Gavin untuk Givea (Tahap revi...

Galing kay Loudstarr

248K 16.3K 2.4K

"Pilihan lo cuman dua pergi atau mundur?" "Sampai kapanpun pilihan aku cuman satu kak, tetep mencintai kamu s... Higit pa

Part 1 : Bekal (Sudah revisi)
Part 2 : Tak menyerah (Sudah revisi)
Part 3 : Nebeng (Sudah revisi)
Part 4 : Keluarga kepo (Sudah revisi)
Part 5 : Rizal Chandra Mahardika (Sudah revisi)
Part 6 : Merasa bersalah (Sudah revisi)
Part 7 : Sorry (Sudah revisi)
Part 8 : Chatting (Sudah revisi)
Part 9 : Sebuah pilihan (Sudah revisi)
Part 10 : Salahkah mencintai? (Sudah revisi)
Part 11 : Gosip netizen (Sudah revisi)
Part 12 : Givea marah? (Sudah revisi)
Part 13 : Berhenti? (Sudah revisi)
Part 14 : Rasa sakit (Sudah revisi)
Part 15 : Serpihan masalalu (Sudah revisi)
Part 16 : Tentang rasa (Sudah revisi)
Part 17 : Siska Audreylia (Sudah revisi)
Part 18 : Cemburu (Sudah revisi)
Part 19 : Pasar malam (Sudah revisi)
Part 20 : Titik terendah (Sudah revisi)
Part 21 : Ada apa dengan hati? (Sudah revisi)
Part 22 : Jatuh (Sudah revisi)
Part 23 : Menjauh (Sudah revisi)
Part 24 : Jangan pergi! (Sudah revisi)
Part 25 : Kehadiran Lina (Sudah revisi)
Part 26 : Tawaran
Part 27 : Gombalan Givea
Part 28 : Sebuah keputusan
Part 29 : Rumah sakit
Part 30 : Rumah sakit (2)
Cast🖤
Part 31 : Mulai membaik
Part 32 : Kejadian di kantin
Part 33 : Ungkapan Rizal
Part 35 : Pelukan
Part 36 : Siska berulah lagi
Part 37 : Gagal move on
Part 38 : Kebohongan
Part 39 : Gavin emosi
Part 40 : Menghilang
Part 41 : Disekap?
Part 42 : Kembali bertemu
Part 43 : Ancaman
Part 44 : Kobaran dendam
Part 45 : Pamit
Part 46 : Ujian sekolah
Part 47 : Rahasia Dinda
Part 48 : Teror
Part 49 : Teror kedua
Pengumuman

Part 34 : Gavin pergi jauh

3.5K 195 36
Galing kay Loudstarr

Happy Reading😊

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Givea berdiri di pembatas balkon kamarnya, tatapannya masih mengarah ke depan dengan kosong. Pikirannya berkelana, ia masih memikirkan ucapan Rizal saat di mobil tadi.

Perasaan bersalah sedikit menghantuinya saat di sepanjang perjalanan menuju ke Gramedia sampai pulang tadi ia mendiamkan Rizal, padahal sebenarnya Rizal tidak salah apa-apa, hanya dirinya yang terlalu syok.

Ting.

Bunyi notifikasi membuyarkan lamunan Givea, gadis itu berbalik dan berjalan ke arah ranjang untuk meraih hp-nya yang tergeletak di atas kasur.

"Rizal?" beonya ketika menatap satu persatu pesan bermunculan di layar hp-nya.

9 chat, 26 panggilan.

