54 - Pasangan Yang Aneh

299 52 4
                                    

Tuhan, dia sudah pergi,
tetapi mengapa lukanya masih menetap?

****

"Rama, kenapa kamu bunuh Kakak?"

"Apa nggak cukup kasih sayang yang selama ini kamu berikan."

"Ram, Kakak yang pengen masuk Nusaraga loh, kok malah kamu?"

"Kamu dah banyak ngerampas mimpi Kakak, kenapa masih senang-senang aja."

"Katanya janji bakal jaga teman-teman kamu .... KENAPA KAMU BUAT DIA KOMA, RAM!!"

Dalam dinginnya ruang rawat inap ini, Rama tidak menyangka jika mimpinya akan sangat mengerikan. Kini ia turun dari sofa lalu menuju remote AC untuk mengurangi rasa dingin di ruangan ini.

Ia lalu menatap pada gadis yang terbaring di ranjang pesakitan tersebut. Tadi siang, kondisinya drop jadi Rama memutuskan untuk menginap malam ini di rumah sakit, lagi pula besok hari Minggu jadi tidak masalah jika ia pulang pas agak siang nanti. Ponsel Rama berdering, beberapa notif masuk seperti anak kelas yang berencana menonton Pengabdi Setan kedua atau grup chat Pohon Beringin yang di mana mereka berniat ke rumah sakit sekitar jam sembilan. 

Dari sekian pesan yang masuk, tak satu pun Rama balas, tetapi ia membalas pesan dari Shinta yang mengirimkan videonya yang sedang mengenakan kacamata bulat sembari mengerjakan tugas. 

Gadis itu hadir ketika Rama benar-benar merasa jatuh. Hanya dari tingkah kecilnya saja seolah satu per satu menutupi luka di dunia Rama. Namun, Rama masih belum sanggup untuk menceritakan semua tentang masa lalunya. Shinta sering sekali bertanya mengenai trauma Rama. 

Tentu saja, gadis itu pasti penasaran karena trauma bukanlah hal sepele. Apalagi akhir-akhir ini Rama sering kambuh dan itu saat sedang bersama Shinta. Bagaimana paniknya gadis itu saat melihat Rama pucat pasi, tangan dingin, bahkan hampir pingsan. Setelah semua baik-baik saja, Rama bisa melihat jelas, raut wajah Shinta yang hendak meminta jawaban. Namun, gadis itu tak pernah memaksa agar Rama menceritakan segalanya. 

Ia tersenyum manis, senyuman itulah yang membuat Rama kuat sekaligus sakit.

Mimpi-mimpi mengerikan akan Rahwana berasal dari rasa bersalah Rama di masa lalu. Saat ia tak mampu untuk menolong Rahwana dan membiarkannya pergi. Walaupun sudah dibawa ke psikiater berkali-kali dan melakukan penyembuhan, tetap saja, setiap berada di situasi yang memicu trauma itu datang maka Rama tak mampu melawannya. Apalagi saat ia melihat Aruna yang diam-diam menangis karena mengingat Rahwana, membuat Rama semakin bersalah. Andai saja Rama tidak egois saat itu, ia yakin Rahwana sudah berhasil mengejar cita-citanya dan keluarga mereka tetap utuh. 

"Saya tetap pembawa sial ya? Dulu kak Rahwana mati karena saya, terus kamu juga karena keegoisan saya. Terkadang saya takut, kalau Shinta bakal celaka kalau bersama saya."

Rama menatap sendu pada gadis di depannya ini. "Tapi saya sudah terlanjur jatuh cinta sama dia. Takdir suka bercanda ya."

****

Suara gaduh itu membuat Rama terbangun dari tidurnya. Ia baru sadar juga jika tubuhnya terbalut jaket berwarna biru tua. Pandangannya samar-samar menatap pada dua orang yang berlalu lalang sembari mengomel ria. 

"Makanya sebelum ke sini tuh cek dulu mobilnya bener apa kagak!" Bella kesal kini mendudukkan dirinya di sofa sembari menyeruput teh hangat. 

Devian cemberut, ia lekas meminta maaf pada gadisnya. "Maap, maap, kemarin lupa gegara asyik main basket."

"Buang-buang waktu astaga tadi, harusnya datang sejak satu jam lalu, mana hari ini panas banget."

"Tuh dah, kaya, tapi mobil kagak dirawat," timpal Aaron. 

INEFFABLEWhere stories live. Discover now