57 - Rahwana

249 52 4
                                    


"Namaku Rahwana. Aku senang membaca, terus melihat bintang, kadang habis salat tahajud, diam-diam ambil teropong untuk lihat bintang, jangan kasih tahu bunda ya, ini rahasia kita. Mimpiku menjadi astronaut dan mengarungi luar angkasa." -Rahwana Yudhistira Dhananjaya

****

Anak lelaki itu terbangun sekitar pukul setengah tiga lewat, jadi ia melangkah pelan lalu keluar kamar. Sesaat ia intip melalui celah pintu kamar yang tak jauh dari kamarnya, terlihat adiknya sedang tertidur lelap dengan guling dan selimut jatuh ke lantai. Lelaki itu menggeleng sesaat, setelahnya ia menuju lantai bawah bermaksud untuk mengambil wudu. 

Walaupun pagi nanti ia bersekolah, ia tidak bisa meninggalkan salat tahajud terlalu sering, kemarin sudah tidak salat, jadi ia harus salat untuk malam ini. Lagi pula ada banyak yang hendak ia ceritakan pada Tuhannya, dimulai berterima kasih karena selalu memberi Aruna dan Indra kesehatan begitu juga dengan adiknya, rasa syukurnya karena mendapat peringkat pertama di kelas, tim basketnya juara, lalu meminta diberikan kekuatan karena tidak lama lagi ia akan memasuki semester 2 kelas 9 SMP, ia harus banyak berdoa dan berjuang agar bisa masuk SMA impiannya.

Lalu apalagi yang harus ia ceritakan dan pinta pada Tuhannya?

"Papah bilang kalau Hamba lulus nanti, papah bakal kasih hadiah, kami sekeluarga pergi umroh. Jadi Ya Allah, tolong kabulkan agar Hamba bisa ke Mekkah lagi kaya dulu."

"Terus tolong kabulkan juga, Ya Allah, selalu lindungi bunda, papah, Rama, Rasi, Aaron, Arsya, Bella, sama Devian, banyak banget ya, pokoknya lindungi mereka terus kasih kesehatan. Jangan kasih mereka banyak cobaan, jangan kasih sakit juga."

Tangis lelaki itu jatuh. Ia merasa dadanya sesak sekali, tidak tahu mengapa. Seolah ia merasa tidak akan lama lagi di dunia ini, oh jangan berpikir aneh-aneh, tapi ia merasa begitu membuatnya takut. Takut karena jika semisal ia tak ada, siapa yang akan menjaga adik dan orang tuanya, siapa yang akan mendoakan mereka?

"Maaf Ya Allah, Hamba malah mikir yang enggak-enggak. Intinya selalu lindungi mereka, tolong kabulkan semua doa Hamba-Mu ini. Aamiin."

Bersamaan doa itu selesai, pintu kamarnya terbuka yang memperlihatkan lelaki kecil dengan piyama garis biru sembari membawa guling putihnya. "Curang!" ujarnya mendekati sang kakak dengan kondisi masih setengah sadar. "Kenapa gak bangunin Rama! Harusnya bangunin, Kakak curang!" Tanpa aba-aba ia memukul kakaknya dengan guling yang ia bawa. 

"Maaf, maaf, tadi Kakak mau bangunin kamu, tapi gak tega habisnya kamu nyenyak banget tidur apalagi besok pagi sekolah."

"Harusnya bangunkan aja!!" rengeknya kini marah, jadi ia menuju kasir kakaknya dan merebahkan diri di sana. "Gak jadi dah, habisnya Kakak solat duluan!"

"Gak jadi solat nih?" 

"Gak, mau tidur aja, ngantuk. Sudah Kakak doakan juga, jadi aku gak usah." Rama meraih selimut putih, lalu ia tutupi sebagian tubuhnya. "Tadi doakan Rama 'kan? Biar papah mau belikan bola baru?"

"Iya sudah Kakak doakan."

"Mainan baru juga?"

"Iya Kakak minta mainan juga tadi, yang banyak lagi."

"Terus berdoa biar kita jalan-jalan ke Mekkah?"

Sang kakak terdiam sejenak, ada bingung menjalar ke dadanya bersamaan dengan sedih. "Iyaa sudah juga kakak berdoa."

"Okelah ... mudahan besok ... papah belikan mainan—" Dan ia pun tertidur pulas kembali. Kakaknya menggelengkan kepala lalu tersenyum kecil, setelah membereskan sajadah dan lainnya, ia berbaring di samping Rama. 

"Sehat-sehat ya sayang, adik kakak yang nakal, gak bisa diem, unik bin ajaib." Perlahan ia kecup puncak kepala Rama. 

Hari itu, sebelum fajar menjelang. Banyak sekali doa yang dipanjatkan oleh seorang lelaki yang menyebut dirinya sebagai Sang Pemimpi yang takkan pernah lelah bermimpi, berusaha, dan berdoa. Akankah semua doa yang ia panjatkan terkabulkan? Atau diganti dengan ribuan hal tak terduga dan lebih baik dari segala keinginannya?

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang