15 || Kemarahan Dua Iblis

11K 1K 75
                                    

Brak!

Gebrakan sebuah benda terdengar, Zyan yang mendengar itu lantas tersentak, beralih menatap Xavier yang menjadi dalang sumber suara itu.

Belum sempat mengatasi keterkejutannya, tanpa mengucapkan sepatah katapun Xavier langsung meninggalkan mereka berdua pergi entah kemana. Hal ini membuat firasat Zyan semakin tidak nyaman, ia merasa Xavier benar benar tengah marah besar saat ini

Pikiran Zyan masih dipenuhi oleh Xavier, ia masih tengah berfikir bagaimana cara meminta maaf kepada Xavier nanti, hingga tanpa sadar Zyan melupakan satu orang penting lagi disini.

Alan.

Mereka berdua sama-

sama sama menyeramkan kalau lagi marah.

Dehaman dari mulut Alan terdengar, mengalihkan seluruh perhatian Zyan kembali.

Saat mendongak kearah Alan yang tengah menatapnya tajam, sepontan Zyan langsung menelan ludah gugup dibuatnya. Bisa bisanya ia melupakan, kalau masih ada satu orang lagi yang harus ia beri penjelasan tantang kemana ia pergi beberapa menit yang lalu.

Kini bibir Alan menampilkan senyumannya, "kemarilah, kak."

Ah, here we go again.

Senyuman Alan disaat saat seperti ini memang menakutkan. Apalagi Alan tengah tersenyum, tapi tatapannya begitu tajam dan menusuk. Zyan benar benar merasa terancam karena ini. Di satu sisi otaknya bilang untuk segera pergi dari sana, namun disisi lain sebagian dari dirinya bilang untuk tetap disana dan menghadapi kemarahan Alan agar tidak diperlakukan lebih parah.

Mereka kini tengah berada di tenda panitia, dengan Alan yang tengah duduk anteng di salah satu kursi dengan senyumannya.

Beberapa panitia disana sudah pergi, merasa kalau keduanya juga butuh privasi. Apalagi saat melihat wajah tidak bersahabat Xavier dan Alan tadi, mereka memutuskan untuk menjauh dari jangkauan mereka untuk saat ini, tidak ingin mendapat imbas dari mood keduanya yang sedang buruk.

Zyan berjalan mendekat kearah Alan, tidak langsung duduk, hanya berdiri menghadap Alan dengan kepala tertunduk.

"Duduklah," titah Alan.

Ketika mendengar perintah itu barulah Zyan mendudukkan dirinya, tetap dalam keadaan wajah tertunduk. Zyan tengah memikirkan alasan yang tepat untuk Alan agar mau menerima penjelasannya.

Mungkin dengan sedikit kebohongan tidak masalah.

Tatapan Alan benar benar mengintimidasinya, walaupun senyuman masih terukir diwajahnya, tetap saja menurut Zyan itu terlihat mengerikan. Zyan sampai meremat jari jarinya untuk mengalihkan kegugupan, berharap Alan segera menyudahi tatapan menyeramkannya itu.

"Jadi? Apa apaan itu, pergi tanpa izin dari kami? Bukankah tadi sudah kubilang untuk tetap berada ditempatmu sampai kami selesai kakak?"

Zyan tidak tau harus menjawab apa, bahkan ia sangat mengerti kalau apapun yang ia katakan saat ini akan tetap akan salah dimata Alan.

Tatapan Alan terus mengganggunya sedari tadi. Zyan semakin bingung mau menjawab apa, takutnya alasan yang Zyan berikan tidak dapat Alan terima yang berakhir dengan kemarahan Alan yang semakin memuncak.

Sudah mulai muak, akhirnya Alan kembali membuka suara. "Hm? Setelah kejadian tadi, kakak mendadak bisu ya?" sarkas Alan yang membuat Zyan semakin tidak nyaman karena dituntut seperti itu.

Akhirnya Zyan memutuskan alasan yang akan ia berikan. "Zyan bosan. Lagian tadi cuma pergi dekat Agam kok, nggak boleh ya?" ujar Zyan yang tampak ragu dengan jawabannya sendiri.

My Cute Big BrotherWhere stories live. Discover now