Drama Only (✓)

By tirameashu

36.1K 6K 4.5K

[Seoksoo GS Fanfiction] Gagal memperkenalkan sosok pacar kebanggaan, tidak serta merta membuat Jisoo kehabisa... More

prolog
1. Balada Oppa Kandung VS Oppa Khayalan
2. Pertama Kali Pacaran, Artinya Juga Pertama Kali.........
3. Gambaran Jika Sungguhan Punya Pacar
4. Antara Sahabat, Tugas, dan Janji
5. Skenario Putus
6. Pacar Sewaan Plus-Plus
7. Seperti Sungguhan Punya Pacar
8. Drama Semakin Meluas
9. Kalau Sungguhan Sayang
10. Ketika Jeonghan Sudah Beraksi
11. Menghentikan Drama Secepatnya
12. Si Topik Utama
14. Sahabat Yang Lebih Dari
15. Syarat Permintaan Putus
16. Hubungan Yang Istimewa
17. Putus
18. Sudah Mendapat Pengganti
19. Seperti Permainan
20. Pacar Pertama dan Wanita Misterius
21. Ini Yang Disebut Sahabat?
22. Duel Ketiga
23. Terima Kasih Sudah Meminta Pertolonganku
24. Jangan Memaksakan Diri
25. Aku Akan Menunggu
26. Rayakan Kemenangan
27. Bisa Menjadi Teman
28. Tanpa Rasa Curiga
Epilog 1; Honey
Epilog 2; Mesin Produksi
Catatan Kecil

13. Ada Pagar Pembatas

929 191 196
By tirameashu

"Bukankah itu Jisoo?" tanya Hao, mencondongkan badannya ke jendela. Menyadari apa yang Seokmin lihat. "Woah... Dia dengan siapa? Kamu kenal laki-laki itu?"

Seokmin sungguh tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Bilang kenal, khawatir Hao merasa terpancing untuk melontarkan lebih banyak pertanyaan. Jawab tidak, khawatir Mingyu dan Hao malah menjadi curiga bagaimana hubungannya dengan Jisoo berlangsung. Sedikit keberuntungan, lampu lalu lintas telah berubah warna menjadi hijau. Mobil Mingyu melaju cepat. Meninggalkan titik bahaya.

Bahaya atas segala sisi. Status palsu Seokmin dan Jisoo, juga kedamaian hati Seokmin pribadi.

"Kenapa? Kalian melihat Jisoo?" tanya Mingyu, tanpa merasa bersalah karena telah memotong topik hangat ini. Sebenarnya bukan keberuntungan Seokmin. Mingyu dengan sengaja melakukannya.

"Ya, dia bersama seorang laki-laki!" Hao memekik keras. Heboh. Dengan sengaja melebih-lebihkan keterkejutan. "Seok, kamu belum menjawab pertanyaanku. Siapa laki-laki itu? Kamu kenal?"

"Tidak... Aku tidak mengenalnya."

Jawaban Seokmin membuat kehebohan Hao menjadi berlipat ganda. Tidak kalah pandai ber-acting rupanya. "Wah... Apa-apaan ini? Tapi apakah Jisoo sudah meminta izin padamu saat ingin bertemu dengan laki-laki lain? Pasti tidak juga, kan? Sudah kuduga. Kalau iya, mana mungkin kamu ikut terkejut seperti sekarang."

Seokmin mulai menimbang. Apakah ia harus menghubungi Jisoo agar Mingyu dan Hao tidak curiga? Tapi apa yang Jisoo pikirkan nanti jika Seokmin mulai berani masuk ke dalam ranah pribadinya?

Pribadi? Ya, tentu saja pribadi. Seokmin ingat betul dengan posisinya sejak awal kenal Jisoo hingga sekarang. Ia hanya sebagai pacar sewaan yang harus siap kapan pun Jisoo meminta. Karena sekarang Jisoo tidak meminta jasa acting-nya, bukankah akan melanggar privasi kalau Seokmin menghubungi gadis Hong itu hanya untuk menanyakan siapa lelaki tadi? Seokmin tidak punya hak untuk ikut campur. Dengan siapa pun Jisoo bertemu, atau bahkan sampai menjalin hubungan, Seokmin tidak punya hak bertanya, menegur, apalagi jika sampai menghalangi. Meski dengan alasan demi kelancaran drama sekalipun.

