Happy Reading😊
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Gavin membanting ranselnya asal di tempat tidurnya, dengan cepat ia mengganti seragamnya lalu menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang king size-nya, di kamar yang bernuansa serba hitam yang selalu membuat Gavin betah berlama-lama di kamarnya.
Tok Tok Tok!
Baru saja Gavin standby bersandar di kepala ranjang dengan menyumpal earphone di telinganya, sudah ada yang menganggunya.
Ceklek.
Pintu terbuka menampakkan seorang wanita paruh baya yang usianya sudah berkepala empat namun masih terlihat cantik dan awet muda seperti gadis berumur dua puluh tahunan. Dia adalah Sandra, mama tercintanya Gavin.
Dengan gerakan mencabut earphone yang masih bertengger di telinganya Gavin kembali menatap Sandra malas, "Astaga mama, hmm kebiasaan deh ganggu Gavin mulu!" sungut Gavin tidak terima lantaran dirinya ingin istirahat.
Perempuan itu terkekeh geli, lalu tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala putranya, sambil geleng-geleng melihat tingkah laku anaknya yang kadang menyebalkan kadang manja itu.
"Emang mama nggak boleh ketemu putra mama sendiri yang paling ganteng ini, hm?" tanya Sandra lembut.
Cowok itu merengut kesal. "Ish apasih mah, jangan gitu napa, ntar kepala Gavin tambah besar kayak adudu!" rengeknya manja seperti anak kecil. Padahal beberapa detik lalu Gavin kelewat menyebalkan.
Btw jangan heran ya guys Gavin yang bermulut pedas akan menjadi sok imut kalau sudah berhadapan dengan sang mommy.
"Gapapa biar makin imut," ujar Sandra sembari tertawa pelan.
Terdengar desahan kecil dari mulut Gavin sebelum akhirnya cowok itu mendusel-ndusel di pelukan mamanya. "Iiihh, mama kok gitu sih."
"Mama hanya bercanda sayang."
"Ada apa mama ke kamar Gavin?" tanya Gavin kali ini dengan serius.
Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Nggak ada apa-apa sayang," balas Sandra berbohong.
"Jangan bohong mah!" peringat Gavin.
Sandra menghela napas panjang sebelum akhirnya bibirnya kembali berucap. "Apa dia sudah kembali Vin?" tanyanya mendadak.
Awalnya Gavin tak tertarik dengan obrolan mamanya itu, namun ketika pertanyaan itu lolos dari bibir sang mama, Gavin melepas pelukannya dan menatap mamanya lekat.
Gavin mengerti siapa yang dimaksud mamanya, sehingga hatinya seperti mencelos menahan kekecewaan. "Iya mah, dia udah kembali," jawabnya tersenyum, namun senyuman itu hanyalah palsu.
"Mama cuman khawatir Vin, kalo dia kembali hanya untuk menyakiti kamu lagi, mama pesen kamu jangan mudah percaya sama omong kosong dia lagi yah!" pesan Sandra merasa sedikit was-was dengan anaknya yang sifatnya mudah sekali terhasut.
Gavin mengelus punggung tangan mamanya dan meyakinkan Sandra bahwa dirinya baik-baik saja. "Gavin gapapa mah, mama gausah khawatir, buktinya Gavin nggak sakit, dan mungkin aja sekarang dia udah berubah mah."
Sandra menghela nafas berat, tercetak jelas perubahan raut wajah dari mamanya itu. "Perubahan itu hanya sesaat Vin, hanya untuk memikat kamu lagi, dan setelahnya dia akan kembali pada sifat aslinya. Kamu harus percaya sama mama kalo dia memang bukan cewek baik, jujur dari dulu mama udah nggak suka sama dia!"
Cowok itu terdiam.
"Mama denger-denger sekarang kamu lagi deket sama adek kelas kamu, benarkah?" tanya Sandra mengganti obrolan.
"Maksud mama cewek aneh itu?"
"Hush kamu gaboleh ngatain orang seperti itu, nggak baik Gavin!" tegur Sandra.
Gavin memutar bola matanya malas. "Memang dia aneh kok mah, padahal Gavin udah tolak dia berkali-kali tapi tetep aja dia masih ngejar-ngejar Gavin, dan itu yang Gavin kurang suka dari dia, kayak gaada harga dirinya banget jadi cewek."
"GAVIN! mama nggak ngajarin kamu ngomong kayak gitu!" Intonasi Sandra mulai meninggi saat tanpa sadar Gavin melontarkan kalimat kasar.
"Maaf mah.." lirihnya.
