14 - Perban Yang Membalut

328 71 35
                                    

INEFFABLE BY SISINKHEART

Instagram : @sisinkheart dan @hf.creations

****
Ambil jeda dulu
Apakah tidak lelah terus mengejarnya?

****

Devian memasuki kelas dengan membawa tumpukan kertas. Kuis pelajaran matematika peminatan kemarin. Membuat semua mata yang ada di kelas menatap ke arahnya. 

"Paan tuh?" tanya Aaron. 

"Hasil kuis MTK peminatan," ujar Devian mengempaskan tumpukan kertas tersebut. "Sumpah, MTK nih labil, kadang susah, kadang agak susah, kadang samsek gak paham gue."

"Maka waktu itu julid ke gue gegara lo pinteran dikit," balas Aaron menatap kertas miliknya yang mendapat nilai 40.

"Gue pengen punya kontrakan atau kost 100 pintu aja."

"Apa hubungannya bege?" sahut Aaron kesal. 

"Gue gak perlu capek-capek kerja, tinggal nunggu setoran. Gue urutkan, kost pertama bayar tanggal satu, jadi tiap hari gue ada penghasilan."

"Teruskan khayalan lo."

"Lo mah enak, dah dapat warisan. Btw, tumben Rama lom datang?"

"Gue baru sadar juga, padahal bentar lagi gerbang di tutup."

"Gak sakit kan dia?" ujar Devian mengambil kertas kuis milik Rama. "What the – nilai dia 90 dong!"

Berselang dari itu. Rama masuk ke kelas. Devian baru hendak menyapa, ia terdiam sesaat ketika melihat tangan hingga jari-jemari Rama terbalut perban putih. 

"Kenape lo. Habis motong sayur?" ucap Devian.

Rama melempar tasnya ke kursi. "Diam," sahutnya dingin. 

"Heh bolot, lo bukan beneran habis motong sayurkan?" ujar Aaron. 

Rama berdecak sebal. Ia menenggelamkan wajahnya dikedua lipatan tangan. "Saya lagi bad mood!"

"Gue tanya tangan lo bolot, kenapa?" ucap Aaron, suaranya meninggi. 

Devian merasa ada yang aneh dengan Rama. 

"Luka, berdarah," ujar Rama, "cerminnya pecah." Ia mengepalkan kedua tangannya. 

"Maksud lo?" ujar Devian. 

"Saya tinju cerminnya sampai pecah! Sekarang kalian puas!"

Satu kalimat yang cukup membuat Aaron maupun Devian terdiam. 

****

Semalam Rama meninju cermin dikamarnya berkali-kali hingga cermin tersebut pecah dan jari-jemari Rama terluka hingga mengeluarkan darah. Aruna yang tahu hal itu sangat panik, ia memanggil temannya yang seorang dokter, untung saja dengan cepat ditangani. Padahal seharusnya Rama izin sekolah dulu, tetapi ia tidak mau. Ia berisi keras ingin tetap bersekolah, membuat Aruna menuruti keegoisan anaknya tersebut.

Kini Rama menatap pantulan cermin toilet sekolah. Ia mengigit bibir bawahnya, dadanya masih terasa sesak. Ia kepalkan tangannya yang diperban sangat kuat kemudian dengan cepat ia tinju cermin di depannya. Suara keras terdengar sesaat.

INEFFABLEWhere stories live. Discover now