Rizal😀
Givea?
Lo marah sama gue ya?
Maaf Giv maaf.
Gue minta maaf karena udah buat lo kecewa.
Mungkin waktunya nggak tepat buat ngungkapin isi hati gue disaat lo lagi sedih.
Tapi serius Giv, gue nggak bermaksud apa-apa kok, gue cuman nggak mau lama-lama mendem perasaan ini.
Lo mau maafin gue kan Giv?
Giveaaa :(
Plis jangan diemin gue kayak gini, gue jadi ngerasa bersalah banget :((

Givea tak bergeming, tangannya meremas benda lunak itu kuat-kuat ketika membaca isi chat dari Rizal. Ia tak bisa, tak bisa marah kepada seorang Rizal yang sudah menjadi seseorang paling berarti di hidupnya, Rizal selalu baik kepadanya bahkan ketika terang-terangan cowok itu tau bahwa ia mencintai Gavin.

Kenapa harus Rizal yang mencintainya? kenapa bukan orang lain saja? Givea takut menyakiti hati Rizal, jujur ia tak bisa membalas perasaan Rizal dan Givea tidak mau ketika harus melihat orang terdekatnya merasakan hal yang sama seperti dirinya, yaitu terluka.

Cukup ia saja yang merasakan sakitnya mencintai tanpa memiliki.

"Gue harus apa?" gumam Givea dengan nada melirih.

*****

Farah merangkul pundak Givea memasuki kantin, dengan Dinda yang mengekor di belakangnya.

"My pacar, sini aja" teriak Romli melambaikan tangannya mengisyaratkan agar Farah bergabung di mejanya.

Cowok itu duduk berdua dengan Deni di meja belakang.

Farah beranjak dari sana dan bergabung di meja Romli. Tak lupa dengan kedua sahabatnya.

"Mau pesen apa?" tanya Romli lembut sembari mengelus rambut hitam milik Farah.

"Apa aja" balas Farah membuat Romli terkekeh pelan.

Jadi gini rasanya jadi bucin.

Mereka semua menatap dua sejoli itu dengan malas.

"Lo semua mau pesen apa? gue pesenin deh mumpung aa Romli lagi baik" ucap Romli menatap satu persatu wajah teman-temannya.

"Samain lo aja" balas Deni lesu, cowok itu nampak tak bersemangat hari ini.

Romli mengangguk lalu pergi untuk memesan makanan.

Dinda hanya melirik Deni sekilas lalu kembali fokus dengan ponselnya, Givea yang menyadari hal itu pun mengernyit, tak ada yang tau perubahan raut wajah mereka berdua, hanya Givea yang selalu peka oleh keadaan sekitar.

Mereka kenapa ya?

"Woy kita ikut gabung ya" ucap seseorang tiba-tiba datang menghampiri meja mereka. Dia Rizal dan Ali.

"Hm silahkan" balas Deni singkat.

Mereka berdua duduk di samping Deni bersebrangan dengan kaum perempuan di depannya.

Givea sempat melirik Rizal lewat ekor matanya, cowok itu kini tengah memperhatikannya, Givea tau itu.

"Wahai kawan-kawan pesanan datang" ucap Romli heboh sembari menaruh satu persatu makanan di meja mereka.

"Lah lo berdua disini?" tanya Romli menatap Rizal dan Ali bergantian dengan mata memicing.

"Iya kenapa emang? Deni ngizinin kok" balas Ali datar.

Romli menghela nafas pasrah "Oke deh tapi gue ga bawain pesanan buat kalian, jadi lo berdua pesen sendiri sono" suruhnya disertai senyuman mengejek, membuat Rizal ingin sekali menampol wajah kakak kelasnya yang menyebalkan itu.

"Biar gue yang pesen" ujar Ali tiba-tiba langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Eh tunggu-tunggu" pekik Romli membuat langkah Ali terhenti.

Cowok itu membalikan badannya menatap Romli dengan pandangan bertanya. Tak terkecuali mereka semua yang menatap Romli dengan sorot bingung.

"Gue titip nampan ya" lanjut Romli nyengir langsung memberikan nampannya pada Ali membuat Ali mendengus.

Rizal yang melihat itu pun tertawa hingga mengundang perhatian Givea yang sedari tadi sibuk mengotak-atik ponselnya.

