[πŸ”›] Semanis Madu dan Sesemer...

By vocedeelion

400K 42.4K 10.5K

"SEMANIS MADU DAN SESEMERBAK BUNGA-BUNGA LIAR" Terjemahan Indonesia dari cerita MarkHyuck terbaik: "Honeymout... More

Disclaimers
Honeymouthed and Full of Wildflowers Playlist
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
XXI
XXII
XXIII
XXIV
XXV
XXVI
XXVII
XXVIII
XXIX
XXX
XXXI
XXXII
XXXIII
XXXIV
XXXV
XXXVI
XXXVIII
XXXIX
XL
XLI
XLII
XLIII
XLIV
XLV
XLVI
XLVII
XLVIII
πŸŽ‰ BIRTHDAY GIVE AWAY πŸŽ‰
XLIX
XLIX (Deleted Scene)
πŸŽ‰ 3K FOLLOWERS GIVE AWAY πŸŽ‰
L
LI
LII
LIII
LIV
LV
LVI
LVII
LVIII
LIX

XXXVII

4.7K 501 221
By vocedeelion

Catatan dari Pududoll: Aku butuh banyak waktu untuk menulis. Bukan hanya karena aku lagi banyak kerjaan, aku juga lagi berusaha terkait kesehatan mentalku. Menulis bukan kegiatan prioritas, tapi aku senang ngelakuinnya ... Tolong diingat kalau aku juga manusia biasa. Aku hanya menulis di waktu luang ....

Catatan dari Dee: Menurut catatan, Pududoll nggak hanya megang satu cerita on-going, dan nasibnya kurang lebih sama dengan Honeymouthed; butuh banyak waktu untuk dikerjakan. Jadi dia butuh waktu lebih untuk membagi hidupnya ke dalam banyak hal. Bersabar. Semua orang pasti ngerasain rindu berat, tapi satu-satunya kuasa yang kita punya adalah atas kesabaran masing-masing. Great work needs time to be wonderfully done. At least, we got it in Honeymouted. No matter how long we wait, it would still be worthy in the end. Peace.

.

.

.

= CAHAYA TETAP AKAN MENGIKUTI, MEMBALUR DI SEKITARKU DAN MEMBALUT KAKIKU, LAYAKNYA GELOMBANG PASANG =

.

.

.

Playlist: Woven Song - Ólafur Arnalds; Lilies - Ethel Cain, Nancy Necromancy; Fade Into You - Mazzy

.

.

.

Ada air yang menggantung di bulu mata Mark, dan ia melihat Donghyuck dalam tiap tetesnya, basah dan buramㅡsemuanya, berkumpul jadi satu ketika ia berkedip. Air juga membasahi telapak tangan Mark, tulang selangka Donghyuck, serta lantai batu gelap; menetes dari pinggir bak mandi porselen. Tempat itu terlalu kecil bagi tungkai yang saling bersinggungan; menempelkan kulit dengan kulit, juga napas terengah dua laki-laki yang beradu bagai sepasang kapal di tengah laut. Tirai air tersibak sebagai dampaknya.

Pinggul Mark bergerak naik, berusaha meraih gesekan, tetapi tidak ada ruang untuk bergerak. Siku dan lututnya membentur pinggiran bak, sedang pinggul terjebak oleh berat badan Donghyuck di pangkuannya. Keduanya dipastikan memar-memar besok. Mark kemungkinan akan menyuruh Woobin menghancurkan bak kecil ini dan membawa yang lebih besar dari Saira segera setelah rut-nya usai, bak yang memungkinkannya merangkul Donghyuck tanpa salah satu dari mereka harus berbenturan dengan porselen dingin. Namun kini, hanya ini yang mereka punya: sebuah bak dan satu sama lain.

"Kau seharusnya menunggu sampai aku keluar dari air," Mark terengah. Penisnya berkedut ketika Donghyuck menyapukan jari telunjuk di puncaknya, sentuhan yang terasa tak tertahankan meski di bawah air.

"Kau seharusnya menunggu sampai kau keluar dari air," Donghyuck membalas, dan air bercipratan di antara mereka, sebuah badai dalam bak. Donghyuck sedikit merosot turun, dan Mark mampu merasakan bentuk penis tegangnya melalui gaun tidur yang basah. "Atau rut-mu sebegitu mendesak hingga kau tidak bisa menunggu sampai kita tiba di ranjang?"

