Prepossess

By Faradisme

3.6M 470K 73.6K

Ini tentang arti dari menemukan di antara banyak kemungkinan. Tentang sebuah keputusan, yang menjerat tanpa... More

INFO : REPUBLISH
First Of All.
Prolog
Prepossess - 1
Prepossess - 2
Prepossess - 3
Prepossess - 4
Prepossess - 5
Prepossess - 6
Prepossess - 7
Prepossess - 8
Prepossess - 9
Prepossess - 10
Prepossess - 11
Prepossess - 12
Prepossess - 13
Prepossess - 14
Prepossess - 15
Prepossess - 16
Prepossess - 17
Prepossess - 19
Prepossess - 20
Prepossess - 21
Prepossess - 22
Prepossess - 23
Prepossess - 24
Prepossess - 25
Prepossess - 26
Informasi!
Prepossess - 27
Prepossess - 28
Prepossess - 29
Prepossess - 30
Prepossess - 31
Prepossess - 32
Prepossess - 33
Prepossess - 34
Prepossess - 35
Prepossess - 36
Prepossess - 37
Prepossess - 38
Prepossess - 39
Prepossess - 40
Prepossess - 41
Prepossess - 42
Prepossess - Tamat
Info Prepossess - Extra Part
INFO TERBIT DAN CARA PEMESANAN (HARAP DIBACA)
EBOOK PREPOSSESS

Prepossess - 18

72.1K 12.2K 2.9K
By Faradisme

Bermula dari asing yang berusaha keras kuhindari, kini berubah menjadi seseorang yang begitu ingin kuselami.
🔥
Playlist: Keysha Cole - Love

🔥

Agak 'warning' jadi hati-hati aja gitu
🔥😅🔥

Kisah yang baru diketahuinya, juga melihat banyak luka di tubuhnya, menjadikan Bella melupakan segalanya selain memastikan Romeo baik-baik saja.

Memeluk Romeo adalah hal paling tidak masuk akal yang pernah Bella lakukan.

Namun di saat yang bersamaan, terasa tepat jika mengingat bagaimana Bella merasa sedih hanya karena melihat laki-laki itu terluka. Dan itu menjadi awal untuk menyerah atas apa yang selama ini dirasakannya.

Romeo sepertinya terkejut, karena Bella merasakan tubuh laki-laki itu menegang seperkian detik lalu. Seperti yang ia bayangkan, tubuh Romeo terasa keras dibalut otot yang pas dan kokoh dipeluk. Sekaligus lembut karena Bella bisa merasakan langsung kulit perut laki-laki itu di bawah tangannya.

Bella mulai memikirkan jika tindakan impulsifnya terlalu berani ketika Romeo meletakkan tangannya di atas tangan Bella. Terjadi begitu cepat saat laki-laki itu kemudian memutar tubuh hingga pelukan terlepas, lalu mendorong Bella menghadap ke arah sekat kaca.

Entah keberuntungan karena posisi ini tidak membuatnya ketahuan telah menangis, atau terlalu beresiko karena Romeo berdiri persis di belakangnya, menghimpit punggungnya dengan jarak yang sudah menghilang.

Kedua pergelangan tangan Bella berada di cengkraman Romeo dan ditekan ke sekat kaca. Perut Bella terasa melilit saat laki-laki itu makin merapatkan tubuh keduanya. "Kenapa memelukku, Bella?"

Itu adalah pertanyaan serupa yang berputar di kepalanya.

"Kau pasti tahu sangat berbahaya melakukan itu padaku," Napas Romeo terasa di puncak kepalanya. "Di sini."

"A-aku...," Bella menelan ludah, bersikeras mendorong jauh kegagapannya. "Untuk seseorang yang ingin mendekatiku, kau terlalu banyak menyimpan rahasia."

"Bukankah Jack sudah menceritakan banyak hal padamu?"

Satu tangan Romeo masih memegang tangannya, ketika tangan yang lain turun menyapu samping tubuh Bella dan berhenti di pinggangnya. Bukan sentuhan sesungguhnya, karena tangan Romeo masih berada di atas celananya, tapi itu cukup membuat sekat kaca di depan Bella buram oleh napasnya.

"Mari bermain denganku," Romeo sedang menguasai Bella. Dan ia menemukan dirinya tidak keberatan atas itu. "Kau bisa bertanya apa saja padaku, dan sebagai gantinya aku akan menyentuhmu sesukaku."

Itu terdengar seperti perjanjian berbahaya. Tapi untuk membuat Romeo jatuh cinta padanya harus dimulai dengan Bella yang mengenal laki-laki itu.

