33 - Kamus Berengsek

260 63 10
                                    

Tak ada doa yang benar-benar diabaikan
Karena Tuhan akan selalu tahu

****

Hai, Shinta^^ 

Kami adalah warga hutan yang telah dikirimkan kepadamu. Kami akan menemani hari-hari kamu, ketika kamu sedih, marah, capek, bahkan patah hati sekalipun. Jadi tolong, jagalah kami, karena kami akan selalu ada untukmu.

Selain itu, ada sebuah pesan khusus melalui kami dari Tuan Rama Yudhistira Dhananjaya. Kata Rama, ia hendak meminta maaf karena sudah membuat Shinta khawatir akan dirinya yang tiba-tiba sakit dan tak bisa mengikuti lomba. 

Lalu, Rama juga akan meminta maaf secara langsung saat sekolah nanti. Jadi, setelah membaca pesan ini, tolong tunggu Rama^^

Terima kasih dan selalu tersenyum.

****

Semesta menggambarkan bahwa hari ini adalah hari bahagianya Shinta karena ada kejutan yang tak ia duga. Senyuman tak bisa berhenti terukir di wajahnya. Sebuah kado yang pengirimnya adalah sosok yang kini menjadi dunia baginya. Ketika dibuka, boneka couple dan juga boneka kura-kura rajut. 

"Unik banget dia, kasihnya boneka monyet sama kura-kura." Shinta tak tahu dari mana sifat unik Rama itu berasal, tetapi dari sifatnya itulah yang membuat seorang gadis yang menganggap jatuh cinta itu menyusakahkan kini malah jatuh cinta. 

Shinta menatap lekat pada boneka tersebut. "Gue kek pacar dia gak sih? Habisnya, minta maaf aja sampe ngasih boneka segala ...." Pertanyaan itu seketika terlintas. "Simulasi calon pacar kali. Oke, Ta, hentikan kegilaan ini!"

Shinta berjalan ke kasurnya. Menarik selimut birunya hingga di atas pinggang, berbaring sembari memeluk boneka monyet dengan baju biru. "Selamat malam kamus hidup, semoga mimpi indah. Mimpiin aku kalau bisa."

Taman bunga yang awalnya tak terisi itu, akhirnya dipenuhi mawar biru yang mekar dengan indah. Akankah sang pangeran mengajak Shinta tuk menyusuri taman itu? 

****

Dalam surat yang ditulis oleh sang pengirim yaitu si kamus hidup, mengatakan bahwa ia akan menemui Shinta untuk meminta maaf secara langsung. Namun, hingga detik ini, tak juga ia datang. Beberapa kali Shinta mengecek ponselnya, tak ada pesan. Hal ini membuat antusias Shinta untuk mendengar suara cowok itu lagi, perlahan menjadi kesedihan. Ia terus menunggu, bahkan hingga setiap jam pelajaran berlalu. 

Haruskah Shinta yang menemui Rama? Ia sebenarnya tak masalah karena ia hendak tahu bagaimana kondisi cowok itu. Namun, sesaat ia berpikir lagi, bisa saja Rama sedang sibuk karenanya belum bisa menemuinya. 

Ataukah Rama takkan menemuinya?

"Enggak." Ia sanggah perkataannya sendiri. "Mungkin kelasnya lagi banyak tugas."

Kelas Shinta setelah salat zuhur, guru yang mengajar tidak bisa masuk. Akhirnya Shinta berusaha menyibukkan diri dengan menggambar atau mendengar cerita dari teman-temannya, ia juga ikut menoton film melalui laptop.

"Ta, mau ikut enggak, pinjem buku diperpus untuk Biologi besok?" ujar Andin. 

"Boleh. Ira, lo mau ngikut nggak?" ujarnya pada Ira yang masih fokus pada laptop. 

"Lo deluan aja, gue sama Dinda nanti."

"Kalau bukunya habis, awas lo ngerengek ke gue," balas Shinta.

"Kagak bakal habis tuh buku, enggak kek soto ayam bu Jamilah."

"Iya deh iya." Shinta menyusul Andin dan lainnya.

****

Setelah meminjam buku, Shinta dan teman-temannya membelah lapangan karena lebih cepat dibandingkan melewati koridor. Dari sanalah, suara riuh terdengar, terlihat kakak kelas tengah bermain basket yang memicu beberapa siswi hendak melintas menghentikan langkahnya dan menonton permainan basket tersebut. 

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang