[13] Tamu Di Tengah Malam

7 3 0
                                    

"DI luar sini dingin, Ra. Lo tega ngebiarin calon pacar lo kedinginan kayak gini?"

Dirga memasang ekspresi memelas, membuat semua orang yang melihatnya pasti merasa kasihan. Namun tidak dengan Kinara yang kini memilih untuk tetap membiarkan lelaki itu berdiam di luar jendela kamarnya, sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada--menatap ke arah Dirga dengan tatapan kesal.

"Lo harusnya gak boleh keluar dari Rumah Sakit! Nanti kalo Dokter tau, lo bisa di marahin," ujar Kinara, di sambut dengan helaan nafas kecil dari Dirga.

Dirga lalu bergerak untuk mendekat dan menyimpan kedua tangannya di jendela kamar Kinara. Dirga lalu mengembangkan senyumannya dan menjawab, "Gue kangen sama lo, jadi gue kesini."

Kinara berdecak. "Gue serius, Dirga. Gue lagi gak pengen bercanda."

"Gue juga serius, kok. Gue kangen sama lo," sahut Dirga cepat.

"Lo lagi di rawat, lo lagi sakit. Gimana kalo terjadi sesuatu sama lo kalo lo nekat keluar kayak gini?"

"Lo nge-khawatirin gue?" balas Dirga, membuat Kinara sontak menampilkan raut wajah datarnya.

Kinara menarik nafasnya dengan pelan-pelan, berusaha untuk lebih bersabar. "Gue gak mau ngeliat Mama lo khawatir kalo dia tau lo nakal kayak gini."

"Mama gue bakal ngedukung gue kok, kalo tujuan gue keluar dari Rumah Sakit itu buat bisa ketemu sama lo," balas Dirga, yang semakin membuat Kinara jengah di tempatnya

Kinara lalu menarik salah satu sudut bibirnya. "Gue gak nyangka kalo ketua OSIS di sekolah gue bisa ngelanggar aturan kayak gini juga," ujarnya, seakan ingin menyindir Dirga.

Namun bukannya marah, Dirga hanya tertawa kecil. "Gue sebentar lagi juga pensiun dari jabatan OSIS, Ay."

"Ay?" tanya Kinara, saat sadar bahwa Dirga memanggilnya dengan nama aneh.

"Ayang," jawab Dirga sembari menyengir, membuat mata Kinara melebar karnanya.

Kinara kini menimpuk kepala Dirga dengan batang sapu yang telah di pegangnya sejak tadi, walaupun Kinara tidak keras memukulnya, tetapi hal tersebut sukses membuat lelaki itu meringis sembari tertawa kecil.

"Pulang sana!" usir Kinara secara terang-terangan.

"Pengen di anterin," balas Dirga polos, sembari kembali mendekat ke arah Kinara dan menyenderkan badannya di jendela kamar tersebut.

"Gak usah manja. Pulang sendiri aja sana!"

"Gue manjanya sama lo doang. Kalo sama yang lain, gue jadi cowok cool," jawab Dirga lancar, yang lagi-lagi membuat Kinara mengerlingkan matanya dengan lucu.

"Cepetan pulang! Gue mau tidur!"

Karna untuk kesekian kalinya ucapan Kinara tersebut tidak di dengar oleh Dirga, lantas Kinara dengan cepat beranjak menutup jendela kamarnya dan membiarkan Dirga di luar sana sendirian. Sementara Dirga yang melihat Kinara sudah berhasil menutup jendela itu, sontak kaget dan kembali mengetuk-ngetuk jendela kamar gadis tersebut.

"Ra? Kok jendelanya ditutup, sih? Gue sendirian di sini!" tukas Dirga namun Kinara tidak mendengarnya dan memilih untuk mengunci jendela kamarnya.

Dirga yang melihat hal itu, tentu saja semakin was-was. Pasalnya ini sudah sangat malam, dan di luar sini dirinya benar-benar hanya seorang diri. By the way, jarak antara Rumah Sakit dengan Rumah milik Kinara memang terbilang cukup dekat sehingga bisa di tempuh dengan jalan kaki saja. Oleh karena itu lah, Dirga berani datang kesini sendirian di malam-malam seperti ini.