Jisoo adalah bosnya. Hanya Jisoo yang berhak mengatur skenarionya.

Menarik kesimpulan. Seokmin menggelengkan kepala. "Tidak... Tidak perlu. Aku dan Jisoo sepakat saling mempercayai satu sama lain. Laki-laki tadi pasti hanya teman sekelasnya."

"Ei... Siapa yang bilang laki-laki tadi selingkuhan Jisoo?" Hao tergelak menahan tawa. Membuat Seokmin sedikit tersinggung. Mingyu juga. Mulai berpikir bagaimana caranya mengalihkan topik obrolan yang membuat Seokmin terpojok ini. "Dengar? Aku hanya bertanya. Dan kalau aku boleh memberi saran, tanyakan saja langsung ke Jisoo. Hubungi dia, tanyakan siapa laki-laki itu. Kenapa kamu malah bilang 'pasti hanya teman sekelasnya'? Kamu tahu? Secara tidak langsung, kamu mengisyaratkan kecemburuan. Hanya berusaha ditutupi dengan pikiran positif 'pasti hanya teman sekelasnya'. Iya, kan? Apa kamu..."

"Kita sudah sampai," Mingyu menyela. Membuat ucapan Hao terputus. Memang itulah tujuan utamanya. "Seok, tadi kamu bilang hendak ke toilet, kan? Pergi saja dulu. Nanti susul ke dapur. Aku akan menyiapkan camilan untuk teman menonton kita."

Seokmin sempat mengerutkan kening dibuatnya. Kapan ia bilang hendak ke toilet? Tapi yang Seokmin lihat, lelaki bermarga Kim itu sedikit menaikan dagu. Memberi sinyal kepada Seokmin. Mengerti. Seokmin mengangguk dan bergegas turun dari mobil. Meminta Hao agar ikut bergegas membukakan pintu seolah ia sungguhan hendak ke toilet. Di lain waktu, Seokmin merasa wajib memberikan sesuatu yang spesial kepada Mingyu. Sebagai tanda terima kasih karena sudah menyelamatkannya.

Apa yang Seokmin lakukan di toilet? Tidak ada, selain mematut diri sendiri di depan cermin. Bersama ponsel genggam di genggaman tangan. Sungguh. Ia sangat ingin menghubungi Jisoo. Menanyakan siapa lelaki yang bersamanya tadi. Tapi untuk apa? Seokmin tidak mempunyai alasan.

Ke toilet sebentar untuk menenangkan diri, atau setidaknya berharap Hao sudah lupa dengan kejadian di mobil tadi, nyatanya tidak ada pengaruh sama sekali. Baru menampakan diri beberapa detik, Hao sudah kembali menghujaninya banyak pertanyaan.

"Kamu sudah menghubungi Jisoo?"

Seokmin mengerang kesal di dalam hati. Sebenarnya ada apa dengan Xu Minghao? Tingkahnya hari ini sungguh membuat Seokmin risi. "Tidak perlu. Paling hanya teman kampus, hendak mengerjakan tugas, seniornya, atau teman lamanya. Biarkan saja. Kami bisa membicarakannya begitu bertemu nanti."

"Lee Seokmin, kamu ini bagaimana? Jisoo itu pacarmu, kan? Sungguhan pacarmu, kan? Dia bersama laki-laki lain, Seok! Dia..."

Mingyu sudah tidak tahan lagi. "Sudahlah, Hao. Itu hubungan Seokmin dan Jisoo. Kita tidak perlu ikut campur."

"Kamu juga, Gyu. Justru karena Seokmin ini sahabat kita, kita harus mencaritahu banyak tentang Jisoo. Kamu juga tidak mau kan kalau Jisoo malah..."

