[17] Epoch

7 2 0
                                    

SORE harinya, Kinara bergegas menuju ke Rumah Sakit untuk menjenguk Dirga, lagi. Pasalnya, ia memang sudah berjanji kepada Rida bahwa di hari Minggu ini, Kinara akan datang berkunjung ke sini. Dan untunglah Lina--Ibunya Kinara, mengijinkan gadisnya itu untuk pergi menjenguk Dirga.

Alhasil, kini Kinara terlihat melangkah memasuki lorong Rumah Sakit. Ia nampak berjalan menuju ke sebuah ruangan di mana Dirga di rawat. Dan tidak perlu menunggu waktu yang lama, Kinara akhirnya berhasil sampai di ruangan tersebut.

Gadis dengan memakai jepit berwarna hitam yang mengapit beberapa helai poninya ini, sekarang melangkah untuk masuk ke dalam ruangan itu. Pandangannya kini langsung tertuju ke sesosok lelaki tampan yang tengah duduk di atas ranjang sembari menulis sebuah buku dan nampaknya tidak sadar dengan kedatangan Kinara kali ini.

Kinara lalu berjalan pelan mendekati Dirga, hingga akhirnya lelaki itu menyadari keberadaannya. Dirga langsung menutup buku tersebut dan menyimpannya ke dalam sebuah laci yang berada tepat di samping ranjangnya. Sementara Kinara yang memang sempat melihat cover dari buku itu, lantas mengernyitkan dahinya.

"Epoch?" gumam Kinara, membaca judul yang tertera di cover buku tersebut.

"Iya, Epoch. Itu buku jurnal pribadi gue. Gue kasih judul Epoch," balas Dirga sembari membenarkan posisi duduknya.

Kinara mengangguk mengerti. Gadis ini sekarang beranjak untuk duduk di sebuah kursi yang berada tepat di samping ranjang yang di tempati Dirga. "Epoch itu artinya apa?"

"Itu bahasa Inggris, Ra. Artinya masa atau jaman. Atau lebih tepatnya, Epoch itu sebuah periode waktu tertentu dalam hidup seseorang," jawab Dirga menjelaskan.

"Ooh ... baru tau gue. Makasih. Kosakata gue bertambah," balas Kinara sembari tersenyum kecil.

Dirga ikut tersenyum melihatnya. "Lo kayaknya apapun dijadiin pelajaran, ya?"

"Maksud lo?"

Dirga berdehem. "Iya ... maksudnya apapun yang baru di sekitar lo, lo bakalan langsung ngejadiin itu sebagai pengetahuan. Lo langsung mencerna hal itu sebagai ilmu baru."

"Ya iyalah, harus." Kinara terdiam beberapa saat sebelum dirinya melanjutkan ucapannya kembali. "Hidup itu cuman sekali. Makanya gue mau belajar segala hal--semua hal yang gue bisa, biar ngejadiin hidup gue ini jadi yang terbaik," lanjutnya kemudian.

Dirga mengulum senyum. "Ngeliat lo kayak gini, ngebuat gue makin suka sama lo, tau gak?"

"Gak tau dan gak mau tau," balas Kinara cepat, membuat Dirga tertawa renyah di tempatnya.

"Lo lagi suka sama orang lain, jadi lo gak bisa nerima gue ya, Ra?"

Kinara mengangguk membenarkan. "Iya. Gue lagi suka sama orang lain."

Dirga refleks menegakkan posisinya sembari memasang raut wajah kaget. "Siapa?" balasnya dengan cepat.

"Diri gue sendiri," jawab Kinara, membuat Dirga menghela nafas panjang di tempatnya.

"Lo bikin gue kaget aja," gumam Dirga.

Kinara bergumam kecil. Gadis ini kemudian menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Kalo gue bilang gue lagi suka sama orang lain, lo bakalan berhenti buat suka sama gue?"

Dirga menggelengkan kepalanya tanpa ragu. "Enggak. Gue bakalan berusaha ngerebut lo dari dia dan ngebikin lo buat balik suka sama gue."

Kinara tersenyum miring. "Lo egois, ya?" tukasnya kemudian.

Dirga mengangguk membenarkan. "Gue bakalan selalu egois kalo itu berhubungan sama lo."

Kinara terdiam mendengarnya. Ia hanya menatap Dirga dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan. Kemudian tidak lama setelah itu, Kinara mendengkus sembari bangkit dari tempat duduknya. Sementara Dirga yang melihat hal itu tentu saja menjadi bingung.