"Ra, buka jendelanya!" pinta Dirga yang terus mengetuk-ngetuk kaca jendela Kinara, namun Kinara tidak menghiraukannya. Gadis ini hanya berdiri di depan jendela tersebut sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Pulang, Dirga!" balas Kinara kemudian. Namun Dirga terus saja menggelengkan kepalanya.

Alhasil, Kinara memilih untuk menutup jendela tersebut dengan gorden kamarnya hingga yang terdengar hanya suara Dirga yang terus saja memanggil-manggil nama Kinara.

Tetapi Kinara memilih untuk membiarkannya. Gadis ini lalu beranjak untuk naik ke atas kasurnya dan membiarkan Dirga di luaran sana sendirian. Kinara berpikir, jika dia mendiamkan Dirga seperti ini pasti lelaki itu akan pulang dengan sendirinya.

"Ra, Perut gue sakit! Kayaknya penyakit gue kambuh."

Kinara tidak mendengarnya. Pasti itu hanya akal-akalan Dirga saja agar Kinara mau membuka kembali jendela tersebut.

Tetapi, semakin lama ketukan di jendela kamar Kinara tersebut semakin berkurang. Hal itu membuat Kinara sedikit lega karena berpikir bahwa Dirga pasti sudah pulang ke Rumah Sakit. Lagian lelaki itu tidak akan tahan sendirian di luar sana dalam jangka waktu yang lama kan?

Sembari tersenyum lega, Kinara menutup kedua matanya--bermaksud untuk tertidur. Namun entah kenapa, semakin Kinara mencoba untuk tidur, semakin susah juga Kinara untuk tertidur. Pikirannya terus saja tertuju kepada sosok yang bernama Dirga. Seakan penasaran untuk memastikan di sana apakah lelaki itu masih berada di luar jendela kamarnya atau tidak.

Lantas, karena merasa tidak tenang sebelum benar-benar memastikan kebenarannya, akhirnya Kinara kembali bangkit dari tempat tidurnya dan beranjak untuk membuka jendela. Ia berjalan pelan dan mendapati bahwa bayangan di balik jendela tersebut sudah tidak ada. Itu berarti, Dirga memang sudah benar-benar pulang.

Kinara tersenyum puas ketika menyadari hal tersebut. Gadis ini menyibakkan jendelanya dan berkata, "Dia pulang juga ternyata."

Namun saat pandangannya tertuju ke arah luar jendela, mata Kinara refleks melebar ketika ia melihat tubuh Dirga tergeletak di atas tanah.

"Ra, Perut gue sakit! Kayaknya penyakit gue kambuh."

Deg.

Jantung Kinara seakan tiba-tiba berhenti. Kepalanya kini mulai berpikiran macam-macam. Kinara lalu mengetuk-ngetuk jendela kamarnya sembari berseru, "Woi! Dirga, lo ngapain tidur di situ!"

Kinara berharap bahwa lelaki itu akan meresponnya. Kinara juga berharap bahwa Dirga kali ini benar-benar mengelabuinya. Tetapi setelah beberapa detik lamanya, Dirga tidak juga merespon. Tubuh lelaki itu terus saja berbaring di atas tanah.

"Dirga, lo jangan buat gue takut!"

Kinara sekarang buru-buru membuka kembali jendelanya. Dan tanpa berpikir panjang, dengan kaki telanjangnya ia segera melompat keluar dari jendela kamarnya dan segera menghampiri Dirga.

"Lo lagi bercanda, kan!" tukas Kinara yang masih berusaha berpikiran positif. Namun lagi-lagi, tidak adanya respon dari Dirga sama sekali, membuat Kinara semakin ketakutan di tempatnya.

Kinara lalu mengubah posisinya menjadi jongkok, dan menggoyang-goyangkan tubuh Dirga yang masih berbaring.

"Dirga ... lo jangan buat gue takut kayak gini! Udahan bercandanya! Ini gue udah keluar kamar!"

Namun lagi, untuk kesekian kalinya, tubuh Dirga sama sekali tidak bergeming. Hal tersebut membuat Kinara menelan salivanya dengan susah payah dan akhirnya menyimpulkan, bahwa Dirga benar-benar telah jatuh pingsan.

EPOCH [On Going]Where stories live. Discover now