Oh, Mark mendamba, tetapi bukan karena rut, belumㅡbelum. Ia mendambakan hal-hal kecil yang hilang akibat satu malam penuh kemarahan tiga bulan lalu; pada sentuhan Donghyuck di bawah air sementara mereka duduk diam di dasar kolam, dengan kaki yang terbentang bersebelahan, menikmati kehadiran satu sama lain. Ia mendambakan rambut basah Donghyuck yang apabila dikeringkan menjadi ikal berantakan, keriting menggembung, dan sentuhannya di pergelangan tangan Markㅡujung jemari yang lembut dan berkerutㅡketika ia membantu Mark berdiri. Donghyuck dan obsesinya akan kegiatan mandi sungguh mengacaukan bak mandi Mark selamanya, dan ia menginginkan bak mandinya kembali, ia ingin segalanya kembali. Pemikiran itu membuat Mark melunak, benar-benar kontras dengan tatapan Donghyuck yang membuat liar. Ada senyum kecil di sudut mulut Donghyuck, sikap sombong yang menantang, dan Mark ingin merusaknya hingga lelaki itu terengah. Ia sangat ingin menyentuh Donghyuck dengan sangat kasar, dalam cara yang orang-orang seperti mereka, bangsawan dengan emas yang melingkupi kepala dan jari jemari, tidak seharusnya lakukan. Namun, bak ini terlalu kecil. Terkutuklah sifat impulsif Mark. Ia seharusnya menunggu sampai keluar dari air. Kini, ia hanya bisa mencemooh diri sendiri.

"Berhenti bersikap naif, Donghyuck. Kau menggodaku seperti ini, lalu menyalahkan rut-ku yang bahkan belum dimulai?"

Donghyuck menertawakannya. Terdengar sedikit dibuat-buat, tetapi Mark menduga itu akibat getaran nafsu. Air membasuh aroma lelaki itu, dan Mark tidak mampu mengendus betapa terpengaruhnya Donghyuck atas semua ini. Namun, air hangat bahkan tidak mampu menjinakkan rona ganas di leher lelaki itu.
Mark bergerak menyentuhnyaㅡterasa panas dan basahㅡdan ia mampu merasakan Donghyuck yang menelan saliva. "Lebih cepat," gumamnya. Jemari meluncur turun ke bahu Donghyuck, menekan tubuh lelaki itu semakin rapat ke pinggulnya. Itu tidak membuat Donghyuck bergerak lebih cepat, tetapi membuat napasnya terengah dengan kencang dan basah. Kepalanya jatuh di pundak Mark.

"Jangan buru-buru." Mulut basahnya menyinggung kulit Mark. "Kau tidak boleh cepat selesai. Kau bilang ingin bersamaku sebelum rut dimulai."

"Kau mau?" Pertanyaan Mark jelas-jelas salah sebab Donghyuck langsung berhenti mengocok kejantanannya, pun mengangkat diri untuk menatapnya. Bulu mata yang basah membingkai mata Donghyuck bagai kelopak hitam.

"Aku merayumu, iya, kan?" tanyanya dalam suara aneh dan masam, sedikit dingin dan linglung, seakan ia sendiri tidak sadar apa yang ia tanyakan. Lelaki itu perlahan meneguk saliva, tetapi kedua bahu yang stagnan dengan kontras membuatnya seolah bersuara keras. Donghyuck masih tegang di paha Mark, dan merona. Mark tidak perlu mengendus gairah Donghyuck ketika bisa merasakan dan melihatnya. Ia tidak butuh kata-kata bahwa Donghyuck menginginkannya ketika lelaki itu sudah secara konstan memancingnya untuk bersetubuh lagi, dengan bukti bahwa Donghyuck menunggu dan sungguh-sungguh menyergapnya di dalam bak sebab tidak lagi bisa bersabar. Donghyuck tidak perlu mengaku menginginkan Mark, sederhana dan mudah, tetapi Mark juga menginginkannya. Ia tidak ingin Donghyuck menantang, menggiring, atau bahkan mengelabuinya hanya untuk seks. Ia tidak mau Donghyuck memikirkan ini sebagai ajang permainan, pertarungan, atau bahkan rayuan.

"Donghyuck."

"Apa?"

Mark duduk, menegakkan punggung, dan Donghyuck tersentak saat hilang keseimbangan. Ia sedikit meluncur mundur dan mencengkeram pinggiran bak yang basah dan licin tanpa hasil sampai tangan Mark meraih pinggulnya, memegangnya agar seimbang, agar tetap dekat. Tersisa ruang yang sangat tipis di antara mereka sehingga Donghyuck tidak punya pilihan selain menatap Mark.

Pemuda itu menghela napas.

"Apa?" tanya Donghyuck, lagi. Tidak ada jalan untuk lari. Mark pikir tawarannya ditolak. Ia harus menarik kata-katanya kembali. Mark memang bocah yang bodoh.

"Kau tidak menggodaku, Donghyuck. Aku telah mencintaimu sejak kita menikah, dan aku selalu menginginkanmu. Sebenarnya, sejak hari pertama, sejak malam pernikahan kita."

"Kau tidakㅡ"

"Ya, tidak. Malam itu memang tidak. Bukan karena aku tidak menginginkanmu, tetapi karena kau yang tidak mau."

"Kupikir aku sudah menunjukkan sikap yang jelas."

Mark meremas pinggulnya.

"Kupikir kau menunjukkan sikap jelas bahwa kau tidak ingin, tapi itu bukan ... Bukan itu intinya sekarang."

"Jadi, apa intinya?"

"Aku menginginkanmu. Yah, aku selalu menginginkanmu, dan bukan karena rut. Aku menginginkanmu sepanjang waktu. Aku ingin melakukan hal-hal yang tidak dilakukan orang-orang seperti kita: berbagi ranjang atau berbagi kamar. Aku ... aku ingin kita berjalan bersama sambil mengobrol dan bergandengan tangan; semua yang dilakukan oleh pasangan yang saling jatuh cinta. Aku ingin menyentuhmu dengan cinta, bukan karena kewajiban atau tuntutan. Aku ingin menyetubuhimu di setiap permukaan ruang hingga kau lupa akan namamu, Donghyuck dari Pulau Selatan. Ini semua bukanlah hal yang dilakukan oleh pasangan yang dijodohkan, tetapi aku ingin melakukannya bersamamu." Bibir bawah Donghyuck bergetar, tetapi Mark tidak berhenti. "Dan aku merasa beruntung. Terlepas dari segalanya, terlepas dari kesalahan juga kekuranganku, dan terlepas dari bagaimana kita memulai semua, kita tetap berakhir pada satu sama lain. Aku merasa beruntung karena kau tetap menginginkanku."

"Lalu apa yang menghentikanmu?"

Mark berhenti. Ia hendak melihat ke arah lain, tetapi sebagaimana ia tidak ingin Donghyuck menolak pandang darinya, Donghyuck juga tidak membiarkannya.

"Aku tidak mau," pada akhirnya, ia berucap dalam bisikan lelah, "berpikir kau harus merayuku atau, entahlah, mengelabuiku apabila ingin melakukan seks. Ini bukan pertarungan yang harus kau menangkan." Ini berarti keduanya belum berubah, mereka masih dua bocah yang berusaha membuat kesal satu sama lain, memanipulasi lawan untuk mencapai apa yang masing-masing dari mereka inginkan. Bukankah pada titik ini mereka sudah melampauinya?

"Aku hanya ingin kau ... memberitahuku. Ketika kau menginginkankuㅡapa pun yang kau mau, kau bisa minta. Aku akan memberimu segalanya, kau tinggal meminta."

Buat aku merasa lebih baik, pikir Donghyuck, tetapi juga, buat dirimu merasa lebih baik. Sebab Donghyuck masih merasa seolah ia harus berdebat untuk mewujudkan ini, seakan ia harus memojokkan Mark ketika lelah dan lemah, mengejutkannya untuk menimbulkan reaksi melalui insting dan adrenalin, supaya menyetubuhi Donghyuck karena tidak mampu mengontrol diri, sebab ia telah dirayuㅡseakan Donghyuck masih tidak bisa menerima fakta bahwa Mark tetap akan melakukannya, karena pemuda itu sudah jungkir balik untuknya.

Mark menunggu balasan Donghyuck. Ia memainkan semua kartunya, tidak ada lagi yang perlu diutarakan. Air sudah berubah dingin. Donghyuck menggigil, Mark juga turut menggigil. Ia siap menyudahi ini dan pergi, membiarkan Donghyuck mematangkan pikiran ketika mereka sudah kering dan hangat, tetapi lelaki itu menghentikannya.

"Sebuah ciuman," itulah yang Donghyuck utarakan. "Aku menginginkan sebuah ciuman."

Mark berkedip.

"Terakhir kali kita berciuman," Donghyuck melanjutkan, perlahan, "aku sangat marah. Aku seharusnya tidak melakukan itu. Tindakan itu meninggalkan ... sesuatu. Seperti noda yang jelek. Setiap ciuman dalam ingatanku masih terasa seperti yang satu itu, bahkan kini. Jadi, aku menginginkan yang baru. Sebuah ciuman. Yang terbaik."

Ia menjilat bibir, lalu menatap Mark. "Aku ingin kau menciumku," ujarnya, kemudian mengerutkan dahi. "Tidak, aku ingin menciummu."

"Kau boleh melakukannya."

"Sekarang?"

"Kau tampak sangat ingin." Mark tersenyum tanpa mampu ditahan. Mungkin sebuah seringai congkak, sebab wajah Donghyuck mengerut kesal sebelum akhirnya bergerak turun mencium bibir Mark yang tersenyum. Rasanya seolah ciuman pertama di kandang kuda, ketika Donghyuck mencium Mark dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kali ini, juga, ia terbenam terlalu cepat dan membeku, terkejut akan kelancangannya sendiri. Namun, Mark mendekat dan memejamkan mata, membuka mulutnya, membiarkan lelaki itu melakukan apa pun yang diinginkan, dan Donghyuck merasa relaks bersamanya.

Itu adalah ciuman yang ragu-ragu, lembut dan pelan, sangat tidak seperti Donghyuck yang gemar memegang kendali kapan pun ia bisa, tetapi juga sangat seperti Donghyuck yang selalu membiarkan Mark memegang kendali di atas ranjang. Yah, ini bukan ranjang mereka, tetapi tetap terasa nyaman untuk merasakan Donghyuck mengeksplorasi ciuman itu sedikit demi sedikit, menjadi semakin percaya diri, bernafsu, terburu-buru, dan terengah-engah. Saat Mark bergerak mundur, lelaki itu mengejar dan menjilat bibirnya, menubrukkan hidung mereka dan menarik bibir bawah Mark dengan giginya.

Mark membuka mata dan mendapati Donghyuck yang tampak lebih cantik dari kapan pun, lengah, terpesona dan merona, juga terkotori jejak saliva. Ia begitu mencintai lelaki ini hingga rasanya menyakitkan.

Kemudian, Donghyuck bergerak sedikit mundur, mengerutkan hidung, sebelum akhirnya bersin di wajah Mark.

*


"Hati-hati. Kau bisa membakar diri sendiri."

Mark mendongak, mencuri pandang pada Donghyuck yang terbungkus kain bulu hitam sepenuhnya dan mengarahkan delikan yang dipastikan mampu membakar pada Mark. Ia mendengus basah di balik kain, dagu dan hidungnya menghilang, menyisakan mata yang berkilau serta pucuk surai emas gelap yang menyembul tampak.

Ia terlihat cukup manis, tetapi juga sedikit kesal, dan Mark tidak mau mengambil kesempatan. Apabila Donghyuck berpikir ia sedang ditertawakan, Mark bisa saja berakhir dilempar ke perapian.

"Berikan itu padaku," balasnya, menunjuk salah satu handuk basah yang mereka tanggalkan dalam perjalanan menuju kamar. Mark membungkus tangan dengan itu dan meraih kendi tembaga dari perapian. Gumpalan asap muncul ke permukaan ketika ia mengangkat penutupnya, beraroma seperti bunga dan gula, salah satu anggur Donghyuck dari Kepulauan. Mark bergerak ke samping untuk mengambil dua gelas yang mereka tinggalkan di lantai dekat perapian, demi memegang selimut agar tidak meluncur jatuh dari pundak. Ia menuangkan segelas anggur bunga untuk Donghyuck, merah dan manis, menggumpal sebab dipanaskan terlalu lama.

Donghyuck menerimanya dengan alis bertaut.

"Aku minta maaf," kata Mark, untuk kali ketiga atau keempat. "Kita seharusnya kembali ke ranjang lebih cepat. Tapi kau beraroma nikmat, aku tidak bisa menahan diri."

"Oh, jadi sekarang ini salahku?" ejek Donghyuck, menjulurkan hidung ke dalam gelas dan membiarkan uap bunga menghangatkannya. Mark tidak mampu melihatnya dengan jelas, tetapi lelaki itu mungkin saja sedang cemberut.

"Bukan salah siapa-siapa kalau kau sangat tidak tertahankan," ujar Mark, kemudian memejamkan mata dan menunggu hardikan lemah yang akan mengikuti pernyataannya. Apa yang terjadi malah Donghyuck yang mendengus dan bergeser makin dekat padanya, pahanya yang telanjang menggesek paha telanjang Mark. Mereka tidak mengenakan pakaian apa pun setelah meninggalkan bak mandi, sebab Donghyuck terlalu sibuk menggigil dan bersin, sedang Mark sangat cemas Donghyuck akan kembali jatuh sakit tepat sebelum rut-nya. Itu akan membuat keadaan menjadi tidak nyaman, terlebih setelah Mark berusaha keras meyakinkan ayahnya untuk membiarkannya pulang. Demi menyetubuhi Donghyuck. Mark berakhir menarik semua kain, selimut, dan bulu dari atas ranjang dan menggelarnya di depan perapian, sebagaimana yang ia lakukan di pondok di tengah pegunungan: membungkus Donghyuck dalam berlapis-lapis selimut, menggiringnya ke depan perapian, dan duduk di sebelahnya.

"Apa? Kenapa kau tidak mengatakan apa-apa? Kau setuju kalau kau memang tidak tertahankan?" tanya Mark, memainkan keberuntungan.

"Aku tidak memukulmu karena sudah terlambat," jawab Donghyuck dan menyesap minumannya. Ia menyatukan bibir setelah itu, bengkak dan merah akibat anggur. Mark seperti melihat jejak lidah, membuatnya menggeliat. "Dan karena kau menuangkanku anggur panas."

"Sungguh dermawan. Sangat anggun," goda Mark, sedikit dibuat-buat. Donghyuck mendelik semakin tajam, tetapi tidak mengatakan apa-apa ketika Mark menyulang gelas mereka dan meminum anggurnya. Rasanya terlalu manis untuk Mark, terasa semakin manis setelah dididihkan beberapa menit. Namun, Donghyuck tampak menyukainya. Ketika habis, ia menggoyangkan gelas di depan wajah Mark, meminta lebih. Mark menurutinya.

"Kau tahu," gumamnya sambil memperhatikan anggur merah serupa darah di gelas Donghyuck. Ia memikirkan sang ayah yang duduk di singgasana Saira dengan piala anggur di tangan. "Di Lembah, raja tidak menuangkan anggur untuk orang selain dirinya. Itu, seperti, hukum atau sejenisnya."

Donghyuck meminum anggur dengan kedua mata terpejam. Cahaya api membakar bulu matanya.

"Kau bukan raja."

"Kukira aku satu-satunya raja yang kau patuhi. Apa aku bukan raja di matamu?"

Mata Donghyuck seketika terbuka.

"Kau bersikap sangat tidak tahu malu hari ini," gumamnya. Kemudian, "Aku tidak berpikir kau akan mengingatnya."

Mark meminum anggurnya. Tentu saja aku ingat, bagaimana bisa aku lupa? Itulah hari ketika dunia mulai berputar mundur. Ia berakhir tidak mengatakan apa pun.

"Jadi apa yang akan kau lakukan, Raja Mark dari Lembah Raksasa, akankah kau berhenti menuangkan anggur untukku begitu mahkota terpasang di kepalamu?"

Mark menggeleng. "Mh, kurasa tidak. Orang-orang harus merebut hak istimewa menuangkan anggur bagi Pangeran Pulau Selatan dari tanganku yang dingin."

Donghyuck mendengus, tetapi ekspresinya melentur, mendekati senyuman alih-alih kernyitan.

"Raja yang membuat hukum," ungkap Mark. "Kalau aku menjadi raja, aku bisa mengubah hukum."

"Kalau?"

"Saat. Saat aku menjadi raja."

Donghyuck bergumam dan mengangguk, menoleh ke arah Mark dengan senyum tipis nan sengit. "Dan apa yang akan dikatakan mantan raja setelah itu? Sebab dari yang kutahu tentang ayahmu, dia tampaknya tidak berpikir bahwa raja bisa mengubah hukum. Dia lebih condong pada aturan 'hukum yang menciptakan raja.'"

"Ayahku bukannya tidak masuk akal, Donghyuck."

Donghyuck mengangkat sebelah alis dan Mark membuang napas.

"Ayahku bukannya bersikap tidak masuk akal, tetapi dia menempatkan prinsip di atas segala hal, termasuk aku. Dia percaya negara yang kuat adalah negara di mana semua orang punya peran yang jelas."

"Dan apa yang menjadi peranku?"

Oh, ujung yang tajam, sebuah belati di tenggorokan Mark. Donghyuck menjadi sangat tertebak. Tak terhentikan bagai badai musim panas, tetapi tetap tertebak. Kau menyaksikan langit berawan kegelapan, tahu bahwa kau harus berlari masuk ke rumah, membiarkannya lewat. Mark lebih memilih berdansa bersama badai. Lagi pula, ia menikahinya. Ia mampu meletakkannya di dalam bak mandi dan membiarkannya murka hingga langit kembali berubah cerah.

"Ini bukan hanya tentangmu, Donghyuck. Kalau kami mengubah aturan untukmu, kami juga harus mengubah aturan bagi semua omega."

"Dan apa itu buruk? Apa buruk kalau Taeyong bisa menikah tanpa meminta pendapat sang raja? Apa buruk kalau Soyeon diperbolehkan membantu ibunya tanpa harus mencari suami sebagai tempat bersandar? Apakah buruk kalau para omega diperbolehkan berkontribusi sebagaimana alpha dan beta dalam mempertahankan negara, terlebih apabila kita sedang berada di ujung serangan invasi asing?"

"Tidak," balas Mark. "Tidak. Kurasa itu bukan hal buruk. Namun tetap saja, itulah nilai-nilai yang mendasari terbentuknya negara ini, berabad-abad lalu. Banyak orang yang menganggap bahwa nilai-nilai ini merupakan pilar bagi kehidupan masyarakat kita, dan merusaknya akan berakibat kekacauan. Kau mungkin bisa mengubah pendapat seseorang dalam semalam, tetapi kau tidak bisa mengubah pendirian seluruh rakyat dengan modal kehendak semata, Donghyuck, meskipun kehendakmu sekuat ini."

"Menurutmu aku tidak bisa? Namun semua sudah pernah terjadi, dulu. Sebelum kultus Dewi datang dari Kepulauan, bukankah Lembah adalah tanah bagi ribuan dewa? Rakyat Lembah percaya pada dewa-dewa Clairs yang duduk di puncak dunia, mereka percaya akan pintu di antara dua dunia, dan mereka percaya pada syaman di puncak gunung. Iya, kan?"

Mata Mark melebar. Ia buru-buru membekap mulut Donghyuck dan menatap sekeliling, mendadak takut bahwa seorang mata-mata akan melompat keluar dari kegelapan dan menunjuk mereka sebagai pengkhianat.

"Tunggu, bagaimana kau bisa tahu?" bisiknya dari dekat.

Donghyuck mendengus. "Buku sejarah di Kepulauan. Hanya karena para pendahulumu membakar semua catatan bukti begitu mereka menjadi raja, masih ada yang tersisa di tempat-tempat lain. Di Kepulauan, di Kekaisaran, bahkan mungkin di Eremi, terserah. Dan juga bukti itu ada di mana-mana di sekitar Gyr, pada permadani di benteng, lukisan di kaca jendela, bahkan di rompi yang kau berikan padaku, rompi milik ibumu. Menyebut kebenaran sebagai sebuah kejahatan tidak akan mengurangi sifat benarnya. Dahulu kala, rakyat Lembah dipimpin oleh orang-orang pegunungan. Kemudian para pendahulumu mengalahkan mereka dan memulai dinasti yang baru, tetapi sebelum itu semuanya berbeda."

"Donghyuck ...." Donghyuck, berhenti; Donghyuck, itu dilarang; Donghyuck, tolong jangan bicarakan hal-hal yang hanya sedikit kau tahu. Sangat sedikit orang yang masih ingat waktu ketika syaman-syaman Clairs memimpin Lembah. Tidak ada buku yang menyatakannya, semua sudah dibakar bertahun-tahun silam, dan tidak ada seorang pun yang menceritakannya sebab mereka sudah mati. Hanya tersisa lagu-lagu dalam bahasa resmi Clairs, yang rakyat lembah tidak mampu pahami.

("Inilah warisanmu," sang ibu pernah berujar sambil menyisir rambut Mark. "Itu hakmu. Aku mungkin menikahi pria yang tidak mencintaiku, tetapi di Clairs aku tidak akan dikenal sebagai seorang sandera. Aku akan diingat sebagai Nona yang membawa pria Clairs menduduki takhta Lembah.")

"Itu tidak lagi penting," kata Mark. "Ya, benar. Dulu Clairs memang memimpin Lembah, tetapi itu dulu sekali. Sudah berlalu sangat lama sehingga tidak ada yang ingat, dan orang-orang yang tahu tidak diperbolehkan membicarakannya."

"Tentu saja tidak ada yang boleh membicarakannya. Keluargamu, keluarga dari ayahmu, mereka membangun kerajaan yang didasari dongeng bahwa para raja mengalahkan para raksasa; aku yakin mereka tidak ingin dibantah oleh sesuatu yang bertentangan dengan sejarah aslinya."

Mark menghela napas. "Bagaimana ini ada sangkut pautnya dengan omega, Donghyuck?"

"Memang ada, kau saja yang tidak bisa lihat!" Donghyuck meletakkan gelasnya. Sudah kosong. Pipinya merah dan kain bulu tersingkap di bahu kirinya, menampilkan tulang selangka, tetapi ia tidak sadar. Setidaknya sampai Mark mulai memandanginya.

"Lihat atas," ucapnya dan Mark cepat-cepat mendongak, seolah tampilan dada Donghyuck membakarnya. "Lihat aku ketika aku bicara. Aku tahu aku tidak tertahankan, tapi cobalah untuk fokus."

"Aku hanya fokus padamu," ujar Mark dan Donghyuck mencemooh, memaksa diri membuat kontak mata.

"Tolong beri tahu aku, Mark. Kenapa kau tidak memperlakukanku seperti rakyat Lembah memperlakukan omega? Kenapa kau tidak duduk di meja ayahmu dan membuat candaan-candaan kasar bersama para Bangsawan, tentang mengajari aku mengenai posisiku, membaringkanku dan mengisiku dengan benihmu?"

"Donghyuckㅡ"

"Kenapa kau tidak memandangku dengan rendah?"

Bagaimana mungkin? pikir Mark, ketika kau berdiri begitu tinggi. Ketika kau terlihat sangat cantik. Aku ingin membungkuk di hadapanmu dan menawarkan pedangku untuk ditukar dengan ciumanmu.

Kain bulu Donghyuck semakin merosot, cukup bagi Mark untuk melihat dadanya dan menghirup sentakan aroma yang bebas darinya. Donghyuck sadar, tentu saja, tetapi ia lantas semakin mendekat pada Mark, kedekatan itu terasa menyenangkan dan sedikit membutakan pikiran. Jemari Donghyuck, masih terasa dingin meski telah memegang cangkir hangat, perlahan mengangkat dagu Mark.

"Apabila caramu memperlakukan omega adalah pilar negara, termasuk dalam prinsip penting tak terbantahkan, kenapa kau tidak memperlakukanku seperti itu?"

"Ibuku," bisik Mark.

"Ya, ibumu. Dia datang dari Clairs, di mana omega diperlakukan berbeda, iya, kan? Apabila Clairs pernah memimpin Lembah, tidakkah aturannya akan dihormati di seluruh kerajaan? Dan bahkan sekarang, bukannya Clairs masih bagian dari Lembah? Mereka ada di bawah aturanmu, tetapi mereka tidak mematuhi hukummu. Kau mengerti apa maksudku, Mark? Orang berubah, hukum berubah, dinasti berubah. Ayahmu berpegang pada keyakinan yang ayahnya ajarkan, yang juga diajarkan oleh kakeknya, dan ayah dari kakeknya, tapi kekuatan dari sebuah keyakinan adalah kepercayaan yang orang-orang tanamkan. Mungkin tidak bisa berubah dalam semalam, mungkin juga tidak bisa hanya dengan keinginan dangkal, tetapi bisa diubah, apabila rakyat juga ingin berubah."

"Menurutmu akan ada cukup orang yang mau hukum diubah? Pembuat hukum tidak akan mauㅡ"

"Para omega mau. Kau masih tidak melihatnya, setidaknya melalui caraku memandangnya, tapi omega di negara ini lebih dari sekadar pasangan alpha. Mereka adalah pekerja keras, mereka tangguh dan ulet. Mereka merawat tempat tinggal sementara suami dan anak mereka ikut berperang. Mereka mengajari anak-anak membaca ketika tidak ada sekolah. Mereka merawat rumah. Mereka bernyanyi, sangat sering, seolah hidup penuh dengan cahaya dan kebahagiaan, meski sebenarnya tidak. Tapi, mereka tetap bernyanyi. Hukum ini, aku ingin mengubahnya, tetapi apabila kau juga berharap untuk mengubahnya, jangan lakukan karena aku. Lakukan ini untuk kita, untuk mereka. Lakukan ini untuk dirimu sendiri. Untuk Mark yang akan menjadi raja negara di mana semua orang, alpha dan omega, bisa mandiri dan bekerja sama demi masa depan yang lebih cerah."

Tangan Mark membalut tangan Donghyuck di pipinya, kemudian bergerak turun untuk mengusap pergelangannya.

"Kalau kulakukan, yang akan menjadi alasannya adalah itu semua, bahkan lebih. Namun, Donghyuck, kau harus tahu ini. Jauh dalam diri, aku akan melakukan itu demi Mark, pangeran yang ingin menuangkan anggur untuk suaminya dan bermain adu pedang dengannya, juga berkendara di sampingnya dalam perburuan rusa."

Donghyuck mendengus penuh ejek, dan akan lebih mudah untuk mengatakan bahwa warna merah di pipinya disebabkan oleh anggur bunga alih-alih kesenangan.

"Kau memiliki ambisi yang kecil, Rajaku."

"Kau kecil, tapi segalanya, Pangeranku."

Itu membuat Donghyuck tertawa. Suara yang menyenangkan, yang tidak Mark dengar dalam waktu lamaㅡdan bahkan sebelumnya, Donghyuck lebih sering menertawakannya daripada tertawa untuknya. Inilah sosok Donghyuck yang hanya bisa Mark saksikan lewat sudut mata, yang ia dengar candaannya dari ruang sebelah; Donghyuck-nya Dongsoon, Donghyuck-nya Jeno. Donghyuck-nya Donghyuck, dengan mata yang berubah menjadi bulan sabit dan mulut berbentuk hati.

Sementara itu, Mark mencintai Donghyuck-nya yang menyebalkan, tak tergentarkan, mewah dan kacau; yang paling diinginkan, bunga dan madu. Donghyuck yang ini, penuh dengan cahaya dan tawa, ia menginginkannya juga.

"Wajahmu ... Niatmu tergambar jelas," ujar Donghyuck. "Kau sangat menginginkanku?"

"Aku bertengkar dengan Raja Lembah supaya bisa kembali padamu. Aku sangat menginginkanmu."

