Shaka's Ending ✔

By dimplesfeel

311K 32.6K 2K

Shaka tidak pernah meletakkan kepentingannya di atas kepentingan orang lain. Shaka bahkan tidak memiliki rapa... More

prologue: The One Who Lost Himself.
Arus 1
Arus 2
Arus 3
Arus 4
Arus 5
Arus 6
Arus 7
Arus 8
Arus 9
Arus 10
Jeram 11
Jeram 12
Jeram 13
Jeram 14
Jeram 15
Jeram 16
Jeram 17
Jeram 18
Jeram 19
Jeram 20
Waterfall 21
Waterfall 22
Waterfall 24
Waterfall 25
Waterfall 26
Waterfall 27
Waterfall 28
Waterfall 29
epilogue: FINAL DESTINATION
Side story: London, Shaka, Rayyan dan Mahendra

Waterfall 23

7.3K 923 48
By dimplesfeel

Tap your star! <3





















Ada tiga suara yang paling Shaka benci didunia ini, yang pertama suara tangisan Mama, kedua geraman Papa dan ketiga bunyi mesin medis yang menunjukan tanda-tanda vital Rayyan. Maka dari itu, diruangan menyesakkan ini, mendengarkan mesin itu juga tangisan Mama seperti bergelantungan ditepi tebing. Lebih menakutkan dari apapun, lebih menyesakkan dari apapun, lebih menyiksa dari apapun.

Meski 15 menit yang lalu dokter sudah mengatakan bahwa Rayyannya sudah melewati masa kritis dan kini hanya tengah diinfus agar berisitirahat dengan nyaman, namun Shaka terlalu benci untuk memaafkan dirinya sendiri. Dia membayangkan bagaimana Rayyannya kesakitan sendirian. Memangnya kanker itu sesakit apa sih? Kenapa adiknya bisa sampai kritis? Pikirnya.

Lagipula sudah hampir empat hari mereka tidak bertatap muka dan kini yang ia pandang hanyalah wajah pucat Rayyan yang kini tengah damai dalam lelapnya.

"Shaka dah makan?" tanya Nenek. Akhirnya ada yang sadar dengan keberadaanya dipojok ruangan dengan wajah berantakan, baju seragam yang masih melekat juga senda kebesaran dikakinya.

Sudah lewat jam tujuh, Shaka tidak berniat beranjak dari sana sama sekali. Mungkin saja kakinya sendiri tidak sanggup lagi menopang tubuhnya sendiri. Ia sendiri sudah merasa kepalanya pening sekali, dari kemarin kepalanya sudah pening ditambah hal ini terjadi, kehidupannya menjadi tidak tentu rudu. Berantakan.

"Mau Nenek belikan apa?" Nadia masih berusaha membujuk Shaka yang mematung menatap lurus adiknya yang masih tergolek. Namun Shaka menggeleng. Nafsu makannya hilang, bibirnya saja sudah pecah-pecah namun ia enggan untuk minum setegak airpun.

"Makan sedikit aja, kamu belum makan dari tadi siangkan?" Shaka menggeleng lagi, kali ini lebih menuntut. Namun Nadia enggan menyerah, ia menangkup pipi tirus Shaka hingga memenuhi seluruh telapak tangannya. Ia usap lembut kulit wajah Shaka yang masih lembab dan memandangnya lama. Rupanya terlalu banyak yang ia lewatkan dari sosok Shaka.

"Kamu mau gak bisa liat Rayyan bangun karena sakit? Makan ya? Biar sedikit," ujarnya lembut. Dilihatnya Shaka tergerak sedikit, ia membalas tatapan Nadia dengan sendu dan kosong dalam matanya. Tanpa mengeluarkan bunyi apapun lagi, keduanya beranjak dari ruangan meninggalkan Nadin dan Harun yang masih menyisakan suasana tegang.

***

Bukannya membawa Shaka ke kantin Rumah Sakit, Nadia justru memilih rumah makan yang dekat dari Rumah Sakit. Niat awalnya ingin membawa Shaka meningkatkan protein ditubuhnya, maksudnya ingin mentraktir Shaka makan makanan laut, namun tepat 100 meter dari rumah makannya, Nadia teringat curhatan Rayyan malam itu sebelum anak itu tertidur.

"Shaka itu alergi stroberi! Dia juga alergi seafood! Tapi satupun gak ada yang tau. Dia makan-makan aja semuanya. Ada gak sih manusia yang lebih tolol dari Shaka?"

Saat itu setelah berhasil menyentil bibir Rayyan, ia baru tersadar akan apa yang baru saja Rayyan ucapkan. Ia juga lupa soal itu. Waktu Shaka kecil, sehabis memakan satu porsi nasi goreng seafoodnya, ia yang membawa Shaka periksa saat anak itu sesak nafas dan nyaris kehilangan nyawa bila Nadia tidak tepat waktu.

Semakin ia memikirkan tentang Shaka, semakin banyak pertanyaan yang muncul dikepalanya. Yang ia tau, anak itu selalu menurut dan tenang. Siapa yang tau didalamnya ia tengah bererupsi dan tinggal menunggu waktu kapan ia akan meledak. Shaka terbiasa mengalah, terbiasa tidak untuk tidak menangis, terbiasa untuk tidak menolak permintaan orang tuanya, terbiasa melihat masalah orang dewasa, terbiasa menjadi penengah, siapa yang tau juga dia terbiasa membiarkan luka-lukanya menganga tanpa diobati.

Shaka itu buku yang tertutup bagi Nadia, atau Nadia sendiri yang enggan membukannya. Atau Nadia sendiri yang tanpa sadar sudah memberatkan titik rasa sayangnya. Baginya Shaka sudah cukup dengan Harun dan Nadin sebelum ia tau rupanya keluarga mereka tengah berada ditepi jurang dengan Shaka sebagai tumbal.

"Mau makan apa?" tanya Nadia sekali lagi. sekalian memecah hening yang membekuk keduanya.

"Terserah Nenek. Tapi jangan seafood, aku alergi," jawab Shaka. Tujuannya untuk makan kali inikan agar tubuhnya tetap baik-baik saja sembari menunggu Rayyan membaik. Tidak lucu bila malah ia yang mati konyol sebelum bertemu dengan Rayyan.

"Nenek tau kok. Kan Nenek yang bawa kamu ke Rumah Sakit waktu itu. Kalau diinget-inget, Nenek jadi trauma tau," cerita Nadia, tangan kirinya mengusap-usap dada sambil kepalanya menggeleng. Sedang Shaka hanya terkekeh pelan.

"Makasih udah inget," sahut Shaka kemudian membuat Nadia menoleh ke kiri. Cucunya dengan senyum tipis membuang wajah kejendela. Baju seragamnya sudah lecek, dia juga sampai lupa membawa jaket sebenarnya ia bahkan tidak tau harus membawa apa saking paniknya.

"Rayyan juga inget, lagian siapa yang lupa?"

Kemudian Shaka menoleh, yang Nadia tangkap dari mata Shaka yang seolah berbicara meski hanya sekilas dengan senyum tanpa artinya adalah 'gak perlu aku bilang, nenek taukan?'

Dan akhirnya setelah cukup berpikir, Nadia memilih membelikan Shaka sate ayam dan membawanya pulang untuk bersih-bersih dan berganti pakaian terlebih dahulu. Kasian juga bila harus menggunakan seragam sepanjang malam. Mau sekacau apa lagi nanti bentukannya?

Rumah anaknya masih sama, hanya saja suasanaya tidak lagi sehangat dulu. Terlalu dingin hingga mampu membuat bulu-bulunya berdiri.

Dulu rumah ini dipenuhi tawa Rayyan, kedua bersaudara itu selalu berlarian mengitari seluruh rumah dengan tawa nyaring yang lolos dari bibir mereka. Shaka yang selalu tersenyum untuk semua orang dan Rayyan dibelakangnya selalu mengikuti gerak-gerik sang Kakak. Sebelum Nadia sadar ada yang kurang dari Shaka. Senyum seindah bulan milik Shaka, yang ia lakukan hingga membuat kedua matanya menyipit, sepertinya sudah jarang ia dapati. entah kapan terakhir kali.

Sembari menyiapkan makan malam Shaka, Nadia benar-benar tidak bisa lepas dari sosok Shaka yang berhasil ia pandangi cukup lama disudut ruangan tadi. Matanya, hidungnya, pipinya, rahangnya hingga leher, bagian yang paling banyak menyita perhatian Nadia. Bekas kemerahan yang memanjang melingkari leher Shaka entah mengapa berhasil mengirim sigma ngilu ditubuh Nadia.

Shaka pasti tidak pernah baik-baik saja.

Anak itu terlalu kosong dimatanya. Shaka terlalu rentan, Shaka butuh uluran tangan, atau mungkin ia akan benar-benar jatuh. Setidaknya ada Rayyan sebagai satu-satunya alasan. Hal itu semua membuat hati Nadia teriris. Terlalu perih hanya untuk menyadari bahwa ia menyesal, menyesal sudah menutup sebelah matanya. Baik Rayyan maupun Shaka, keduanya tidak berada didunia yang mendukung mereka.