"Itu tandanya dia tulus cinta sama kamu, setidaknya kamu hargai dia. Walaupun mama belum pernah ketemu sama cewek itu, tapi mama yakin kalo dia baik dan mungkin dia lebih baik daripada seseorang yang sudah meninggalkanmu begitu saja," ucap Sandra menohok Gavin.
Gavin mengerutkan keningnya heran, pasalnya mamanya ini belum pernah memuji perempuan seperti sekarang ini yang seakan-akan seperti mendukungnya berhubungan dengan cewek itu.
"Tapi Gavin nggak suka sama cewek aneh itu mah, mama tau kan kalo cinta itu gabisa dipaksa!" protes Gavin tak setuju.
Sandra menanggapi ucapan putranya dengan tersenyum kecil. "Kamu bukan nggak suka dia nak! Namun kamu hanya belum bisa, lebih tepatnya belum bisa melupakan dia yang sudah menyakitimu berkali-kali. Dan malah menyia-nyiakan orang mencintaimu dengan tulus. Ayolah coba dipikirkan lebih dalam lagi!" ucapnya menasehati.
Lagi-lagi Gavin dibuat bungkam oleh ucapan mamanya.
*****
"Woy Gavin gimana nilai lo tadi?"
Baru saja dirinya menuruni anak tangga dengan mengendap-endap agar tak bertemu si nenek lampir di rumah ini, eh malah sekarang ketahuan dan parahnya suara si nenek lampir itu sudah menggema di penjuru ruangan. Shitt.
Gavin hanya diam tak merespon.
"Vin Vin, anjir kenapa gue dicuekin sih ogeb!" umpat Kiya yang kini mengekor di belakang Gavin.
Gavin terus melanjutkan langkahnya tanpa berniat menoleh sama sekali, karena ia yakin kakaknya itu hanya memancing-mancing dirinya saja dan nantinya akan berakhir menjadi perdebatan pastinya.
Saat ini Gavin sedang malas untuk berdebat dengan Kiya yang tak akan ada habisnya, ia sudah hafal betul bagaimana seorang Kiya tak akan bisa serius jika berbicara padanya.
Kiya mencekal pergelangan tangan adiknya dan menariknya ke belakang kuat sehingga membuat sang empu berhenti mendadak dan kehilangan keseimbangan.
"Anj*ng sialan," umpat Gavin refleks saat tubuhnya terjungkal ke belakang dan bokongnya hampir menyentuh lantai, sedangkan Kiya kini sudah tertawa terbahak-bahak.
"Untung aja gue nggak jatuh. Nasib-nasib," gumam Gavin sambil memegangi dadanya yang masih deg-degan.
Gavin mendelik sebal menatap Kiya. "Dasar kakak laknat, gue jatoh bukannya ditolongin malah di ketawain" batinnya geram.
"Puas lo kak?" tanyanya kesal.
Kiya menghentikan tawanya sebentar, lalu kembali terbahak. "Puas haha, puas banget malahan," ujar Kiya dengan muka menyebalkannya, sedangkan Gavin sudah mengumpati kakaknya tak karuan.
"Vin btw jalan yok!" ajak Kiya mendadak.
Hell? setelah tadi menertawainya, kini kakaknya mencoba untuk membaik-baikinya. Oh no tak semudah itu ferguso!
"Ngapain ngajak gue? Sama pacar lo aja sana!"
Sedangkan Kiya merengut. "Pacar gue sibuk," jawabnya.
"Yaudah mending sekarang lo diem di rumah aja, gausah banyak bawel, gue lagi sibuk ga bisa diganggu!" tolaknya penuh kemalasan.
Dengan perasaan dongkol Gavin berlalu pergi tanpa menghiraukan kakaknya yang terus-menerus mengumpat dan meneriakinya. Ia hanya terus pada tujuan utamanya yaitu ke garasi untuk mengecek kunci mobilnya yang sepertinya ia lupa taruh.
*****
TING!!
Notifikasi pesan membuyarkan lamunan Gavin yang kini sedang berbaring nyaman di kasur empuk kesayangannya.
Cowok itu mulai menggapai hp-nya yang berada di atas nakas dan mengeceknya.
Diarsipkan
Siskaa :)
Sayang besok kita jalan yuk😚
Read.
Gavin menghela nafas saat membaca notif pesan yang ia arsip itu yang ternyata dari Siska, ia kira dari Givea, karena biasanya gadis itu selalu tidak pernah absen mengirimkannya pesan entah isinya hanya basa-basi menanyakan kabar atau ungkapan to the point.
Dulu jika ia membuka hp pasti akan selalu ada spam-an chat dari Givea. Tapi kini? boro-boro cewek itu ngechat, nyapa aja jarang.
