73 - Lengkara 2

204 43 0
                                    

"Mustahil kan dia ninggalin gue? Mustahil lah karena dia sayang sama gue."

"Gue ternyata salah, dia ninggalin gue untuk orang lain."

****

Rama terdiam dengan perkataan Shinta. Barusan apa hang gadis itu katakan? Mendongeng untuk orang lain? Mengapa tiba-tiba gadis itu bertanya seperti itu, apakah Shinta tahu kalau Rama sering mendongengkan atau membacakan cerita untuk Rasi? Sialan, tidak boleh tahu. Rama belum siap sama sekali. Namun, jika benar, dari mana Shinta tahu?  Apakah Aaron atau siapa pun itu yang menceritakannya atau Shinta hanya bertanya random?

"Ram awas!!" teriak Shinta dam sontak Rama menginjak rem yang jika tidak dia lakukan, maka mobil di depannya akan tertabrak. 

"Kamu tidak apa Ta?" ujar Rama lekas memastikan jika gadisnya tidak terluka sama sekali. 

"Harusnya aku yang tanya? Kenapa tiba-tiba melamun, kita lagi di jalan loh!" Shinta sangat terkejut. Andai Rama tidak ngerem mendadak, bisa-bisa mereka akan terluka. 

"Maaf Ta, maaf." Rama menepikannya mobilnya dulu karena ia merasa tidak fokus setelah mendengar perkataan Shinta tadi. 

Di sisi lain, Shinta merasa sangat bersalah. Namun, juga bingung. Apakah pertanyaan tadi yang membuat Rama begini? Perlahan gadis itu melirik pada Rama yang menghela napas berkali-kali. 

"Maaf ya, saya tidak fokus, kita di sini sebentar." Lelaki itu berujar sambil mengelus puncak kepala Shinta. 

"Maaf."

"Loh kenapa minta maaf?"

"Karena perkataanku tadi? Harusnya aku gak tanya aneh-aneh ke Rama pas lagi nyetir. Maaf banget."

Mendengar permintaan maaf Shinta, ada ratusan pisau yang seolah menusuk dada Rama. Sangat menyakitkan. Harusnya, Rama lah yang meminta maaf pada Shinta. Ada banyak sesuatu yang Rama sembunyikan dari Shinta karena Rama tidak berani jika Shinta mengetahui semua masa lalunya.

Perkataan orang-orang jika Rama adalah pembawa sial, masih sangat membekas bahkan mengetahui dirinya. Rama tahu jika teman-temannya ribuan kali berkata bahkan sampai bosan sekali pun, mereka hendak Rama percaya bahwa dirinya bukanlah pembawa sial. Namun, kenyataan lebih memberikan jawaban yanh pasti. 

Bagaimana bisa Rama tidak jadi anak pembawa sial? Padahal banyak sekali kejadian yang menimpa orang-orang yang dia sayangi dan Rama adalah pemicunya. 

Rahwana mati karena keegoisan Rama. Rahwana harus pergi secara mengenaskan karena melindungi Rama padahal bisa saja Rahwana selamat dan meraih mimpinya jika membiarkan Rama yang dipukuli hari itu.

 Aruna keguguran dan tidak bisa melahirkan lagi setelah mendengarkan kabar kematian Rahwana. Rama tidak hanya menghancurkan Aruna, tetapi membunuh adiknya yang masih berada dalam kandungan. Andai Rama yang mati, pasti Aruna tidak akan kehilangan bayi di perutnya? Bukankah dia hanyalah anak nakal dan egois yang Tuhan tarik hidupnya pun, orang-orang takkan ada yang menangis.

Rasi kecelakaan mobil di malam hari karena keegoisannya Rama yang ingin gadis itu menemuinya sesegera mungkin. Padahal malam itu sedang hujan lebat yang berakhir mobil Rasi ditabrak truk tidak terkendali hingga gadis itu terbaring koma. 

Aaron dan Devian sering sekali terluka parah, berdarah, bahkan lebam hanya untuk melindungi Rama dari orang-orang yang hendak menyakitinya. Rama tidak berani melawan balik akibat trauma yang dia derita. Mengakibatkan teman-temannya lah hang harus menanggung sakit. 

Lalu Arsya dan Bella yang selalu panik dan kesusahan jika trauma Rama kambuh. Padahal Rama tahu jika Arsya tidak hanya sibuk dengan kondisinya, tetapi ada ibunya juga yang harus dirawat karena gagal ginjal. Serta masih banyak lagi, rasa sakit yang diterima orang-orang di sekitarnya Rama bahkan mereka yang menyukai Rama juga akan berakhir tersakiti. 

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang