Prepossess

By Faradisme

3.6M 470K 73.6K

Ini tentang arti dari menemukan di antara banyak kemungkinan. Tentang sebuah keputusan, yang menjerat tanpa... More

INFO : REPUBLISH
First Of All.
Prolog
Prepossess - 1
Prepossess - 2
Prepossess - 3
Prepossess - 4
Prepossess - 5
Prepossess - 6
Prepossess - 7
Prepossess - 8
Prepossess - 9
Prepossess - 10
Prepossess - 11
Prepossess - 12
Prepossess - 13
Prepossess - 14
Prepossess - 15
Prepossess - 16
Prepossess - 18
Prepossess - 19
Prepossess - 20
Prepossess - 21
Prepossess - 22
Prepossess - 23
Prepossess - 24
Prepossess - 25
Prepossess - 26
Informasi!
Prepossess - 27
Prepossess - 28
Prepossess - 29
Prepossess - 30
Prepossess - 31
Prepossess - 32
Prepossess - 33
Prepossess - 34
Prepossess - 35
Prepossess - 36
Prepossess - 37
Prepossess - 38
Prepossess - 39
Prepossess - 40
Prepossess - 41
Prepossess - 42
Prepossess - Tamat
Info Prepossess - Extra Part
INFO TERBIT DAN CARA PEMESANAN (HARAP DIBACA)
EBOOK PREPOSSESS

Prepossess - 17

79K 11.6K 1.6K
By Faradisme

Jika batas itu memang ada, mungkin penghalang terakhir untuk berlari ke arahmu hanyalah tinggal keberanianku melewati pintu itu.

🔥

"Kau ingat orang-orang yang masuk menghancurkan kafe tempo hari? Itu atas suruhan wanita itu." kata Ronald hati-hati.

Bella menganga.

"Dia Lilian. Jelmaan penyihir dengan kekuatan jahat yang ada di buku dongeng. Tampilan luarnya memang cantik, tapi hatinya begitu busuk." Jack bergidik, mungkin sedang membayangkan sosok penyihir yang ia sebutkan.

"Kenapa Romeo pergi bersamanya?"

Sesaat, Ronald dan Jack saling bertukar pandang sebelum menghindari tatapan Bella. Jelas ada yang mereka coba sembunyikan.

"Pernahkan Romeo menceritakan keluarganya?" tanya Ronald.

Bella menggeleng.

"Kalau begitu kau bisa menanyakannya langsung pada Romeo nanti." Kata Ronald berlalu ke ruang kantornya di Kafe. "Aku tidak memiliki hak untuk menceritakannya padamu."

Karena Bella menghormati Ronald sebagai atasan, ia pun tidak bisa memaksa lebih jauh. Tapi tidak pada Jack.

"Aku sudah tahu apa yang akan kau tanyakan," ucap Jack ketika Bella menyusul laki-laki itu ke dapur.

"Kalian tidak peduli sama sekali saat Romeo bertengkar dengan pelanggan. Tapi saat wanita itu datang, kau bahkan ingin langsung mengusirnya."

Jack terkekeh. "Bahkan lebih dari itu. Wanita itu sudah membuat hidup Romeo seperti di neraka. Mungkin karena memang dia adalah iblis."

"Kenapa wanita itu membawa Romeo pergi? Apa hubungan di antara mereka?"

Jack yang sudah bersiap ingin pulang berbalik menatap Bella. "Aku sangat gatal ingin mengatakannya padamu, kau tahu."

"Kalau begitu ceritakan."

"Dan Romeo akan menghabisiku karena membicarakan hal ini yang asal kau tahu dilarang keras untuk dibicarakan. Belum lagi Ronald akan senang menyiksaku dengan memotong sebagian gajiku." Jack melompat untuk duduk di tepian meja panjag dapur. "Tapi tentu saja aku tidak peduli itu semua."

Bella menarik kursi dan duduk dengan tangan terlipat di atas meja layaknya seorang murid yang siap menerima pelajaran dari gurunya.

"Aku dan Ronald berteman dengan Romeo sejak kecil," Jack menarik sebatang rokok. "Kami berteman karena orang tua kami juga berteman dan melakukan bisnis bersama-sama. Ya, seperti itulah. Sering bertemu saat segala jenis meeting dilakukan membuat kami sering bertemu dan mau tidak mau bermain bersama."

"Keluarga Romeo sangat kaya. Hampir seluruh tanah di kota ini berada di bawah nama mereka. Aktifitas ekonomi di seluruh negara bagian terhubung langsung dengan perusahaan mereka, dengan saham kekuasaan tujuh puluh lima persen. Kau bisa bayangkan sebesar apa itu? Hampir bisa membeli semua sektor pulau yang masih dan belum tercatat di peta."

"Bukan hanya itu, selain kekayaan yang berlimpah, keluarga Romeo juga harmonis. Orang tuanya selalu mendahulukan kepentingan keluarga di atas segalanya. Singkat cerita keluarga Romeo adalah potret tepat untuk disebut sebagai keluarga sempurna. Tapi sayangnya semua itu tidak bertahan lama."

"Apa yang terjadi?" Bella menemukan dirinya takut untuk mendengar jawabannya.

"Aku tahu ini dari orang tuaku dulu. Mereka bilang ayah Romeo terlilit hutang ratusan miliyar dollar dan terancam bangkrut. Perlahan semua aset milik keluarga itu diambil untuk menutupi hutang yang berbunga sangat cepat. Kau mau menebak kepada siapa Ayah Romeo berhutang?"

"Lilian?"

"Tepat sekali."

"Tapi bagaimana mungkin?"

"Aku tidak tahu apakah ini akan menjadi bagian terburuknya. Menurut kabar yang tersebar, ayah Romeo berselingkuh dengan Lilian. Yang ternyata itu semua hanya tipu muslihat wanita itu untuk mengelabui ayah Romeo. Dalam sekejap, semua kekayaan keluarga Dante tersedot habis dan dikuasai oleh Lilian. Rumah, perusahaan, seluruh aset keluarga, semua dikeruk oleh wanita ular itu."

Bella tanpa sadar mengepalkan tangan. Ikut geram hanya dengan mendengarkan.

"Dan kafe ini adalah satu-satunya yang tersisa dari keluarga Dante."

"Maksudmu ini kafe milik Romeo?"

"Seharusnya begitu. Tapi Romeo meminta Ronald untuk mengurusnya supaya Lilian tidak mengambil alih tempat ini. Meskipun berakhir wanita itu mengetahuinya dan seperti yang kau tahu kejadian tempo hari adalah salah satu tindakannya."

"Ada apa dengan wanita itu. Ia terdengar sangat... jahat."

Jack mendengus. "Wanita itu sangat menginginkan Romeo menderita. Tidak, sepertinya Lilian membenci seluruh keluarga Dante. Itulah kesimpulanku."

"Lalu apa yang dilakuka Romeo dengan mengikuti Lilian tadi?"

"Lilian membuat hutang keluarga Dante terus bertambah seolah tidak bisa dilunasi. Itu membuatnya bisa mencekik Romeo dengan memaksanya untuk membayar hutang. Wanita itu memaksa Romeo melakukan hal-hal yang diperintahkannya.Aku dan Ronald tidak pernah tahu apa saja, tapi melihat kekejaman Lilian, mungkin tidak jauh dari memeras orang."

Kepala Bella seakan ingin pecah. Ia tidak menyangka, lebih tepatnya tidak menduga jika Romeo mengalami hal yang begitu buruk.

"Lalu di mana orang tua Romeo sekarang?"

Jack menghisap rokoknya kuat-kuat. Menyemburkan asap putih mengepul ke udara. Jika saja Bella tengah membuat kue, Jack pasti akan dilarang keras oleh Ronald untuk merokok di dapur ini.

"Orang tua Romeo-"

"Jack!" suara itu lantang  menyentak. Membuat Bella terkejut juga Jack yang langsung mematikan rokoknya.

"Sudah berapa kali aku katakan jangan merokok di dapur!" Ronald mencengkram kerah seragam Jack. "Kau ingin kupukul?!"

"Bella tidak sedang membuat kue. Ini bahkan bukan lagi jam kerja." Jack membela diri.

"Benar, dan kau sudah seharusnya pulang." Jack menatapnya. "Kau juga, Bella. Jangan ada lagi yang berada di sini dalam hitungan ketiga."

Ronald menghitung. "Satu,"

"Kau bos yang sangat menyebalkan. Wajar saja sampai sekarang tidak ada wanita yang mau bersamamu."

"Dua,"

Bella beranjak mengambil tasnya.

"Hei-hei, kenapa kau sangat galak? Kau sedang datang bulan?"

Suara benda-benda berjatuhan selanjutnya terdengar ketika Bella menutup pintu dan menuju arah jalan pulang.

Bersama pikiran yang dipenuhi Romeo.

🔥

Bella mondar-mandir dengan kaki telanjang di atas karpet kamar tidurnya, menimang ponsel juga kertas berisi deretan angka.

"Apa yang harus kukatakan jika aku menelponnya?" Bella menghempaskan diri di tempat tidur. Mengetik nomor sesuai yang tertulis di kertas. Hanya sampai di situ karena ibu jarinya mengambang di atas tombol panggil.

"Sebaiknya aku menunggu saja." Gumam Bella pada diri sendiri dan menggenggam ponsel di samping tubuh.

Bella menghela napas dan memejamkan mata. Kembali terbayang sedingin apa Romeo saat pergi bersama wanita berambut merah tadi. Membuat Bella ingin menggapai laki-laki itu.

Romeo terlihat rapuh di tubuhnya yang tegap.

Keesokan paginya Bella bangun dengan masih memegang ponsel. Tidak ada panggilan ataupun pesan yang ia harapkan membuat kepalanya kembali terhempas pada bantal. Ia kemudian mengetik sebuah pesan dan dengan cepat menekan tombol kirim.

Kau baik-baik saja?

Bella harap Romeo baik-baik saja. Mengkhawatirkan seseorang tidak lebih menyenangkan daripada merindukannya. Apalagi dalam kasusnya saat ini, ia merasakan sekaligus keduanya.

Setelah mandi dan bersiap membuat sarapan, pintunya diketuk dua kali. Bella meninggalkan dapur dan berlari membuka pintu tanpa repot memeriksa siapa yang datang.

Bukan seseorang yang ia harapkan membuat bahu Bella luruh seketika bercampur rasa tak percaya di dalamnya.

"Selamat pagi, juga sahabat baikku." Sandra masuk membawa dua bungkusan roti. "Walau aku merasa kehadiranku tidak diterima tapi aku membawakanmu sarapan. Yup, sama-sama."

"Maaf," gumam Bella pelan. "Terima kasih."

"Kau begadang? Menonton film? Atau drama korea?" Sandra bergabung denganya di sofa dengan membawa roti panas yang sudah dipindahkanya ke atas piring. "Lupakan, aku tahu ini berhubungan dengan Romeo."

"Aku menunggu kabarnya."

"Excuse me, dia tinggal tepat di sebelahmu sekarang."

"Dia tidak ada di sana," Bella memeluk bantal sofa. "Aku mencoba mengetuk pintunya tadi malam."

"Waw, itu sebuah kemajuan untukmu, Bella. Kau sudah menghubunginya?"

"Aku sudah mengirim pesan."

Sandra menghela napas. "Seharusnya aku tidak berharap banyak padamu. Bagaimana dengan membuat kemajuan lainnya seperti menelpon Romeo?"

"Haruskah?"

Sandra menggigit rotinya. "Jika itu bisa membuatmu tenang."

Bella berlari ke kamar menyambar ponselnya cepat. Membawanya ke sofa di sebelah Sandra. "Bagaimana kalau aku mengganggunya?"

"Memangnya kenapa? Dia ingin dekat denganmu kurasa itu artinya kau boleh mengganggunya."

Bella mencari nama Romeo di kontaknya. Menggigiti kuku ketika mengeja nama itu di dalam kepalanya. Dan menggeser tombol dial dan berdebar karena suara sambunga telpon terdengar.

Satu kali... dua kali... tiga kali...

Sambungan itu terus terdengar sampai kotak suara mengambil alih.

"Dia tidak menjawab."

"Sekali lagi," Sandra mengelap bibirnya. "Kalau panggilan kedua tidak terjawab lagi, itu artinya dia sedang sibuk."

Berbekal saran itu, Bella kembali meletakkan ponsel ke telinga. Nada sambung yang sama, bergemuruh di sana. Saat ia mulai kecewa, sambungan itu berhenti dan digantikan dengan suara yang dirindukannya.

Suara engahan terdengar jelas. Juga tarikan napas yang kasar karena kelelahan. "... Bella?"

Sandra yang duduk di sebelahnya bicara tanpa suara. Di jawab?

Bella beranjak ke kamarnya. Ia berjalan mondar mandir di atas karpet bulu lembut.

"Ini Bella?"

Bella sampai lupa menyahut. "I-iya. Ini aku."

Helaan napas panjang penuh kelegaan menyapu pendengarannya.

"Kau baik-baik saja?"

"Iya."

Bella duduk di tepi kasur. "Kau masih mau mencoba kue cokelat buatanku?"

"Tentu saja."

"Aku akan membuatkannya," Bella menggulung ujung baju oversizenya. "Kalau begitu kau harus pulang."

Romeo tidak langsung menjawab. Helaan napas laki-laki itu terasa begitu jelas seperti Bella bisa merasakanya. Ia menyukai sensasi ini.

"Bella,"

"Ya?"

"Tetaplah takut padaku. Selalu kunci pintumu dan jangan membukanya untuk sembarang orang."

Setelah mengatakan itu Romeo memutus sambungan telpon di saat Bella bahkan masih mematung. Pesan yang disampaikan Romeo terdengar menakutkan. Seolah dirinya sedang berada dalam bahaya.

Namun kalimat itu tidak sesuai dengan bagaimana suara Romeo yang dalam bergetar menyentuh hatinya. Memenuhi telinganya dan terngiang-ngiang dalam makna yang berbeda.

Berefek luar biasa yang membuat Bella sangat ingin memeluk laki-laki itu sekarang.

🔥

Bella tidak menceritakan persoalaan Romeo kepada Sandra. Karena ia merasa tidak sepatutnya membicarakan masa lalu orang lain di saat Bella mengetahuinya dari orang lain.

Sandra menemaninya seharian. Mereka menonton film, membuat kue cokelat, dan memesan makanan lagi untuk siang hari. Panggilan telpon dari kekasihnyalah yang membuat Sandra beranjak pulang.

"Kau berjanji akan baik-baik saja, bukan?"

Bella memeluk Sandra di ambang pintu. "Aku jauh lebih baik karena kau mengingatku dan membelikanku roti. Meski buatanku pasti jauh lebih enak."

Sandra tertawa. "Tidak tahu terima kasih."

Pelukan mereka terurai. "Terima kasih sudah menemaniku."

"Soal Romeo," Sandra menggenggam tangannya. "Santai saja, okay? Jangan terburu-buru dan nikmati prosesnya. Kurasa aku mulai setuju dengan Romeo kalau lebih baik tidak ada cinta di antara kalian. Itu akan melindungimu."

Sampai lambaian tangan Sandra hilang tertelan lift yang tertutup, Bella masih bersandar di pintunya. Memikirkan kembali keputusannya. Meragukan kembali niatnya. Kebingungan kembali akan tindakannya.

Bella sudah akan masuk, namun sudut matanya menangkap kedatangan seseorang, yang mulai dikenalinya dengan baik. Membuatnya menoleh terlalu cepat hingga kuncir rambutnya mengantam wajahnya.

Romeo kembali. Laki-laki itu kini menatapnya dengan jarak lima belas kaki. Dengan kemeja Kafe yang berantakan dan kotor. Juga wajah yang tidak terlalu berlebihan jika disebut babak belur.

Matanya melebar, juga tangan yang menutup mulut karena terbuka lebar. Mata mereka bertemu dan tanpa sadar Bella melangkah maju ingin menghampiri, akan tetapi Romeo justru langsung membuka pintu dan masuk ke dalam apartemen miliknya.

Secepat itu kedatangan Romeo, secepat itu pula laki-laki itu menghilang di balik pintu.

Bella masih terpaku. Oleh keadaan Romeo yang menyedihkan, juga pengabaian laki-laki itu yang tidak diduganya.

Yang benar saja.

Bella menghampiri pintu Romeo dan mengetuknya. Tidak ada respon lalu ia mengulanginya. Dan tentu saja selagi keberanian Bella masih ada, ia mengetuk sekali lagi dengan  tidak sabar.

"Romeo!"

Detik selanjutnya pintu terbuka. Romeo masih sama seperti tadi yang dilihatnya.

"A-apa yang terjadi padamu?" tanya Bella.

Romeo diam.

"Aku tidak boleh mengetahuinya?"

Romeo tetap diam.

"J-jadi ini maksudmu tentang tertarik padaku? Membiarkanku mengkhawatirkanmu sendirian," Bella meneguk air liur. "Lalu sekarang mengabaikanku?"

Bella sungguh terkejut ketika Romeo menariknya masuk dan menutup pintu di belakang punggungnya. Tak berhenti di sana, Romeo masih menariknya mengikuti langkah lebar laki-laki itu melewati ruang tamu, dan masuk ke dalam ruangan.

