Drama Only (✓)

By tirameashu

36.1K 6K 4.5K

[Seoksoo GS Fanfiction] Gagal memperkenalkan sosok pacar kebanggaan, tidak serta merta membuat Jisoo kehabisa... More

prolog
1. Balada Oppa Kandung VS Oppa Khayalan
2. Pertama Kali Pacaran, Artinya Juga Pertama Kali.........
3. Gambaran Jika Sungguhan Punya Pacar
4. Antara Sahabat, Tugas, dan Janji
5. Skenario Putus
6. Pacar Sewaan Plus-Plus
7. Seperti Sungguhan Punya Pacar
8. Drama Semakin Meluas
9. Kalau Sungguhan Sayang
10. Ketika Jeonghan Sudah Beraksi
11. Menghentikan Drama Secepatnya
12. Si Topik Utama
13. Ada Pagar Pembatas
15. Syarat Permintaan Putus
16. Hubungan Yang Istimewa
17. Putus
18. Sudah Mendapat Pengganti
19. Seperti Permainan
20. Pacar Pertama dan Wanita Misterius
21. Ini Yang Disebut Sahabat?
22. Duel Ketiga
23. Terima Kasih Sudah Meminta Pertolonganku
24. Jangan Memaksakan Diri
25. Aku Akan Menunggu
26. Rayakan Kemenangan
27. Bisa Menjadi Teman
28. Tanpa Rasa Curiga
Epilog 1; Honey
Epilog 2; Mesin Produksi
Catatan Kecil

14. Sahabat Yang Lebih Dari

964 181 92
By tirameashu

Sekarang semua tidak ada bedanya. Antara sebelum dan sesudah Seokmin mendatangi rumah Jisoo, sungguh tidak ada bedanya. Seokmin masih belum bisa masuk ke alam mimpi dan melupakan semua kejadian buruk hari ini meski hanya dalam beberapa jam. Bahkan sekadar menutup mata, Seokmin masih tidak sanggup, juga terkesan tidak akan pernah sanggup. Karena setiap kali ia coba melakukannya, bayang-bayang wajah Jisoo yang hampir menangis kembali muncul. Dan kalian pasti tahu bahwa pemandangan tersebut terlalu menyakitkan.

Terlalu larut malam, kata Jisoo. Aku khawatir Jun datang lagi, kata Seokmin. Alhasil kesepakatan telah dibuat usai Jisoo selesai mengobati luka-luka yang Seokmin peroleh dari pertarungan sengitnya dengan seorang Moon Junhui. Seokmin menginap di rumah Jisoo. Juga mendapat secangkir susu hangat. Jisoo bilang, secangkir susu hangat dapat membuat pikiran lebih tenang hingga tidur pun terasa nyaman dan nyenyak.

Bagaimana dengan hasilnya? Seokmin menarik kesimpulan. Secangkir susu hangat sama sekali tidak membantu. Keberhasilan mengusir Jun dari rumah Jisoo jauh lebih melegakan dibandingkan apa pun. Kecuali rasa khawatir yang berhasil menahan Seokmin tetap berada di sana, tentu saja.

Sebenarnya, Seokmin sendiri pun tidak mengerti kenapa ia bisa semenderita ini. Hari ini. Perinciannya, semua ucapan Hao yang membuat muak, over thinking di tengah malam, bertemu dengan mantan kekasih Jisoo lalu berkelahi, dan mendapat bonus lebam di banyak titik termasuk wajah dan perut. Yang jauh lebih aneh, bertemu dengan Jisoo tidak serta merta membuat over thinking-nya lenyap.

Dini hari. Ponsel genggam Seokmin menunjukan pukul setengah satu. Akibat suasana yang sangat sunyi, suara sepelan apa pun bisa Seokmin tangkap. Meskipun samar. Termasuk derap langkah kaki di luar kamar. Sudah bisa ditebak. Itu pasti Jisoo. Memangnya siapa lagi? Kedua orangtua Jisoo masih berada di luar kota. Seminggu, baru pulang lusa. Membuat rumah berukuran hampir dua kali lipat dari rumah Seokmin ini jauh lebih sunyi dibandingkan pemakaman.

Bergegas Seokmin masuk ke dalam perannya sebagai aktor.