Malam itu, sambil menemani Shaka yang menelan satenya sampai habis. Dalam hati Nadia memohon kepada Tuhan untuk mengampuni dirinya. Dalam hatinya ia terus mengulang kata maaf untuk setiap patah yang Shaka terima selama hidup didunia ini.

***

Keputusan Shaka untuk tidak bersekolah hari ini rupanya berbuah manis karena pagi Rayyan disambut dengan wajahnya. Hanya wajahnya, tidak ada Mama, tidak ada Papa, tidak ada Nenek, hanya ada Arshaka. Satu-satunya orang yang rela membuang semuanya bila perlu hanya untuk bersama Rayyan. Adiknya yang paling berharga didunia ini. Bahkan Rayyan berada diruurtan diatas kepentingannya sendiri.

"Morning!" sapanya. Rayyan masih tidak berekspresi, namun tidak lama kemudian cowok itu menghela nafas.

"Sarapan gue mana?" Shaka tersenyum sembari mengambil mangkok berisi bubur hangat diatas nakas sembari mengaduknya sedikit.

"Semalam kamu kritis loh. Kamu abis apa sih sampai kayak gitu?"

"Mama Papa dateng gak?"

"Datenglah!"

"Nice! Nanti gue sering-sering aja kritisnya."

"Bego ya lo?! Yang kritis lo, yang hampir mati gue tau!" sentak Shaka.

"Udah dibilangin kalau sakit tuh istirahat aja! Jangan dipaksain! Liat, lo kalau drop sampai kritis kayak semalam. Yang khawatirin lo itu gak satu orang Ray!"

Dari perubahan cara bicara Shaka, Rayyan tau, bahkan saat ia mengatakannyapun ia sendiri tau bahwa tidak seharusnya ia berbicara seperti itu. Lagi pula dia tidak bermaksud, kata-kata itu lolos saja dari bibirnya tanpa ia pikirkan. Ia pikir tidak akan ada yang mengambil hati dari kata-kata yang ia ucapkan.

"Maaf, Bang."

Shaka menoleh secepat kilat, lupa bila ia sedang sangat marah tadi.

"Hah, apa??" tanyanya antusias, ia bahkan tersenyum tertahan.

"Sowry~ gue laper. Buburnya siniin bisa gak, b a b u?" sahut Rayyan. Sedangkan Shaka sudah benar-benar melupakan kemarahannya. Bagaimana bisa pula ia marah bila Rayyan memanggilnya 'abang' untuk pertama kali selama ia hidup.

Shaka ingin mendengarnya lagi, sekali lagi.

"Bilang 'Bang, mau buburnya tolong' gitu."

"Buburnya cepet plis keburu dingin bubur gue."

"Bilang 'Bang' dulu."

"Hyung."

"Abang, Ray."

"Gege."

"Ray!"

"Apasih, gila hormat lu!" ujarnya sambil merebut semangkok bubur dari tangan Shaka lalu melahapnya segera. Sedangkan Shaka hanya tertawa pelan menatapnya. Melihat Rayyan yang nakal seperti ini benar-benar melegakan dari pada melihatnya hanya diam dengan wajah pucat seperti semalam. Benar-benar terasa seperti malaikat pencabut nyawa tengah mencabut nyawanya pelan-pelan.

Tapi setidaknya Rayyan masih memiliki harapan, itu artinya Shaka juga masih memiliki harapan untuk bertahan. Tidak peduli apa yang terjadi selanjutnya, ia hanya akan disisi Rayyan sampai anak itu sembuh total dan menjadi lebih pecicilan dari ini.

________________________

heheheHEHe..

gimana hari -hari kalian tanpa Shaka?

sorry banget telat update, dan ini juga sebenarnya bukan update sih. y gt lh pokoknya wkwk.

btw aku lg bolos class room. bosan bgt, ayo ramein :(

Mon maap jg part ini rada2 T_T

6. Sept. Sun 2020

-HR



Continue Reading

You'll Also Like

28.1K 2.7K 51
[[For the first please follow my account,tq💙]] Start 06/03/21 ⚠️Keep commenting and voting even though it's finished Tahap Revisi Dim light artiny...
198K 30K 41
April adalah awal bagaimana ia mengenal rasa sakit, lelah dan keputusasaan. Awalnya dimulai dengan pertikaian kedua orang yang sudah membawanya kebum...
87.5K 6.9K 14
#Brothership #Sicklit #Chimon (Full di KaryaKarsa) Hanya sepenggal kisah perjalanan hidup dua anak yang sedang mencari tahu, mengapa mereka dibedak...
1.5K 445 27
Tentang kisah petualangan mencari lima benda magis