59 - Special Chapter III

175 40 5
                                    

Arti Sebuah Pertemuan

"Semesta suka sekali bercanda, dengan semua pertemuannya yang indah, lalu berakhir dengan perpisahannya yang tragis," ujar Rahwana.

****

Suara itu terdengar menggema di kelas mereka. Murid dari kelas lain yang melewati kelas tersebut geleng-geleng kepala atau langsung membicarakan kelas yang terkenal heboh tersebut. Untung saja kelas mereka jauh dari kantor guru jika tidak mereka pasti takkan sebebas ini. Walaupun ujian hanya bisa dihitung bulan saja dan masih ada tugas akhir serta praktikum yang belum mereka selesaikan, tidak akan mencegah mereka menikmati jam kosong hari ini karena guru yang mengajar sedang ada urusan.

Tanpa alat musik atau semacamnya, mereka dengan semangatnya bernyanyi lagu Pupus oleh Dewa 19. Beberapa ada yang terlihat malu-malu bernyanyi, ada juga yang memalukan. Kemudian ada juga murid yang sampai menangis entah karena alay, baperan, terbawa suasana, atau teringat pengalaman hidup mereka. Namun, jelasnya mereka akan mengingat hari ini sebagai salah satu kenangan di masa SMP sebelum perpisahan nanti.

"Siapa di sini yang cintanya bertepuk sebelah tangan?!!!" teriak Dimas.

"ALAY LO!!" sahut Aisyah.

"Apa sih lo, ngajak berantem?!" Dimas turun dari kursinya, ia hendak mendekati Aisyah, tetapi nyalinya langsung ciut saat gadis itu mengangkat kursinya. "Canda woy, astaga, lo cewek!"

Dari arah luar, ketua kelas mereka— Januar tiba-tiba menggebrak pintu dengan wajah panik. "EH DAH PADA KERJAIN TUGAS FISIKA KAH?"

"Hah yang mana? Gak ada tugas kali!" sahut Nirmala kebingungan. Ia termasuk murid peringkat atas, tetapi ia sama sekali tidak ingat tugas fisika.

"Ada woy! Barusan gue dari kantor terus Bu Nurhayati bilang segera kumpul tugas fisika." Ia menuju mejanya untuk memeriksa catatan.

"Gak ada!! Minggu kemarin kan kita Cuma materi aja, kalau ada tugas dah gue ingat!" Nirmala kuekeh jika tak ada tugas habisnya ia tak mau dirinya yang selalu mengerjakan tugas tiba-tiba satu kali rekor itu hancur.

Tak lama, Riska berseru dengan lantang, "astaga ada dong!!! Kemarin tuh materi, terus ada contoh soal yang belum selesaikan? Nah itu tugasnya!"

"GUE PIKIR ITU BUKAN TUGAS!" teriak salah satu anak kelas. "TOLONG WOY! BAGI CONTEKAN!"

Maka tergantikan lah kebebasan mereka dengan rasa panik serta jantung berdegup kencang. Mana waktu pengumpulan sekarang, jika pun bekerja sama, mereka tetap tidak akan selesai tepat waktu apalagi soalnya ada 10. Kini mereka menatap pada Rahwana yang sedari tadi diam saja.

"Rahwana tolong kami!"

"Gue gak mau kena marah!"

"Gue janji deh besok traktir Lo bakso, ya walaupun, lo bisa beli gerobak baksonya sih gegara tajir melintir. Bagi contekan tolong!!"

Rahwana mengangguk, ia menenangkan teman-temannya seolah menjadi malaikat yang turun dari surga dan akan segera menyelesaikan masalah mereka. Jadi Rahwana mengambil buku tugasnya, lembar per lembar ia buka. Senyuman penuh kebanggaannya masih terpatri, hingga menuju halaman akhir, senyuman itu berubah jadi rasa kami.

"Astaga." Rahwana menatap teman-temannya. "Gue juga lupa kerjakan."

"RAHWANA SINI LO, GUE BUANG KE SUNGAI!"

Drama panik di kelas mereka kini berubah menjadi semakin panik dan nyawa diujung tanduk. Bu Nurhayati mendatangi kelas mereka dengan tatapan nyalang. Ia tak percaya jika satu kelas tidak mengerjakan tugas yang ia berikan, entah mereka benar-benar lupa atau sengaja janjian untuk tidak mengerjakan tugas. Ya, Bu Nurhayati yakin jika opsi kedua lah yang paling tepat. Apalagi ia mendengar murid lain bergosip jika kelas ini sedang asyik bernyanyi.

INEFFABLEWhere stories live. Discover now