Pandangan mereka bertemu, Rizal sempat terpaku kala netra hitam miliknya beradu dengan netra coklat milik Givea hingga selang beberapa detik. Dengan cepat Givea langsung memutuskan kontak matanya dan membuang muka ke arah lain.

Rizal mencengkeram gelas minuman Deni yang berada di depannya, entah mengapa hatinya terasa jauh lebih sakit ketika melihat Givea menghindarinya dan enggan menatapnya seperti ini.

"Lin, sini" panggil Givea pada Lina yang sedang berdiri tak jauh di depannya dengan membawa makanan.

Lina terlihat celingak-celinguk disana, sepertinya cewek itu sedang mencari tempat duduk namun sayangnya sudah tak kebagian.

Cewek itu menoleh ke arah Givea dan tersenyum kecil tatkala melihat Givea melambai-lambai ke arahnya, ia langsung beranjak dan berjalan ke meja Givea.

Hal itu sontak mengundang perhatian teman-temannya.

"Lo kenal sama dia Giv?" tanya Deni pada Givea dengan penasaran.

Givea mengangguk "Hm, sepupunya kak Gavin" balasnya cuek.

Mereka semua pun terkejut dengan fakta itu kecuali Farah, Dinda dan ia sendiri yang memang sudah tau sebelumnya.

"Anjir pantesan pas Gavin sakit gue liat dia ada disana kirain cuman temennya kakaknya Gavin" ujar Romli heboh.

"Iya, udah ssstt diem orangnya udah otw kesini" ucap Farah mengarahkan jari telunjuknya di depan hidung pacarnya itu.

"Sendirian aja lo?" tanya Givea saat Lina mendaratkan pantatnya duduk di sampingnya.

"Hm, gue selalu sendirian kemana-mana" jawab Lina terkekeh kecil sembari meletakkan baksonya di meja.

"Lo nggak kesepian emangnya?" celetuk Farah tiba-tiba bertanya.

Lina menggeleng pelan "Udah biasa sih gue kayak gini"

"Kenapa?" tanya Dinda pelan namun masih di dengar oleh mereka.

"Hah?" Lina menatap Dinda dengan raut wajah tak mengerti.

"Kenapa nggak nyari temen?" Dinda mengulangi pertanyaannya barusan.

"Nggak perlu, karena gue udah anggep Givea sebagai temen baik gue" ujar Lina menatap Givea penuh arti.

"Lalu ... kita enggak nih?" tanya Farah sedikit menggoda.

"Lo semua temen gue kalo lo nganggep, soalnya prinsip gue kalo gue dianggap ya gue akan menganggap orang itu balik tapi kalo enggak ya gue enggak!"

Mereka semua terperangah mendengar ucapan Lina barusan.

"Gue baru tau kalo ternyata lo adalah sepupunya Gavin" sahut Deni menatap Lina dengan tak percaya.

"Ngomong-ngomong soal Gavin, gue jadi kangen sama dia, biasanya kita selalu ke kantin bareng" ucap Romli sendu, tersirat guratan kesedihan dalam tatapan cowok itu.

"Uhuk Uhuk" Givea yang sedang meminum jusnya pun refleks tersedak ketika mendengar lontaran kalimat dari Romli barusan.

Farah menepuk-nepuk pundak Givea pelan.

"Lo gapapa kan Giv?" tanya Dinda memastikan.

Givea mengangguk "I'm fine" lirihnya. Namun kalimat itu berarti lain hal baginya.

"Gue juga kangen sama Gavin, gimanapun nggak sukanya gue sama sikapnya tapi bagaimanapun juga Gavin tetep sahabat gue" sahut Deni dengan nada bicara melemah.

"Apalagi gue Den, gue lebih lebih kangen sama Gavin walaupun Gavin sering ngebuat hati gue sakit tapi perasaan gue nggak pernah bisa berubah sedikitpun" batin Givea berseru.