Cahaya ikut masuk begitu Jisoo membuka pintu. Perlahan namun pasti, langkah kakinya terdengar semakin jelas. Meski tidak melihat, Seokmin yakin gadis itu telah berdiri di dekat ranjang. Tepat di samping kirinya. Tangan Seokmin yang menyembul keluar dari balik selimut mendadak terasa hangat. Tangan Jisoo yang menjadi alasannya.

Kembali terasa dingin, tangan Jisoo nyatanya telah berpindah ke dahi. Turun perlahan ke pelipis. Sekuat tenaga Seokmin menahan rasa sakitnya. Di pelipis yang Jisoo sentuh, ada lebam ukuran sedang bekas pukulan Jun.

"Kalau tahu akan seperti ini, aku tidak akan meneleponmu," keluh Jisoo, pelan. Berbisik. "Tapi aku sungguh tidak tahu harus menghubungi siapa selain kamu. Maaf, aku terlalu banyak merepotkanmu. Aku akan membayarmu mahal untuk menebus ini."

Aku akan membayarmu mahal untuk menebus ini. Rasa sakit yang Seokmin derita telah hilang, bersamaan dengan tangan Jisoo yang telah menjauh dari pelipisnya. Namun keanehan lainnya berhasil menarik perhatian. Nyatanya rasa sakit Seokmin sekarang jauh lebih menyiksa dibandingkan sebelumnya. Kalimat terakhir yang baru saja Jisoo ucapkan seakan melapisi tembok pembatas mereka. Tembok pembatas itu berdiri semakin kokoh. Menghapus banyak kemungkinan yang Seokmin harapkan.

Berdiri. Hampir pergi. Hanya hampir. Seokmin berhasil mencegat kepergian Jisoo. Menggenggam tangannya. Tersenyum meski sakit. Tidak ada pilihan lain, selain memberanikan diri. "Aku tidak suka dengan kalimatmu tadi. Tolong tarik kembali. Kamu wajib menghubungiku. Sedang butuh sesuatu atau tidak membutuhkan sesuatu, kamu tetap wajib menghubungiku. Aku juga tidak mau dibayar. Aku datang sungguhan untuk menjagamu."

Seokmin melafalkan banyak harapan usai mengatakannya. Setidaknya berharap agar Jisoo tidak mempertanyakan maksud dari kalimat tadi, entah paham atau tidak paham. Kalimat yang tersirat di dalamnya tidak patut dipertanyakan dalam kondisi sekarang, kalau tidak mau masalah semakin berkembang biak.

Dan, doa Seokmin dikabulkan.

"Kamu pura-pura tidur?"

Seokmin tertawa. Sedikit lega. Sekaligus menyembunyikan banyak hal. Melepas genggaman tangan mereka. "Mungkin efek minum kopi saat di rumah Hao, jadi tidak bisa tidur." Bohong. Hanya alasan.

"Ah... Jadi saat aku meneleponmu, kamu sedang berada di rumah Hao? Hanya berdua?"

Hanya berdua? Seokmin spontan menggelengkan kepala. "Saat kamu menelepon, aku sudah pulang. Dan kami bertiga di sana. Ada Mingyu juga."

"Aku kira kalian berkencan," kata Jisoo, sambil tertawa. Tawa yang tanpa ada seorang pun yang menyadari wujudnya seperti bongkahan batu besar yang jatuh ke permukaan. Menimpa badan Seokmin.

"Cepat tidur. Besok kuliah, kan?"

Jisoo mendengus sebal. Tapi tetap menurut. Keluar dari kamar yang Seokmin tempati. Namun, sebelum melakukannya, lagi-lagi Jisoo menambah lapisan tembok mereka. Menjadi semakin tebal, kokoh, kuat, tanpa ada tanda-tanda dapat dihancurkan. Bahwa seorang Herkules sekalipun. "Mengenai ucapanku kemarin, aku serius, Seok. Bilang padaku kalau drama kita membuat acara pendekatanmu gagal. Aku akan menyusun skenario putus kita secepatnya. Selamat malam."

Pintu ditutup.

"Skenario putus hanya akan memperburuk kondisiku."

"Masuk dulu," kata Seokmin, sesaat sebelum turun dari mobil Jisoo. Bergegas membukakan pagar rumahnya. Mempersilakan salah seorang bawahan Keluarga Hong memarkirkan motor kesayangan Seokmin. Setelahnya, beliau menghampiri Jisoo. Gadis itu pun memberikan sejumlah uang agar beliau bisa kembali ke rumah menggunakan taksi.