Bella yakin itu adalah kamar Romeo. Karena struktur bangunan yang sama dengan apartemennya. Namun ruangan itu kosong tanpa perabot, tidak ada tempat tidur di sana.

Romeo membuka lemari yang menyatu pada dinding, menarik asal pakaian dari dalam dan menuju kamar mandi, dengan masih menarik Bella.

"Romeo," panggil Bella ketika melihat pantulan mereka di cermin kamar mandi. "Romeo tunggu."

Di dalam kamar mandi berukuran sedang dengan pancuran di sisi kanan, barulah laki-laki itu melepaskannya. Sekaligus juga melepaskan satu per satu kancing kemeja.

"Aku berencana mandi terlebih dulu sebelum bertemu denganmu." Kata Romeo saat meloloskan kemeja dari tubuhnya dan membelakangi Bella. "Tapi kau baru saja mengubah rencanaku."

Bella tersentak. Napasnya tertahan. Oleh perkataan Romeo, tapi sepenuhnya dikarenakan apa yang ia lihat di punggung laki-laki itu. Ada luka memar di sepanjang tulang belikat hingga pinggang. Juga luka lain di tempat yang berbeda. Warnanya mungkin kebiruan nyaris berubah ungu kehitaman sekarang.

"Romeo," Bella menelan isakan. 

Laki-laki itu berbalik, menyentuh pipinya dengan punggung jari telunjuk. "Kumohon, Bella. Jangan jatuhkan air mata itu."

Bella tidak merasakan jika matanya sudah berkaca. Tangisnya bisa saja pecah sekarang tapi bukan dirinya yang penuh luka lebam. Bukan dirinya yang terlihat menyedihkan tapi Romeo.

"Kau bisa menunggu di luar," Romeo melangkah memasuki sekat kaca dan menyalakan shower. Uap dari air hangat membuat embun di kaca pembatas, juga mengapung di atas mereka. "Tapi aku juga tidak melarangmu berada di sini."

Bella akan menunggu di luar. Paling tidak membuatkan Romeo beberapa makanan hangat juga obat-obatan. Memberikan apa yang laki-laki itu butuhkan, dan mungkin menangis sesegukan dengan alasan, bahwa melihat Romeo seperti itu sudah berhasil ikut menyakiti diri Bella.

Itu yang akan dilakukannya nanti.

Saat ini Bella tidak ingin membiarkan dirinya berpikir ketika ikut melangkah memasuki sekat kaca itu dan berdiri tepat di belakang Romeo.

Di bawah pancuran air yang juga mengenainya, Bella memeluk punggung laki-laki itu, dan menjatuhkan air mata tanpa ada yang tahu.

🔥🔥

Dear, kamu.

Sebaiknya kamu sudah tidur sekarang. Dan membaca cerita ini nanti pagi saat bangun dengan perasaan senang. Aku ingin melihatmu tersenyum, meski hanya sedetik, meski hanya hal sederhana, meski hanya kamu yang tahu alasannya.

Aku ingin kamu selalu sehat.
Makan yang teratur, juga istirahat yang cukup.
Jika perlu, berhenti dulu memikirkan dia yang mungkin tidak memikirkanmu.

Aku ingin kamu bahagia.
Sedikit saranku, ciptakan bahagia milikmu.
Karena semua itu, adalah alasanku juga menulis ini.

Faradita
💜💜💜

Ini sedikit gambaran kondisi kamar mandi checkkkkk 🤣



Ini sedikit gambaran penulis 🙂🙏


Revisi ; 05 oktober 2021

Continue Reading

You'll Also Like

EXILE By Hey

Teen Fiction

737K 46.1K 49
#3 in teenfiction (21/06/19) Menghabiskan hampir lima belas tahun dengan perempuan yang sama lagi dan lagi? Bagi Altair Langit Alderado, melihat keh...
1.9M 52.9K 13
Highest rank #dihatimuuuu~ Kamu bisa baca versi complete di aplikasi : >> KUBACA = @AlyaSukmaDewi >> DREAME/INNOVEL = @AlyaDewi ------ Angkasa membe...
41.9K 8.9K 41
SELESAI āœ”ļø Aneta berharap dia tak akan pernah merasakan apa itu cinta karena dia tak mau patah hati seperti kakak perempuannya yang hidupnya berubah...
2.7K 652 46
Kata orang, menjadi cantik akan menyelesaikan 50% masalah kehidupan. Mungkin benar, tapi rasanya masalah batinku yang bertambah. Semua sorotan seakan...