"Udah guys gausah mellow, kita sama-sama berdoa aja semoga Gavin bisa cepet sadar dari komanya" ucap Farah membuat mereka semua mengangguk.

Rizal berpindah duduk di samping Givea dan menepuk-nepuk pundak cewek itu pelan "Gue tau lo kuat Giv" ujarnya lirih sebelum berlalu pergi dari hadapannya.

Givea terdiam seribu bahasa.

*****

"Rizal tunggu!"

Cowok itu menghentikan langkahnya tepat di tangga rooftop, Rizal membalikkan tubuhnya dan tersenyum tipis ke arah Givea.

"Sini" perintahnya membuat Givea berlari mendekat dan memeluk tubuh Rizal refleks.

Rizal memejamkan mata, membiarkan Givea memeluknya untuk beberapa saat, ia hanya tersenyum sembari membelai lembut rambut Givea yang tercium aroma khas shampoo bayi.

"Maafin gue" lirih Givea dalam dekapannya. Hal itu membuat hati Rizal semakin tercubit.

Givea adalah kelemahannya.

Cukup sudah ia berpura-pura kuat selama ini, inilah jati diri Rizal yang sebenarnya. Lemah.

Givea mengurai pelukannya dan menatap Rizal sendu "Maaf Zal, maafin sikap gue semalem"

Rizal menggeleng kuat "Lo nggak salah apa-apa Giv, disini gue yang salah dan harusnya gue yang minta maaf bukan elo!" ucap Rizal sembari meraih tangan Givea dan membawanya dalam genggamannya.

"Lo nggak perlu nyalahin diri lo Zal, gue yang nggak tau diri, harusnya gue paham kalo cinta itu emang datangnya tanpa permisi" balas Givea menatap dalam manik Rizal.

"Harusnya lo nggak suka sama gue Zal, gue nggak pantes buat lo sukai, gue terlalu menyakiti hati lo, lupain perasaan lo ke gue Zal, lupain ..." lirih Givea sembari menarik kedua tangannya dari genggaman tangan Rizal.

Deg.

Hati Rizal semakin hancur saat ini.

Bagaimana bisa ia melakukan hal itu? Melupakan seseorang yang ia cintai, walaupun nyatanya memang harus seperti itu.

"Gue udah coba berkali-kali Giv, tapi tetep nggak bisa, hati gue masih utuh buat lo dan semakin gue deket sama lo rasa ini bukan semakin hilang namun semakin tumbuh"

"Kalo gitu jauhin gue" titah Givea membuat Rizal menggeleng cepet.

"Kalo lo nggak mau, biarin gue menjauh dari lo Zal, biar hati lo nggak tambah sakit"

Rizal menggeleng kuat, ia tak habis pikir Givea akan berkata seperti itu. Jujur ia tak bisa melakukan kedua hal yang Givea minta, biarpun Givea tak bisa membalas cintanya setidaknya Givea tidak pergi dari hidupnya.

"Nggak! Gue nggak mau, Gue nggak bisa jauh dari lo Giv dan lo harus tau itu!" tegas Rizal dengan tatapan seriusnya.

Givea menundukkan kepalanya, rasa bersalah semakin besar menghampirinya "Tapi Zal lo udah tau kan kalo gue nggak bisa balas perasaan lo dan gue takut, gue takut ngebuat lo makin sakit saat lo di dekat gue, lo itu berarti buat gue Zal gue udah anggep lo seperti saudara kandung gue sendiri, cukup gue disini yang ngerasain rasa sakit, jangan orang-orang yang gue sayangi"

"Gue tau Giv, gue tau lo nggak bisa balas perasaan gue dan itu nggak berpengaruh bagi gue, gue mau tetep di samping lo dan selalu jagain lo plis jangan pernah berpikir untuk pergi hanya karena lo takut ngebuat gue terluka, asal lo tau gue akan jauh lebih terluka ketika lo menjauh dan menghindar kayak tadi, gue nggak papa Giv gue strong kok ini udah biasa bagi gue karena gue udah terima apapun konsekuensinya" ujar Rizal panjang lebar mengutarakannya isi hatinya.

