30 - Bunga Harapan

249 66 10
                                    

Tak semua manusia tahu
cara membahagiakan diri sendiri

****

Hari ini dilaksanakan perlombaan debat antara SMA Nusaraga melawan SMA Abimanyu. Kebahagian menguar bagi seluruh siswa-siswi SMA Nusaraga, karena selain bisa menonton debat yang fenomenal nanti, pembelajaran hari ini juga ditiadakan karena para siswa-siswi akan menjadi audiensi. 

"Napa lo panik sih? Ketinggaan makalah kimia?" ujar Ira merasa heran. Di saat anak kelasnya sedang asyik mendengar lagu K-pop melalui sepiker, Shinta malah terlihat cemas akan sesuatu. 

"Makalah kelompok gue aman aja," sahut gadis dengan rambut diikat tersebut.

"Terus?" Ira sembari membalas chat ekskulnya karena mereka hari ini harus mendokumentasikan lomba debat agar bisa dimasukkan ke mading sekolah. 

"Ini tentang dia ...." ungkap Shinta pada akhirnya dengan senyum kecil diakhir kalimat.

"Uhuk!" Ira hampir saja tersedak. "Dia, tumben lo? Dah mulai perhatian, cieee."

Shinta cemberut, ia merasa tak suka dengan ejekan Ira. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa ia memang tak bisa berhenti memikirkan akan Kamus itu. "Lo malah bikin gue kesel, lagian wajarkan kalau gue kepikiran tentang dia?"

"Iya deh iya, lo kepikiran tentang apa sih?"

"Yakan, dia hari ini lomba, gue takut aja kalau di terlalu diforsir ...."

Semetsa, bolehkah Ira tertawa terbahak-bahak sekarang juga? Sangat aneh mendengar Shinta yang mengkhawatirkan orang lain, terlebih seorang cowok? Biasanya gadis itu, tak peduli akan sekitar atau sulit sekali mengungkapkan rasa khawatir, tetapi kali ini?

"Lo tinggal chat dia, kan lo dah punya nomornya?" Ira urungkan niat tertawa karena tak mau mendapat gamparan dari Shinta.

"Udah gue chat dia." Di luar dugaan. "Tapi dia gak aktif sejak tadi malam."

"Ini alasan lo khawatir?"

"Iya, kalau dia gak kenapa-napa, pasti bales chat guekan? Apalagi kalau dia lagi lomba, pastinya banyak juga yang chat dia."

"Ta, it's okay, dia pasti baik-baik aja, mungkin gak balas chat gegara sibuk, jangan terlalu overthinking."

****

Beruntung sekali pembelajaran hari ini ditiadakan jadi anak kelas tidak perlu kalang-kabut karena kuis kimia yang sudah menanti sejak seminggu lalu. Mereka berharap bahwa bu Rahma tidak sakit hati karena hal ini. 

"Kalian serius Rama gak ada kasih surat izin kek atau apa gitu?" tanya Arsya untuk kesekian kalinya.

"Gak ada, gue aja habis dari kantor," balas Aaron kesal, ia juga masih berusaha menghubungi Rama, tetapi tak kunjung diangkat.

"Tanya anak debat kek, siapa tahu dia dah sama mereka?" ucap Bella, sungguh ini tidak seperti Rama biasanya. Jarang sekali, cowok itu tidak mengaktifkan ponselnya sejak semalam.

"Iya Sica, ini aku mau hubungi anak debat." Butuh waktu bagi Devian menyambungkan telepon ke salah satu anak debat yang ia kenal.

"Kenapa sih harus gini, gue pikir, dia gak aktif karena lagi istirahat, tapi sampe sekarang gak ada bales chat." Arsya jadi sakit kepala. 

"Gimana Re, ada sama mereka nggak?" tanya Bella ketika melihat Devian menutup ponselnya. 

"Mereka juga berusaha ngubungi Rama, tapi gak dijawab samsek. Katanya, bentar lagi debat dimulai kalau belum juga Rama datang, dia harus digantikan."

INEFFABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang