[16] Coffee Latte

6 1 0
                                    

JAM sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi, dan Kinara terlihat sudah memasuki cafe yang dijadikan tempat janjiannya bersama Dysa. Kinara sengaja datang lebih awal karna tidak ingin nantinya membuat Dysa lebih dulu menunggu. Karna menurut Kinara, lebih baik ditunggu daripada menunggu.

Saat memasuki cafe, Kinara mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dan tatapannya kini langsung tertuju ke arah Dysa yang ternyata sudah menunggunya lebih dulu dan terlihat duduk di meja--pojok cafe. Kinara langsung menghampiri sosok sahabatnya itu dan kemudian menampilkan ekspresi bingung ketika akhirnya ia sadar bahwa di meja tersebut, Dysa tidak duduk sendirian. Ada sesosok lelaki sepantarannya yang duduk berhadapan dengan Dysa.

"Lo gak bilang kalo ada orang lain yang ikut kumpul," ujar Kinara, sembari meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di kursi sebelah Dysa.

Sebenarnya bentuk kursi tersebut adalah kotak, jadi masing-masing dari mereka menempati setiap sudut hingga tersisa satu sudut yang kosong.

Dysa menyengir. "Dia temen gue, namanya Adam. Anak Ips 1," balas Dysa, lalu menolehkan kepalanya ke arah Adam. "Adam, ini Kinara. Temen sekelas gue," lanjutnya kepada Adam.

Sosok lelaki berambut ikal, dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya itu kini tersenyum ke arah Kinara seraya mengangkat salah satu tangannya--seakan mengajak Kinara untuk berjabat tangan. "Gue Adam. Salam kenal, ya?" ujarnya ramah kepada Kinara.

Kinara tersenyum canggung dan membalas jabatan tangan tersebut, kemudian melepaskannya kembali. "Gue Kinara. Salam kenal juga," balas Kinara.

"Lo sekelas sama Dysa, tapi rasanya kok gue jarang liat lo, ya?" tanya Adam, seakan membuka topik pembicaraan dengan Kinara.

"Dia seringnya di Perpus, Dam. Jarang ada di kelas. Kalaupun ada, dia jarang banget keluar," jelas Dysa, menjawab pertanyaan dari Adam. Sementara Kinara sendiri terlihat mulai mengeluarkan laptop di dalam tasnya.

Adam mengangguk mengerti. "Ooh ... tapi gue sering denger nama lo sih. Lo sering jadi bahan pembicaraan temen-temen gue. Katanya cantik. Tapi ternyata lebih cantik kalo diliat secara langsung."

Ucapan Adam sukses membuat Kinara menoleh ke arahnya. Namun wajah raut gadis ini nampak datar, seakan menunjukkan bahwa dirinya sama sekali tidak tertarik dengan topik pembicaraan yang di bicarakan oleh Adam sekarang.

Sementara Dysa yang sudah sangat kenal dengan sifat Kinara, sontak berdehem. Ia menyikut lengan Adam dan membuat Adam menoleh ke arahnya.

"Lo masih lama gak disini? Gue sama Kinara mau belajar. Takutnya kalo lo di sini terus, lo bisa bosen," ujar Dysa kepada Adam. Sementara Kinara terlihat mulai fokus dengan layar laptopnya.

"Santai aja. Gue hari ini free kok. Gue juga gak ada kegiatan lain," balas Adam yang seakan ingin tetap duduk di sana.

Dysa yang merasa sudah tidak enak dengan Kinara, kini berbalik untuk menoleh ke arah Kinara dan berbisik, "Ra, gapapa kan kalo Adam tetep disini?"

Kinara mengangkat wajahnya untuk membalas tatapan Dysa. "Asal dia enggak ngeganggu kita belajar, ya gapapa."

Jawaban Kinara kali ini membuat Dysa bisa bernafas lega. Dysa berpikir bahwa Kinara akan sangat keberatan jika Adam disini, tetapi ternyata Kinara nampak tidak terlalu peduli dengan keberadaan Adam. Lagian, awalnya juga Dysa datang seorang diri ke cafe ini, tetapi dirinya tiba-tiba bertemu dengan Adam dan lelaki itu langsung duduk di mejanya untuk mengajak Dysa mengobrol.

"Kalo gitu, gue pesen minuman dulu, ya? Kalian mau nitip minuman apa?" tanya Dysa, menoleh ke arah Kinara dan Adam secara bergantian.

"Coffee latte."