"Aish," kini Hao benar-benar membuat Seokmin frustrasi. Tidak ada cara lain untuk membungkam mulut gadis perantauan Tiongkok itu, selain menghubungi Jisoo. Alasan ini pun bisa dipakai jika nantinya Jisoo bertanya. Sedetik, 2 detik, 3 detik, sambungan telepon itu tidak juga diterima hingga akhirnya terputus sendiri. Kini perasaan Seokmin tidak lagi sekadar frustrasi karena desakan Hao. Lebih dari itu. Perasaan yang terlalu sulit dipahami bahwa oleh dirinya sendiri. "Tidak diangkat."

"Aku tahu bagaimana rasa sakit yang kamu derita sekarang. Kamu pasti sangat kecewa dengan Jisoo. Iya, kan? Dan jujur saja. Aku yakin Jisoo dan laki-laki tadi pasti ada sesuatunya," kata Hao. Seakan bersimpati. Namun menebarkan banyak bumbu di dalamnya. Tersenyum penuh kemenangan.

Seokmin menutup kedua mata. Cukup lama. Hingga alunan lagu yang sedang diputarnya telah berpindah ke lagu berikutnya. Baru membuka mata begitu sadar lagu apa yang kali ini terputar secara acak. Navi, I ain't going home tonight. Entah kenapa Seokmin merasa sedikit kesal mendengarnya. Sesegera mungkin Seokmin menghentikan alunan lagu tersebut. Sedikit aneh, karena biasanya ia begitu menikmati lagu-lagu dari Navi.

I ain't going home tonight. Gara-gara penggalan judul lagu ini, Seokmin jadi ingat. Jisoo. Apakah gadis itu sudah pulang? Dan dengan siapa ia pergi tadi? Ah, tidak... Seokmin menggelengkan kepala. 2 pertanyaan belum cukup. Pertanyaan terbesarnya adalah, kenapa Jisoo tidak mengangkat teleponnya?

Tapi, Seokmin berpikir lagi. Geleng-geleng kepala. Terus saja seperti itu hingga meringis sendiri. Untuk apa ia memikirkan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan dirinya sendiri? Bukankah ini akan buang-buang waktu? Akibatnya, Seokmin jadi merasa kesal sendiri. Memutar posisi badan menjadi tengkurap. Menyembunyikan wajah di balik selimut. Sebenarnya sedari tadi ia mencoba untuk tidur. Tapi tidak bisa juga.

Mata dipejamkan lagi. Sedetik, 2 detik, 3 detik, mata Seokmin terbuka paksa. Kali ini bukan karena lagu yang membuatnya kesal. Tapi karena dering ponsel. Seseorang telah menghubungi Seokmin. Si topik utama, Hong Jisoo.

"Ya?" sambut Seokmin, dengan suara yang dibuat-buat. Seolah mengantuk. Seolah Jisoo menghubunginya di saat ia sudah tidur.

"S-seok? Apa aku mengganggumu?"

Tubuh Seokmin merinding. Energi di tubuhnya berontak. Akibatnya, badan Seokmin menegak. Bangun. Terduduk. Matanya yang memang sejak awal terang benderang, kini menjadi berlipat ganda. Seakan ia tidak akan pernah mengantuk lagi hingga beberapa hari ke depan. Fokus Seokmin kali ini terpusatkan ke satu titik. Suara Jisoo. Berbeda. Bukan suara Jisoo yang manis, yang biasanya Seokmin dengar. "Ada sesuatu yang mengganggumu?"

Jisoo diam sebentar. Namun sesebentar apa pun itu, bagi Seokmin tetaplah lama. Bahkan sangat lama. Seokmin hampir melayangkan pertanyaan lagi, sebelum akhirnya Jisoo menjawab. "Aku tidak tahu harus menelepon siapa. Tapi yang pasti aku tidak mungkin menghubungi Seungcheol ataupun Jeonghan. Satu-satunya orang yang tahu hubunganku dengan Jun ya kamu."

Jun. Pasti orang yang tidak sengaja ia lihat bersama Jisoo di kafe tadi. Bahkan Seokmin sudah berdiri walaupun Jisoo belum menyampaikan apa maksud dari sambungan telepon ini. Namun firasat lelaki Lee itu sama sekali tidak baik. "Aku ke rumahmu sekarang, ya?"