Sepertinya Bella bertambah pening, juga menjerit di dalam hati saat Romeo menundukkan kepala tepat di samping telinga dengan bisikan. "Aku menantikan pertanyaanmu."

Bella sudah menelan ludahnya ratusan kali karena tenggorokannya tiba-tiba menjadi sangat kering. "Apakah wanita itu yang melukaimu?"

Tangan Romeo yang berada di pinggang Bella meremas pelan. "Ya." Jawab laki-laki itu kemudian.

"Ba-gaimana bisa?"

Romeo menghirup aroma rambutnya, seolah membuka jalan untuk hidung mancung laki-laki itu turun ke sisi lehernya. "Dia punya lusinan anak buah." Katanya menjawab, juga mengirimkan sensasi panas dari napas laki-laki itu. "Kau sangat harum."

Sepertinya pembicaraan ini tidak akan berjalan benar. "Mengapa dia-" kalimat Bella menggantung, karena Romeo mengecup lehernya. Bukan hanya sekali, tapi jenis kecupan kecil yang sebelumnya tidak pernah terpikir akan sangat menggairahkan. "-melakukan itu?"

"Karena kesal padaku," Saat Romeo mengecupi leher Bella, sentuhan lain terasa di pinggangnya. Di mana jari panjang laki-laki itu menyelinap masuk di bawah bajunya. Mengusap ringan sampai Bella tidak bisa bernapas.

Mungkin Bella harus membicarakan ulang tentang perjanjian mereka akan pertanyaan-sentuhan ini. Bella menarik napas cepat. "K-kesal?"

"Karena aku tidak melakukan apa yang diinginkannya."
Jari Romeo mengusap pinggangnya semakin jauh. Terasa panas di kulit Bella, sama seperti napas laki-laki itu di tengkuknya. "Kau terasa sangat lembut di tanganku."

Jika saat ini Bella masih kuat berdiri itu dikarenakan dirinya bersandar pada sekat kaca, karena jujur saja lututnya sudah benar-benar lemas.

"S-siapa n-namanya?"

"Lilian."

"Apa hubunganmu dengan wanita itu?"

Sepertinya bagian bawah baju Bella sedikit tersingkap karena tangan Romeo sudah mengusap hingga ke perutnya. Bersamaan dengan itu kecupan laki-laki itu naik mencapai telinga.

"Seseorang yang sangat aku benci sampai keinginan untuk membunuhnya sangatlah kuat."

Kalimat itu membuat Bella berbalik menghadap Romeo. "Jangan."

Tatapan Romeo menelusuri pakaian Bella yang lembab terkena percikan air. Tangan laki-laki itu memayungi matanya, agar Bella bisa menatap lurus ke arah Romeo.

"Aku mungkin tidak tahu apa saja yang sudah kau lewati. Seberapa berat hal itu atau sesulit apa. Tapi aku tahu kau tidak memiliki keinginan itu. Mungkin kau pikir iya. Tapi aku yakin kau bukan orang yang seperti itu."

"Mengapa kau bisa seyakin itu?"

Air dari pancuran membahasi Romeo. Ujung rambutnya menitikkan air begitu pula bulu mata laki-laki itu. Bella mengusap kedua mata Romeo dengan ibu jarinya. "Karena aku percaya padamu."

Romeo menahan tangan Bella untuk tinggal lebih lama di wajah laki-laki itu. "Kau sama sekali tidak mengenalku, Bella."

"Kalau begitu biarkan aku mengenalmu."

Napas Romeo terasa di pergelangan tangannya. Tatapan intens laki-laki itu memabukkan. Bella mengalihkan matanya turun, namun pemandangan tubuh Romeo juga bukan pilihan tepat.

Sandra sering kali menunjukkan majalah dengan model laki-laki di dalamnya kepada Bella. Tanggapannya waktu itu sama sekali biasa saja padahal menurut Sandra para model di majalah itu membuatnya gerah.

Tapi saat ini melihat lngsung tubuh laki-laki di hadapannya membuat sesuatu bergejolak di dalam diri Bella. Romeo sangat indah. Sangat pas. Sangat keras namun lembut. Belum lagi ukiran dari tato yang menghiasi sebagian bahu.

Rupanya Bella meneliti terlalu lama. Membuat Romeo mendorong dagunya naik. Mempertemukan kembali tatapan mereka.

"Kau harus keluar sekarang, Bella. Atau aku bisa saja menyentuhmu lebih jauh lagi dari ini."

Di tengah deru napas Bella yang terengah, Romeo membawanya keluar dari sekat kaca. Laki-laki itu menarik handuk dari gantungan dan menyelubungkannya di atas kepala Bella.