Givea menghela nafas dan kembali mendongak menatap wajah Rizal "Gue nggak akan menjauh dari lo tapi gue minta satu permintaan sama lo Zal"

"Apa Giv?"

"Gue mohon lupain perasaan lo ke gue Zal, gue yakin perlahan lo bisa ..."

Rizal terdiam lama.

Sedetik kemudian Rizal menghela nafas berat dan mengangguk ragu "Gue akan coba Giv" ucapnya membuat Givea tersenyum samar. Gue cuman nggak mau lo makin sakit Zal.

*****

"Satu, dua, tiga, em--"

"WOY GIV!"

Gives menoleh kesal, melihat siapa yang berani mengganggu kegiatannya saat ini. Ternyata adalah si sepatu Ando, mau apa lagi cowok itu?

Vando sialan.

"Ngapain lo kesini?" tanya Givea mendongak menatap Vando tak suka.

"Emm gabutz" jawab Vando asal sembari memasukan beberapa snack ke dalam mulutnya.

Vando langsung duduk tanpa permisi di kursi samping Givea. Givea menatap tak percaya cowok di depannya, dalam hati ia mengutuk habis-habisan cowok menyebalkan itu.

"Lagian ngapain sih lo? sibuk amat kayaknya" tanya Vando menatap buku-buku Givea yang berserakan di meja.

Hari ini kelas Givea sedang jam kosong jadi kelihatan sepi, hanya ada satu dua siswa yang tersisa di sana, karena yang lain banyak yang sudah membolos keluar kelas.

"Gue lagi nulis absen kelas, Pak Seno nyuruh gue buat nulis siapa aja siswa yang bolos saat jam kosong"

Vando mengangguk paham "Ketat juga ya tuh guru peraturannya"

"Iyalah, banyak yang nilai ulangan hariannya di kurangi loh akibat sering membolos dan keluar saat jam kosong padahal diberi tugas"

"Termasuk lo juga kan?" tanya Vando sembari terkekeh pelan.

Givea mencubit lengan cowok itu lumayan kencang "Nggak ya! gue akui gue emang pernah bolos saat jam kosong tapi bukan pas jam pelajarannya Pak Seno"

"Iyalah lo kan takut di hukum Pak Seno hahaha" Vando menertawainya dengan kencang.

Givea membuang nafas kasar "Vando anjir sialan bangsat" umpatnya kesal.

"Enggak deh enggak, gue cuman mau bilang kalo lo itu pinter cil"

"Iyalah gue gitu loh" ujar Givea membalas dengan bangga.

Sedetiknya Givea mengangkat telunjuknya, tersadar akan ucapan Vando barusan "Bentar-bentar lo tadi manggil gue apa Van?" tanyanya.

"Cil" balas Vando singkat.

"Maksudnya?"

"Kancil"

Bugh.

Vando meringis tatkala Givea langsung melayangkan pukulan pada kepala cowok itu menggunakan buku paket tebalnya.

"Anjir bar-bar banget sih lo jadi cewek" umpat Vando kesal.

"Bodo amat"

"Heran gue, bisa nggak sih lo jadi cewek kalem dikit gitu" hardik Vando.

"Nggak bisa! pokoknya yang berani ngehina gue harus menerima akibatnya" tegas Givea.

Vando mendengus "Iya-iya gue doang yang digituin mah"

"Bukan lo doang goblok!"

Vando memutar bola matanya malas "Gue doang Giv, buktinya waktu Gavin terang-terangan ngehina lo aja, lo diem kok" terang Vando membuat Givea langsung terdiam.

Mood Givea langsung menurun drastis.

