap bahwa hal tersebut adalah hal yang lumrah. Tetapi ternyata, ini yang menjadi alasannya.

"Kok bisa? Padahal waktu itu cuma ada gue sama Dirga doang," ujar Kinara, terlihat khawatir namun berusaha untuk tetap tenang.

Dysa menggedikkan bahunya. "Gue gak tau gimana ceritanya bisa kesebar. Kalo gue sih denger gosipnya dari anak-anak. Tapi yang pasti, gue yakin sih kalo murid-murid di sekolah kita udah pada tau tentang hal ini."

"Apa mungkin Dirga yang ngasih tau ke semua orang?"

"Gak mungkin," sela Dysa cepat. "Setahu gue Dirga bukan orang yang kayak gitu. Walaupun dia emang famous di sekolah ini, tapi kayaknya dia tipikal orang yang gak suka ngumbar-ngumbar masalah percintaannya deh. Apalagi kan dia ditolak, harusnya dia malu kalo sampe cerita ini kesebar. Kemungkinan di tempat itu ada orang lain yang ngeliat kalian terus nyebarin berita ini ke satu sekolah," ujar Dysa panjang lebar.

Kinara berdesis kecil sembari menepuk keningnya dengan pelan. "Tau ah. Bodoamat. Gak peduli gue." Setelah mengucapkan itu, Kinara lebih memilih untuk kembali fokus membaca buku.

Tidak lama setelah itu, Dysa melihat Layla masuk ke dalam kelas dan duduk di kursinya yang berada tepat di depan meja yang tengah di tempatinya.

"Lo habis kumpulan OSIS ya, La?" tanya Dysa, membuat Layla otomatis memutarkan tubuhnya untuk menoleh ke arah belakang.

"Iya. Bentar lagi gue mau pensi, jadi sering rapat dadakan kayak gini. Tapi sayang, Dirga akhir-akhir ini malah sering gak kumpulan, jadi rapatnya juga suka gak jelas gitu," jawab Layla, membuat Dysa mengernyitkan dahinya. Sementara Kinara nampak melirik sekilas, lalu memilih untuk kembali fokus membaca buku.

"Kok bisa gitu? Emang Dirganya kemana?" tanya Dysa kepada Layla.

"Katanya sih gak sekolah, lagi sakit. Dia kan punya penyakit lambung gitu, jadi kadang suka kambuh," jawab Layla.

Mendengar hal tersebut, Dysa menyikut lengan Kinara dan berbisik, "Tuh, Kayaknya Dirga sakit karna patah hati ditolak sama lo deh, Ra. Lo gak ada niatan buat ngejenguk dia gitu?"

Kinara berdesis seraya bergidik. "Enggak. Ngapain gue jenguk dia."

"Padahal setahu gue Dirga baik banget sama lo. Dia juga kayak suka banget sama lo, Ra. Tapi kok lo kayak gini sih? Lo gak kasian sama Dirga apa?" sahut Layla.

"Iya, bener. Padahal Dirga itu udah ganteng, baik, famous, banyak yang suka, tapi lo--"

"Kenapa gak kalian aja yang jenguk Dirga?" potong Kinara penuh penekanan. Layla dan Dysa juga yang melihat Kinara tiba-tiba berdiri kini menjadi kaget karnanya.

"Kalo dia suka sama gue, jadi gue juga harus balik suka sama dia gitu? Lagian gue juga gak punya waktu buat ngejalin hubungan kayak gitu. Kalo kalian mau, kenapa gak kalian aja yang pacaran sama Dirga? Sekalian juga sebarin ke seluruh sekolah biar penggemar-penggemar fanatiknya Dirga gak ngegangguin gue lagi."

Setelah mengatakan hal tersebut, Kinara mengambil langkah untuk pergi dari sana sambil memasang mimik wajah masam. Terlihat jelas bahwa gadis ini tengah kesal. Sedangkan di sisi lain, Dysa dan Layla yang melihat kepergian Kinara hanya bisa terdiam satu sama lain.

"Kalo Dirganya suka sama gue, gue juga bakal dengan senang hati nerima dia jadi pacar gue," celetuk Layla, di sambut dengan anggukan kecil dari Dysa.

"Bener, La. Tapi kalo Dirganya suka sama Kinara, kita bisa apa?"

_______________________

EPOCH [On Going]Where stories live. Discover now