"Dan kau menginginkanku seperti apa?" tanya Donghyuck.

"Mh, tidak yakin."

Mark bergerak perlahan, mendekati aroma madu dan bunga di bibir Donghyuck. Ia memberi Donghyuck waktu untuk menolak, tetapi lelaki itu tetap diam, menunggu. Pada akhirnya, Mark terlalu takutㅡterlalu lama, sudah terlalu lamaㅡdan ia mendekati ujung mulut Donghyuck, mendaratkan apa yang tidak cukup untuk disebut ciuman, kecupan seringan bulu. Ia menjauh ketika tangan Donghyuck di sekitar rahang menariknya kembali. Lelaki itu memiringkan kepala dan mendekat sehingga kali ini bisa disebut ciuman, ciuman sesungguhnya, hangat seperti api yang berderak di dekat mereka, dan juga sama berkilaunya. Dua laki-laki telanjang dengan tubuh yang masih lembap, anggur yang masih tersisa di lidah dan jejak rona pada pipi, serta bulu-bulu yang mengitari.

Rasanya terlalu sedikit, tetapi juga terlalu banyak. Mark mendorong Donghyuck terlalu cepat, kegelapan menyelubungi matanya akibat kekurangan udara. Donghyuck juga memejamkan mata, terengah, kusut, hangat, dan mendambakan lebih. Ia bergerak naik, hidung menggesek jalur darah di leher Mark, mengecupnya.

"Kau beraroma sangat nikmat," gumamnya.

"Ini rut­-ku," Mark menjawab, mendesis ketika Donghyuck menempelkan mulut di tanda Ikatan mereka. Donghyuck juga beraroma sangat nikmat. Bergairah, tetapi tidak gelisah. Mark menyingkap kain bulu di sekitarnya, menampilkan perut yang berotot, penis yang berereksi dan tersentak pelan ketika diusap. Donghyuck membuang napas melalui hidung, kedua alisnya bertaut, dan selangkangannya berlendir, berkilau di bawah cahaya api. Mark berhenti.

"Kapan kau menyiapkan diri?" tanyanya.

Wajah Donghyuck, yang sudah merah akibat anggur, meledak semakin merah.

"Tidak," jawabnya, menghindari mata Mark. "Memang sudah seperti ini ... bahkan sejak ...."

"Sejak kapan?" Mark bertanya, memberi usapan melingkar di pintu liang Donghyuck, yang menunjukkan perlawan ringan apabila Mark ingin menyelinapkan satu jari. Donghyuck hanya akan sebasah ini apabila sedang heat, tidak pernah selain itu. "Sejak kapan, Donghyuck?"

"Sejak di Clairs. Setiap malam."

"Tatap aku, Donghyuck." Kali ini, Mark-lah yang meraih wajah Donghyuck supaya lelaki itu tidak bisa menghindarinya. "Jadi, kau sudah sangat merindukanku?"

Penis Donghyuck berkedut. Ia memilih tidak menjawab, menatap Mark dengan berani, sangat berani, dan sedikit mabuk serta bergairah, dengan api di wajah dan perutnya. Kakinya melebar untuk memberi ruang bagi Mark. Demi Dewi, malam ini tidak akan berlangsung lama, dan Mark juga tidak akan bertahan lama.

"Kau seharusnya memberitahuku."

"Tidak bisa. Aku masih tidak yakin apabila kau pantas menerimanya."

Namun, kau pantas, pikir Mark, membenamkan dua jari ke dalam tubuh Donghyuck, begitu dalam. Donghyuck tegang di sekitarnya bagai senar biola. Suara yang ia hasilkan sama indahnya. Pelan, masih terlalu pelan, tetapi indah.

Mark menarik napas dalam. Kulitnya terasa geli. Penisnya sudah cukup sensitif meski rut-nya belum dimulai. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Ia ingin memanfaatkan Donghyuck, seluruhnya. Bagian terdalam dirinya menggeram senang atas pikiran mengenai segala hal yang bisa mereka lakukan bersama. Namun malam ini, malam ini Mark ingin tetap sadar. Mark ingin merasakan cinta, meski hanya sedikit.

"Jadi, bagaimana kau ingin melakukannya?" Donghyuck terengah dan Mark bergerak mundur, menyandarkan punggung pada permukaan bulu, menarik Donghyuck bersamanya hingga hidung lelaki itu menyentuh dadanya.

"Kurasa," ucapnya, berhenti hanya untuk mendaratkan kecupan di bibir Donghyuck yang terbuka, "kurasa aku ingin kau menunggangiku malam ini."[]

Continue Reading

You'll Also Like

381K 31.5K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
221K 23.7K 26
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
1.1M 60.8K 65
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
165K 16.7K 65
FREEN G!P/FUTA β€’ peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...