Vando yang menyadari kesalahan pada ucapannya pun menepuk kasar bibirnya sendiri. Bego Van bego!

"Giv, maksud gue--"

"Pergi Van"

"Hah?"

"Pergi dari sini sebelum mood gue tambah buruk" ucap Givea datar namun penuh penekanan.

Vando menelan ludahnya "Tapi Giv gue kan cuman--"

"GUE BILANG PERGI YA PERGI! LO BUDEG YA?"

Vando tersentak kaget saat Givea tiba-tiba membentaknya, namun ia langsung mengangguk paham akan situasi dan ia pun beranjak keluar menjauhi kelas Givea dengan perasaan campur aduk.

*****

Givea berlari menelusuri lorong rumah sakit dengan tergesa-gesa, hingga langkahnya terhenti saat ia sampai di depan ruang ICU, ruangan yang sudah tak Givea kunjungi selama kurang lebih dua hari.

Ia baru saja mendapat telepon dari Lina bahwa kondisi Gavin semakin memburuk, makanya setelah pulang sekolah Givea langsung menuju ke rumah sakit. Bahkan sekarang Givea masih memakai seragam sekolah.

Tanpa pikir panjang Givea langsung membuka knop pintu dan masuk. Saat sampai di dalam Givea mematung di tempat.

Kosong.

Ruangan itu sudah terlihat rapi seperti tak ada yang menempati. Lalu kemana Gavin?

Jangan-jangan..

Givea langsung keluar dari sana dan panik mencari-cari dokter atau suster.

"SUS SUSTER" panggil Givea berteriak panik, masa bodo dengan orang-orang yang menatap dirinya aneh. Givea hanya ingin tau dimana Gavin, sungguh ia sangat khawatir.

"Iya mbak ada yang bisa saya bantu?" tanya suster tiba-tiba menghampirinya.

"Mbak pasien yang di ruangan ini kemana ya?" tanya Givea sembari menunjuk ruangan ICU nomor '134'

Suster itu terdiam lalu menunduk.

"Sus" panggil Givea dengan nada sedikit meninggi. Perasaannya kini sudah berkecamuk, ia hanya takut jika apa yang ada di pikirannya beneran terjadi.

Suster itu semakin menunduk membuat Givea dilanda rasa curiga "Ma-maaf mbak"

"Maaf apa sus?" tanya Givea penasaran sekaligus khawatir.

Suster itu terdiam lama "Maaf mbak" cicitnya pelan.

"IYA MAAF APA SIH SUS? SAYA ITU BUTUH JAWABAN BUKAN KATA MAAF!" murka Givea, ia tak bisa menahan emosinya, pasalnya suster itu sedari tadi sangat menyebalkan.

"Ma-maaf mbak setau saya pasien yang berada di ruangan itu sudah tidak ada" jelasnya.

"Hah? maksudnya?"

"Pasien sudah tidak ada mbak, pasien sudah pergi!"

Deg.

Givea tak bisa berekspresi apapun, ia sangat syok dengan ucapan suster barusan.

"Pe-pergi?" gumamnya.

"Maaf mbak saya permisi dulu" pamit suster itu beranjak membuat Givea tersadar dari lamunannya dan langsung mencegahnya.

"Sus plis jawab saya yang bener, saya butuh jawaban yang pasti, dimana pasien yang bernama Gavin?" Givea mengulangi pertanyaannya dengan wajah yang memelas.

"Maaf mbak saya sudah mengatakannya tadi dan saya permisi" suster itu langsung berlari cepat pergi menghindar dari Givea.

"SUSTER TUNGGU GUE BELOM SELESAI NGOMONG, ARGGHH" teriaknya yang ia yakin masih bisa di dengar oleh suster tadi.

Givea kini sudah menjadi pusat perhatian orang-orang di rumah sakit, mereka menatap Givea dengan pandangan aneh bahkan ada juga yang berbisik-bisik.