Laki-laki itu lalu menuntunnya berjalan keluar dari kamar mandi. Dan ketika pintu kamar mandi tertutup di belakang Bella, barulah ia menarik handuk turun dari kepala.

Mungkin ini lebih baik. Mungkin memang seharusnya Bella menunggu Romeo mandi, bukan malah melakukan hal gila seperti tadi.

Bella memutuskan ingin menyiapkan makan malam untuk Romeo. Sambil mengeringkan rambut, Bella menuju dapur ingin melihat apa yang bisa dibuatnya.

Namun langkahnya terhenti ketika suara ketukan terdengar. Bella mencoba melihat siapa yang datang dari lubang pintu. Dan matanya langsung melebar ketika melihat Petty di sana.

Bella berlari menuju pintu kamar mandi. "Romeo! Ada Petty di luar mengetuk pintumu."

Dari dalam kamar mandi, Romeo menjawab. "Kau saja yang membukakannya."

"Aku?" Bella memperhatikan penampilannya. Bertelanjang kaki, memakai celana pendek dan juga T-shirt serta rambut setengah basah. "Kau masih lama di dalam? Kurasa sebaiknya kau saja yang menemuinya."

"Tidak akan ada bedanya, Bella."

"Bagaimnaa jika nanti Petty bertanya mengapa aku di sini?"

Beberapa saat hening, lalu suara Romeo kembali terdengar. Lebih pelan dari sebelumnya dan terasa lebih dekat. Sepertinya Romeo sedang berdiri di balik pintu. "Kau bisa menjawab dengan alasan apa saja. Aku tidak keberatan."

Mendapati jika hubungan di antara mereka bahkan terlalu sulit untuk dijelaskan membuat Bella membali menuju pintu masuk dengan mencari-cari alasan yang masuk akal.

Benar saja, Petty hampir mengeluarkan matanya sendiri karena membelalak melihatnya membuka pintu.
"Bella?"

"Hai, Petty."

Tatapan Petty meneliti dari atas sampai bawah. "Kau di sini? Bersama Romeo?"

"Y-ya. Dia sedang mandi." Astaga situasi ini sangat tidak nyaman hingga telapak kaki Bella berkeringat. "Kau mau menunggunya di dalam. Silakan masuk. Aku bisa membuatkanmu beberapa makanan."

"Entahlah, Bella," Petty mengusap lengannya. "Kurasa kau harus bertanya lebih dulu pada Romeo. Karena sejauh pengetahuanku, Romeo tidak mengijinkan siapa pun masuk ke dalam apartemennya." Senyuman Petty tidak selebar biasa. "Itulah mengapa aku cukup terkejut melihatmu."

Kalau Bella tahu soal itu, mungkin ia tidak akan membukakan pintu dan memilih berdiam diri saja.

"B-bagaimana kabarmu?" Tanya Bella.

"Cukup baik," jawab Petty. "Bagaimana pekerjaanmu?"

Seharusnya itu akan menjadi pertanyaan penuh perhatian dari seorang teman. Tapi kepala Bella justru menerjemahkan bahwa Petty sedang mengingatkan bantuannya akan pekerjaan yang didapat Bella.

Bella harus berhenti berpikir. "Baik. Ronald menambah ruang ganti dan beberapa menu untuk di makan."

"Itu terdengar bagus."

"Petty, kalau kau ingin membicarakan sesuatu dengan Romeo secara pribadi, aku bisa pergi dan membiarkan kalian bicara."

"Kau tidak akan ke mana-mana." Suara itu datang bersamaan dengan rangkulan di bahunya. "Kita belum selesai, Bella."

Terima kasih kepada Romeo yang membuat situasi tidak nyaman berubah menjadi situasi sangat amat tidak nyaman.

"Ada apa, Petty?" Tanya Romeo selanjutnya.

"Aku pikir bisa bicara denganmu karena setahuku kau tidak bekerja hari ini."

"Maaf, aku sedang ada urusan dengan Bella sekarang."

"Tidak apa-apa. Aku mengerti." Petty melihatnya dan Romeo bergantian. "Jadi kalian berpacaran?"

"Benar." Romeo mengeratkan rangkulan, di mana itu membuat dagu laki-laki itu menempel di puncak kepala Bella. "Kami bersama sekarang."

"Aku turut senang. Kalian memang terlihat cocok," Petty melihatnya tidak nyaman. "Kurasa aku harus menjelaskan tentang sikapku bersama Romeo saat pertama kita bertemu dulu. Waktu itu aku sedang bertengkar dengan kekasihku jadi... aku meminta Romeo menemaniku."

Romeo menyela. "Tidak perlu membahas itu lagi."