Selesai, Jisoo tersenyum ke arah Seokmin. Memberi kode dengan gerak tangan. Hendak menunggu Seokmin di dalam mobil.

Terdengar helaan napas sebelum Seokmin menyusul. Berhasil menutup pintu mobil yang hampir Jisoo masuki. "Aku bilang masuk dulu."

Jisoo menimbang. Melirik rumah Seokmin. Pintu rumah itu terkunci rapat. Nampak sunyi. "Ibumu ada?"

"Memangnya kenapa jika ada ibu atau tidak ada ibu? Kalau rumahku kosong, memangnya kamu bisa menebak apa yang akan kulakukan? Ei, jika mau, saat kita tidur satu ranjang, sudah aku perkosa. Kamu hamil anak kita, kita menikah, bulan madu, lalu..."

Spontan Jisoo mencubit perut Seokmin. Demi menghentikan mulut Seokmin yang terlalu banyak bicara. "Diam! Kalau ada yang dengar bagaimana?" Dan pemuda berhidung mancung itu tergelak. Meski sedikit sakit. Ada memar bekas pukulan Jun di perutnya. "Bukan seperti itu... Aku hanya tidak enak dengan ibumu. Kalau ibumu berpikir kita punya hubungan lebih, bagaimana? Aku tidak mau membohongi orangtua."

Seokmin tidak mau menjawab. Kenyataannya orangtua Seokmin sekaligus Seungkwan sudah berpikir demikian meski Jisoo tidak ikut masuk sekalipun. Jadi percuma saja. Seokmin menarik tangan Jisoo. Tidak peduli dengan berontakan kecil yang ia dapatkan. Masuk ke dalam rumah, ucapan Jisoo benar. Rumahnya sangat sunyi. "Pasti ibu sedang berada di dapur. Kalau Seungkwan, hari Rabu berangkat kuliahnya siang. Pasti dia masih berada di dalam kamar. Soal skenario kita, tidak usah khawatir. Aku sudah bilang jutaan kali kepada mereka kalau kita berdua hanya sebatas teman. Walaupun ujung-ujungnya tetap tidak percaya."

Naik ke lantai 2, Seokmin berhenti sejenak di depan pintu kamar adiknya yang super cerewet. Mengetuk pintu beberapa kali. Sampai terdengar suara Seungkwan dari dalam.

Seokmin menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Ada Jisoo di bawah. Tolong temani dia dulu."

Seungkwan mengerjap. Berusaha memproses ucapan kakak lelakinya itu. "Jisoo Eonnie? Ciye... Pagi-pagi sudah absen pacar."

"Cerewet! Pokoknya temani dia dulu, aku hendak mandi."

"Eh, Oppa!" Seungkwan memekik sebelum Seokmin menutup pintu kamarnya lagi. Berdiri dari kursi belajarnya yang telah dialihfungsikan menjadi meja fangirl. Penuh pajangan album, doll, slogan, light stick, dan barang sesembahan lainnya. "Jadi kemarin menginap di rumah Mingyu Oppa apa di rumah Jisoo Eonnie? Oh my god! Jangan-jangan kalian..."

Seokmin tidak mau berdebat pagi-pagi. Langsung saja ia menutup pintu kamar Seungkwan. Tanpa menduga sama sekali kalau tidak lama setelahnya, Seungkwan berlari keluar dari kamar sambil berteriak. Mencari sang ibu ke arah dapur. Membuat Seokmin panik setengah mati. "Ibu! Seokmin Oppa berbohong! Tadi malam dia menginap di rumah Jisoo Eonnie!"

Jisoo mendengarnya. Ikut panik. Tapi yang Jisoo lihat, Seokmin ikut berlari menyusul usai memberi aba-aba agar Jisoo bersikap tenang. Biar Seokmin saja yang menyelesaikan semuanya. Tapi tetap saja Jisoo khawatir. Ditambah lagi Seokmin dan Seungkwan sangat lama berada di dapur. Apa yang terjadi di sana? Apakah Seokmin sedang disidang oleh ibu mereka? Belum lagi masih terdapat banyak memar di wajah Seokmin.

Berdiri. Seokmin baru saja keluar dari dapur. Memberi kode aman dengan mengangkat jempolnya. Namun sayangnya kode tersebut sama sekali tidak membuat Jisoo lega.