Mengingat soal pesan, entah mengapa Gavin sekarang ini menjadi rindu dengan isi pesan gadis itu, biasanya Givea akan selalu perhatian kepadanya seperti mengingatkan ia makan, minum, mandi, belajar dsb.
Jujur ia menyesal telah menghapus semua chat dari Givea. Kalo nggak dihapus kan sekarang Gavin bisa baca ulang.
WEHH!
Apa katanya tadi? baca ulang? Dan rindu? Sudah tidak waraskah Gavin sekarang?
Cowok itu menepis segala pikiran anehnya tentang Givea. Ia melirik jam hpnya yang kini baru menunjukkan pukul 20.45 WIB, yang artinya masih belum larut.
Gavin bingung harus melakukan aktivitas apa untuk menghilangkan rasa bosannya, mungkin berkumpul di bawah bersama keluarganya adalah hal yang tepat.
Dengan langkah gontainya cowok itu menuruni anak tangga dan berjalan ke ruang keluarga, tempat dimana biasanya mereka berkumpul walau hanya sekedar bergurau ria dan menonton televisi.
Sepi!
Satu kata itulah yang menggambarkan keadaan di ruang tengah itu saat ini. Dimana mereka semua? Papanya, mamanya dan Kiya kemana mereka?
Ah iya, Gavin melupakan satu hal tadi kan Kiya ingin mengajaknya jalan-jalan dan ia menolaknya, mungkin saja sekarang kakaknya pergi ke mall bersama papa dan mamanya yang ikut menemaninya. Yah ia rasa memang begitu.
Akhirnya dengan malasnya Gavin kembali ke kamarnya, karena jujur saat ini Gavin sedang mager keluar rumah. Padahal biasanya ia nongkrong di cafe bersama kedua temannya.
Alhasil disinilah sekarang cowok itu berada, di balkon kamarnya sambil menikmati semilir angin malam yang menyejukkan, dan tak lupa juga ditemani secangkir kopi pemberi inspirasi.
GIVEA.
Tiba-tiba nama itu kembali terlintas dalam pikirannya. Semenjak tadi mamanya membahas tentang cewek itu entah mengapa sekarang hati Gavin menjadi terusik. Ia jadi bertanya-tanya dalam hati. Akankah Givea benar-benar tulus mencintainya?
Ingatan beberapa hari lalu kini kembali berputar dimana saat dirinya melukai hati Givea, padahal Givea tak melakukan salah apa-apa, ia tak munafik ia memang selalu jahat menyakiti cewek itu, sehingga membuat Givea akhir-akhir ini seperti menghindarinya.
"Apa gue sejahat itu ya?" batinnya.
Perasaan bersalah pun kini menghantuinya. Apa yang telah ia lakukan pada gadis itu?
Sebelumnya ia tak pernah melukai hati seorang wanita separah itu, karena Sandra tidak mengajarkannya hal seperti itu. Gavin selalu dilatih untuk menghargai seorang wanita, kecuali wanita itu yang memulai menyakitinya duluan.
"Maafin Gavin mah. Maafin gue Givea," lirih Gavin tampak sedikit frustasi.
Ucapan mamanya memang benar, ia benar-benar lelaki bodoh yang menyia-nyiakan berlian hanya demi sebuah sampah, ia justru memilih seseorang yang pernah menancapkan duri ketimbang seseorang yang memberi bunga.
Tapi ia juga tidak bisa membohongi hatinya bahwa ia masih mencintai Siska. Seseorang yang berstatus pacarnya tetapi pernah meninggalkannya selama tiga tahun tanpa memberi sebuah kabar dan kini Siska kembali tanpa diminta. Mengapa?
Mengapa Siska harus kembali?
Gavin mengamati langit malam yang gelap. Bintang-bintang yang tadinya ada kini perlahan menghilang. Hanya tersisa bulan berbentuk sabit yang seakan tersenyum ke arahnya.
Bodo amat tentang Siska. Kali ini yang ia utamakan hanya Givea, ia hanya ingin menyingkirkan gadis itu dari pikirannya saat ini, Gavin mencoba memejamkan matanya rapat-rapat berharap dapat mengusir wajah Givea dari ingatannya.
Meskipun nihil, semakin cowok itu mengusirnya, justru malah semakin terbayang wajah Givea saat sedang tersenyum muncul.
Argghh sial. Apakah ia sedang merindukan gadis itu? Tidak, tidak mungkin!
Ada apa dengan hatinya? Kenapa semakin lama jadi semakin aneh seperti ini.
****
Jangan lupa Voment 💛