"Lo mau kemana?"

"Beli makan keluar. Gue laper," jawab Kinara, sembari melepaskan tas selempang yang di bawanya kemudian menyimpannya di atas lemari kecil di samping ranjang Dirga.

Dirga yang mendengar jawaban itu langsung ikut beranjak dari tempatnya. "Gue juga mau ikut!"

"Gak boleh! Dokter gak ngebolehin lo buat keluar," tolak Kinara dengan tegas.

Dirga kini memasang puppy eyesnya dan berkata, "Gue bosen disini terus, Ra ... pinggang gue udah pegel banget soalnya duduk terus daritadi."

"Intinya gak boleh. Nanti lo pingsan lagi kayak waktu itu, gimana?"

"Waktu itu gue pingsan karna kondisi gue yang emang lagi gak stabil. Gue gak selemah itu dan sekarang badan gue udah sehat. Gue boleh ikut, ya?"

"Gak! Lo diem disini!"

Tanpa menunggu jawaban dari Dirga, Kinara langsung melenggang pergi dari sana dan meninggalkan Dirga yang masih terduduk di ranjangnya.

Di sisi lain, Dirga yang ditinggalkan seperti itu nampak memasang raut wajah kesal. Lelaki yang memang sedikit keras kepala ini, sekarang memilih untuk turun dari ranjang dan melepaskan selang infus yang terpasang di tangannya. Kemudian, kakinya melangkah untuk menyusul Kinara keluar dari ruangan tersebut. Dan ya, sifat Dirga memang sekeras kepala itu.

Sementara Kinara, gadis ini sudah berada di kantin Rumah Sakit. Ia terlihat memesan sebuah menu makanan dan duduk di salah satu meja di sana. Kondisi kantin Rumah Sakit kali ini terbilang cukup sepi. Dilihat dari hanya segelintir orang yang berlalu lalang di sana.

Kali ini Kinara membeli sebungkus roti. Pasalnya, tadi ia sempat melewatkan jadwal makan siangnya. Oleh karena itu, Kinara memilih untuk mengganjal rasa lapar di perutnya itu sekarang.

Saat sedang asyik melahap makanannya, sebuah tepukan di salah satu bahunya hampir saja membuat Kinara tersedak. Dan saat menoleh, Kinara dikejutkan dengan keberadaan Dirga yang sudah berada di sampingnya.

"Lo ngapain kesini?" tukas Kinara yang nampak kaget.

Sedangkan Dirga yang tengah memasang senyuman tak berdosanya, kini duduk di samping Kinara dan menjawab, "Gue kan udah bilang kalo gue bosen, Ra. Pengen jalan-jalan keluar kayak gini."

"Tapi kan Dokter--"

"Dokter juga gak bakalan marah kalo gue keluarnya masih di wilayah Rumah sakit kayak gini," sela Dirga.

Kinara hanya bisa menghela nafasnya dengan kecil, berusaha lebih bersabar dengan sifat Dirga yang satu ini.

Saat Kinara hendak kembali melahap rotinya, tiba-tiba tangan Dirga lebih dulu menarik roti tersebut dan melahapnya. Hal tersebut membuat Kinara melebarkan matanya karna kaget.

"Rotinya enak. Rasa coklat, kesukaan gue," gumam Dirga sembari mengunyah roti tersebut kemudian mengembalikan sisanya kepada Kinara.

"Emangnya lo gapapa kalo makan roti?"

Dirga tertawa mendengar pertanyaan Kinara kali ini. "Ra, denger," ujarnya sembari bergerak untuk menghadap ke arah Kinara.

"Gue ini cuman sakit usus buntu, bukan sakit ginjal yang banyak larangan makanannya," kekeh Dirga kemudian.

Kinara akhirnya memilih untuk diam dan kembali melahap roti miliknya. Sementara Dirga yang duduk di sampingnya, terlihat sesekali tersenyum kecil sambil terus memperhatikan Kinara. Lelaki itu kini menjadikan salah satu tangannya sebagai penopang kepalanya di atas meja, kemudian menatap wajah cantik Kinara dari arah samping.

"Ra," panggil Dirga, membuat Kinara menoleh ke arahnya.

"Makasih ya, lo udah sering jenguk gue kesini," ujar Dirga kemudian.

Sementara Kinara kini berdehem dan menjawab, "Bilang makasihnya sama orang tua lo aja. Soalnya mereka yang minta gue buat ngejenguk lo kesini."

EPOCH [On Going]Where stories live. Discover now