Bella menyikut perut Romeo. Karena merasa laki-laki itu bersikap terlalu dingin pada Petty.

"Baiklah. Kurasa aku harus pergi sekarang. Mungkin aku akan datang ke Kafe nanti. Aku ingin mencoba kue buatan Bella. Aku sudah merindukan kelezatannya."

"Tentu saja kau harus datang." Bella bersungguh-sungguh. "Aku akan menunggumu."

Setelah Petty pergi, Romeo menutup pintu dan menggenggam tangannya. "Kau ingin makan?"

Romeo menuntunya menuju dapur. Laki-laki itu membuka kulkas dan melihat ke dalamnya.

"Biar aku yang membuat makanan," ujar Bella. "Punggungmu pasti masih sakit."

Romeo tidak mengelak dan dengan patuh duduk di meja dapur. Bertopang dagu, memperhatikan Bella mengocok adonan pancake.

"Petty tadi bilang jika kau tidak mengijinkan orang lain memasuki apartemenmu." Tanya Bella sambil memanaskan teflon, membelakangi Romeo.

Laki-laki itu bergumam. "Aku tidak menyukai keramaian."

"Tapi kau mengijinkanku." Bella baru ingat bahwa hari pertama kepindahannya, ketika ia masih mengira ini adalah apartemen Petty, ia datang untuk meminta tolong soal tikus di tempatnya. Dan Romeo membiarkannya masuk.

"Kau berbeda. Kehadiranmu membuatku tenang. Sesuatu yang tidak kudapatkan dari siapa pun."

Seperti margarin yang sedang mencair di atas teflon, seperti itulah keadaan hati Bella saat mendengar kalimat manis dari Romeo. Tanpa sadar Bella menggigit bibirnya untuk menahan senyuman.

"Kenapa lama sekali?" Tanya Romeo yang tiba-tiba menghampirinya. Kedua tangan laki-laki itu bertumpu di tepi meja di samping tubuh Bella. Mengurungnya di dalam kedekatan hingga suara Romeo tepat di telinganya, memberi getaran ke seluruh tubuh Bella. Sama seperti di kamar mandi beberapa waktu yang lalu.

"Sebentar lagi. K-kenapa kau tiba-tiba saja kelaparan?"

"Beberapa waktu yang lalu, aku hampir saja memakanmu," Romeo mengambil piring berisi pancake, lalu memberi kecupan di bahu Bella. "Jadi, ya. Aku memang selapar itu sekarang."

Oh. My. God.

🔥

Halooo....
HAHAHHAA AKHIRNYA GA JADI BULAN DEPAN APDET UHUU SENANG!

Selamat hari minggu, ya...
semoga kalian selalu sehat dan bisa berkumpul dengan keluarga tercinta.

Yang lagi kerja, semangat yaa. Yang lagi rebahan, jangan nunda makan, ya. Yang lagi menikmati waktu sendirian, semoga segera didatangkan seseorang, ya

Mungkin, tulisan di akhir part ini jarang kalian baca. Tapi aku pernah bilang, dengan menulis ini aku seperti lagi benar-benar bicara sama kalian.

Terima kasih ya sudah mau baca ceritaku. Terima kasih masih menemaniku menulis ini sampe sekarang.

Dan kalau belum ada yang bilang, terima kasih buat kamu karena sudah berjuang untuk hidupmu, untuk orang-orang yang kamu sayangi.

Kamu hebat, selalu.

Faradita
Penulis amatir baru potong rambut yuhuuu
Funfact : adegan terakhir tidak direncanakan, tiba-tiba ide datang pas ngedit. Lalu jadinya lebih suka ini daripada rencana sebelumnya.
Ho ho hoo

Pembaca dari luar sekat kaca:


Revisi : 08 oktober 2021

Continue Reading

You'll Also Like

The Only One By Hai You

General Fiction

555K 43.7K 78
[#1 THE ONLY SERIES] [TERSEDIA DI DREAME] Audrey paling tidak suka dengan pria sok kegantengan dan playboy. Menurutnya tak ada yang bisa dibanggakan...
2.9M 145K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _š‡šžš„šžš§šš š€ššžš„ššš¢ššž
757K 49.7K 36
mari bertemu dengan Jordan, Duke of Hasting dan Lady Sophia of Penwood. berlatar belakang kehidupan bangsawan London, Inggris. Akan menjelajahi perja...
1.4M 20.1K 8
CEOPLAYBOY SERIES #2 - ZAFIER GASTER No Matter How Far You Go, I'll Find You Lelaki jenius pendiri dan pemilik Gaster Tecn. Corporation yang bangga m...