Seungkwan menyusul keluar. Membawa nampan berisi 2 gelas es jeruk. "Eonnie mau ke mana? Duduk saja. Seokmin Oppa baik-baik saja kok, tidak dimarahi ibu. Jadi tidak usah menyusul ke kamarnya," goda Seungkwan. Ikut duduk di samping Jisoo. "Eonnie suka musik, tidak? Suka boygroup, tidak? Kan nanti Eonnie menjadi kakak perempuanku, aku sangat senang! Sudah sejak lama aku ingin menukarkan Oppa Durhaka-ku itu dengan seorang eonnie. Supaya asik diajak curhat, belanja, dan menonton konser. Kalau konser Seventeen diadakan lagi, Eonnie mau menemaniku, kan?"

Jisoo tertawa. Wajah polos Seungkwan saat mengajukan pertanyaan begitu lucu. "Kamu suka Seventeen?"

"Suka! Aku suka sekali menonton menonton acara mereka. Lagunya juga aku sudah hafal semua."

"Seungkwan, siap-siap. Kamu kuliah kan hari ini?" Sang ibu menyusul. Membawakan sepiring kue kering. Duduk di depan Jisoo.

Tidak bisa membantah. Dengan bibir mengerucut Seungkwan naik ke lantai 2. Masuk ke dalam kamarnya. Tentu setelah berpesan bahwa ia akan mengabari Jisoo jika hendak menonton konser boygroup kesukaannya. Jisoo pun mengangguki. Ia tidak pernah menonton konser sebelumnya. Mungkin akan menyenangkan. Apalagi bersama Seungkwan. Gadis yang tidak ada bedanya dengan Seokmin. Heboh, lucu, dan mudah bergaul.

Tapi masalahnya, kini tersisa Jisoo dan ibu dari kedua kakak beradik Lee itu yang ada di sana. Jisoo jadi takut.

"Dimakan dulu kuenya," tegur Nyonya Lee. "Terima kasih ya sudah bantu mengobati luka Seokmin."

Jisoo bingung setengah mati bagaimana menanggapinya. Khawatir salah bicara lalu mengatakan hal yang bertolak belakang dengan apa yang Seokmin katakan. Jisoo tersenyum canggung. "Sama sekali tidak masalah. Justru aku yang seharusnya berterima kasih."

"Sejak SMA Seokmin memang sering berkelahi. Jadi kami tidak pernah merasa khawatir lagi begitu melihat Seokmin pulang dengan wajah penuh lebam seperti hari ini."

Anggukan kepala Jisoo kirimkan. Satu poin yang tidak ia ketahui sama sekali tentang Lee Seokmin telah terbuka. "Ah... Begitu kah?"

Kini giliran Nyonya Lee yang mengangguk. "Tapi bedanya, dulu itu Seokmin membela Hao. Namanya juga murid pindahan, banyak yang tidak suka. Dia jadi dikucilkan. Seokmin dan Mingyu yang menjaganya. Makanya sampai sekarang mereka bertiga tidak bisa dipisahkan."

Jisoo juga punya sahabat. Namun persahabatan mereka terjalin begitu saja karena terlalu sering bertemu dan saling memahami perilaku baik-buruk masing-masing. Jisoo sungguh tidak menyangka kalau kisah persahabatan di antara Seokmin, Mingyu, dan Hao lebih dari sekadar pemahamannya selama ini.

tirameashu, 25 Oktober 2020

==========
Nah, ini sudah dispoiler sama Hao. Tinggal bagi 2 terus kasih gambar tembok di tengah-tengah :)

Continue Reading

You'll Also Like

18.3K 1.6K 14
Sebuah restoran dan coffe shop di salah satu sudut Cheongdam-dong, tempat dimana sebuah kisah cinta dimulai dan juga sebuah tempat seseorang menunggu...
1.4K 54 32
• • • Tentang pertemanan kemudian menjadi sepasang kekasih antara Letta dan Xavier, Xavier si manusia paling cuek dalam segala hal tapi tidak jika i...
25.7K 4.2K 30
[SEOKSOO GS Fanfiction] Perpaduan antara sahabat dan cinta itu memang sering kali membuat mual. Namun terkadang, juga memperkuat ikatan hingga tak mu...
496K 37K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.