'Tuh orang kenapa sih dari tadi ngamuk'

'Jangan-jangan dia gila'

'Ga tau sopan santun banget padahal ini di RS'

'Sekolahan tinggi tapi kayak ga di didik ya'

'Perilakunya buruk banget'

"KALO GATAU APA-APA MENDING DIEM" sarkas Givea menatap wajah orang-orang itu dengan tajam.

Melihat Givea akan semakin murka, orang-orang itu langsung pada bubar.

Pasien sudah tidak ada mbak, pasien sudah pergi.

Jawaban suster tadi begitu terngiang-ngiang di kepala Givea, ia tau yang di maksud pergi oleh suster tadi maksudnya adalah pergi ke dunia lain.

"Gue belom selesai ngomong hiks ... kak Gavin jangan tinggalin aku hiks ..." Givea terisak pelan dibalik kedua telapak tangannya.

Tubuh Givea langsung merosot ke lantai, nafasnya naik turun tak teratur, ia sudah menangis sejadi-jadinya di depan pintu ruang ICU.

"Giv"panggil seseorang berjongkok dan mengusap lembut punggung Givea.

Givea mendongak menatap siapa yang datang. Ternyata Lina.

"Lina hiks ..." Givea langsung berbalik dan menghambur ke pelukan Lina.

Lina membalas pelukan Givea erat dan mengusap bahu Givea menenangkan.

"Lin bilang kalo semua ini bohong? kak Gavin nggak mungkin ninggalin aku kan Lin?" tanya Givea melepaskan pelukannya dan menatap  Lina dengan nanar.

"Gu-gue minta maaf Giv, gue nggak bisa jaga Gavin dengan baik dan sekarang Gavin udah pergi jauh" Lina menunduk menyembunyikan kesedihannya.

Seakan tak percaya dengan ucapan Lina Givea menggeleng kuat, memastikan kalo semua ini hanya mimpi. Apa yang ia takutkan benar-benar terjadi? Givea nggak bisa nerima itu semua.

"NGGAK, NGGAK MUNGKIN!" teriak Givea memundurkan tubuhnya sembari menutup kedua telinganya.

Sekarang ia sudah seperti orang gila, yang menangis dan berteriak sejadi-jadinya di rumah sakit.

Lina ikut menangis melihat Givea seperti ini "Gue juga nggak nyangka sama semua ini Giv tapi--"

"Kak Gavin dimana sekarang?" tanya Givea memotong ucapan Lina barusan.

"Gavin udah di--"

"Bawa gue kesana sekarang!" potong Givea cepat dengan nada dingin.

Lina mengangguk pasrah lalu berjalan mendahului "Ikut gue Giv" balasnya.

Givea menghapus jejak air matanya dengan kasar dan berjalan mengekor di belakang Lina dengan perasaan yang sangat hancur tentunya.

****
Sedih nggak nih Gavin pergi? Hikss sama aku juga sedih😭😭

Feel-nya dapet nggak ya kira-kira? soalnya aku buatnya rada asal-asalan :v

Ada yang mau disampaikan untuk Gavin?

Untuk Givea?

Bingung harus gimana lagi ngebuatnya, idenya suka ilang soalnya hehe🙂

Kalo mau lanjut silahkan spam next dulu.

Jangan lupa Voment💛

#Rahayu

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

717K 48.9K 41
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
101K 6.9K 60
#1NANGISSAMPEKELUARINGUS #1MENGSEDIH #1MENGGALAU #1MEMBAPERSAMPELAPER #1COGAN Coverby : Me (@xyznebula)✨ Cerita ini berawal dari Ardan Cowok culun ya...
2M 103K 44
[Squel Vanya] [16++] [Part Lengkap] [follow sebelum membaca] Kejadian 'malam itu' membuat Kanaya harus menikah dengan cowok yang telah membuat hidupn...
3.7M 295K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...