Kinara dan Adam sontak saling berpandangan ketika keduanya menjawab pertanyaan dari Dysa dengan jawaban dan waktu yang sama. Beberapa detik setelah itu, Adam tertawa di tempatnya dan di susul dengan Dysa yang juga ikut terkekeh kecil ketika mendengarnya. Sementara Kinara sendiri, gadis cantik itu nampak tersenyum kecil.

"Okey, jadi Coffee latte dua, ya?" Setelah mendapat anggukan dari Adam dan Kinara, Dysa langsung melenggang pergi untuk memesan minumannya. Padahal sebenarnya jika mau, Dysa bisa langsung meminta menunya untuk di bawa kesini oleh pelayan, tetapi gadis itu memilih untuk pergi dan memesannya secara mandiri.

"Lo suka coffee latte juga?" tanya Adam, sembari tersenyum kecil ke arah Kinara yang nampak kembali fokus dengan laptopnya.

Bukannya menjawab pertanyaan dari Adam, Kinara malah balik bertanya. "Kebanyakan orang juga emang suka Coffee latte, kan?"

Adam mengangguk mengiyakan. Terlihat jelas ia mulai tertarik dengan sosok yang bernama Kinara ini. "Gue boleh tanya sesuatu, gak?"

Jari jemari Kinara yang awalnya nampak mengetik di atas keyboard, kini berhenti. Gadis ini lalu membalas tatapan Adam dan berkata, "Apa?"

"Lo ... pacarnya Dirga?" Adam mengatakannya dengan ragu, takut jika ucapannya ini akan menyinggung Kinara.

"Lo tau darimana?"

"Berarti bener?" sahut Adam cepat.

"Gue enggak jawab bener," balas Kinara, di sambut dengan helaan nafas lega dari Adam.

"Gue pikir gosip itu bener. Katanya lo pacaran sama Dirga," jelas Adam.

Kinara bergumam. Pandangan gadis ini nampak kembali berpindah ke layar laptopnya. "Jangan makan mentah-mentah gosip kayak gitu. Kalo mau tau kebenarannya, tanya langsung sama yang bersangkutan. Bukan sama orang lain," balas Kinara kemudian.

Adam menyungging senyum sembari mengangguk-anggukkan kepalanya. "Lo bener. Sorry gue lancang nanya kayak gini sama lo."

"Gapapa. Nanti tolong bilangin sama orang-orang yang nyebar gosip itu, kalo itu gak bener. Gue sama Dirga gak ada hubungan apa-apa," jawab Kinara yang langsung di sambut dengan anggukan antusias dari Adam.

"Berarti Dirganya yang suka sama lo ya? Padahal dulu dia pernah bilang sama gue kalo dia gak bisa move on sama cewek yang di sukainnya pas SMP."

Untuk kesekian kalinya, Kinara menoleh ke arah Adam ketika lelaki tersebut mengatakan hal tadi. "Lo temennya Dirga?"

Adam bergumam kecil lalu menjawab, "Dulu pas kelas sebelas, gue sama Dirga pernah ikut Olimpiade Matematika barengan. Jadi ... ya, gue dulu lumayan deket sama dia soalnya sering les bareng. Tapi sekarang udah enggak."

"Ooh ..." Kinara memalingkan wajahnya ke arah Laptop sembari tersenyum kecil.

Senyuman itu tertangkap oleh mata Adam dan membuat kening lelaki itu mengernyit bingung. "Lo kenapa senyum-senyum kayak gitu?"

Kinara tertawa kecil tanpa membalas tatapan Adam. "Gapapa. Gue suka kagum aja sama orang yang jago Matematika. Soalnya dari dulu, gue lemahnya di pelajaran itu."

Adam yang sempat terpesona dengan tawaan kecil dari Kinara, kini dengan cepat menetralkan ekspresi wajahnya. "Kalo lo mau di ajarin pelajaran itu, gue bisa dengan senang hati ngajarin lo," tawar Adam, di sambut dengan gelengan kepala dari Kinara.

"Makasih buat tawarannya, tapi gue bisa belajar sendiri."

Adam mengangguk mengiyakan. Tidak biasanya ia dengan suka rela menawarkan dirinya sendiri untuk mengajari orang lain, karna tanpa di minta pun, orang lain--terutama cewek-cewek di sekolahnya akan langsung datang kepadanya untuk diminta di ajarkan. Tetapi sekarang lihatlah, dengan penolakan yang dilakukan Kinara sekarang, sepertinya sudah cukup membuat Adam tertarik dengan sosok gadis itu.

EPOCH [On Going]Where stories live. Discover now