Seokmin tahu. Gadis bermarga Hong itu pasti bingung dengan semua ini. Tapi sebisa mungkin ia tidak menggasak. Karena itulah ia meminta izin. Tidak serta merta berlari mendatangi. "K-kamu yakin? Tapi dia..." Suara nyaring terdengar. Saking nyaringnya, Seokmin pun bisa mendengarnya. "Iya, Seok. Iya... Tolong aku... Tolong... Aku takut..."

Bahkan Seokmin belum memutuskan sambungan telepon mereka. Tapi suara lelaki Lee itu sudah tidak bisa Jisoo dengar. Jisoo-lah yang memutuskannya. Dengan gemetar ia coba mengintip melalui jendela. Jun masih berdiri di depan pagar rumahnya. Sesekali menendang pagar. Minta dibukakan. Jisoo menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Takut, tentu saja. Namun selain itu, ia juga ingat dengan masa-masa sebelum menerima pernyataan cinta Jun.

Lelaki keturunan Tiongkok itu bahkan dengan rela berdiri di luar, tepat tengah malam, demi memberi kejutan pada Jisoo di hari ulangtahunnya. Tanpa disangka sama sekali kalau kegigihan lelaki Moon itu juga terus berlanjut hingga mereka berdua putus hubungan.

10 menit, Jisoo menghela napas lega begitu melihat kedatangan Seokmin bersama motor kesayangannya. Tapi sayangnya kelegaan itu hanya berlangsung sebentar. Jisoo lihat, Jun malah menyerang Lee Seokmin. Hingga tidak ada pilihan lain. Tergesa Jisoo keluar dari rumah demi melerai mereka.

Yang Jisoo dapati begitu keluar dari rumah, Jun sudah tersungkur di tanah. "Seok..."

"Masuk. Urusan kami belum selesai."

"Jangan... Aku mohon. Sudah..." Jisoo menghalangi Seokmin yang lagi-lagi hendak menghajar Jun.

"Pulang sekarang, atau menjadi bangkai di sini?" kecam Seokmin, sebelum menuruti permintaan Jisoo. Membawa masuk motornya ke halaman rumah. Mengunci pagar. Tidak memperdulikan Jun sama sekali, walaupun berdiri saja sudah jelas ia tidak sanggup lagi. Mengunci seluruh apa yang bisa dikunci. Pagar, pintu, jendela. Kini fokus Seokmin hanya berpusat pada Jisoo. "Kamu tidak apa?"

Jisoo tidak menjawab. Namun memperhatikan wajah Seokmin lamat-lamat. Ada banyak jejak lebam di wajah pemuda Lee itu. Pasti ada banyak kejadian yang tidak Jisoo ketahui selama berusaha menghampiri. "Kamu tunggu di sini," kata Jisoo, tanpa menjawab pertanyaan Seokmin sebelumnya. Malah menarik Seokmin agar duduk di sofa depan televisi.

Bukannya Seokmin pasrah. Seokmin sangat ingin mencegat. Ingin segera tahu bagaimana kondisi Jisoo saat ini. Tapi rasa sakit di wajahnya juga tidak bisa diajak kompromi.

"Apa yang Jun katakan selagi kalian saling pukul?" tanya Jisoo, begitu kembali menghampiri Seokmin. Membawa kotak obat, air putih, juga kain basah.

"Tidak ada."

"Jangan membohongiku, Lee Seokmin."

Kini giliran Seokmin yang menatap wajah Jisoo dalam. Lamat. Penuh perincian. "Aku tidak pantas menjadi pacarmu."

Jisoo tidak sanggup bicara lagi usai mendengarnya. Hanya menganggukkan kepala pelan, juga jelas berusaha mencegah air matanya yang hampir keluar. Coba fokus pada alat kesehatan yang ada di tangannya. Memberikan Seokmin obat penghilang rasa nyeri. Mengusap lebam dengan kain basah.

"Apa yang kalian bicarakan saat bertemu di kafe?"

Kepala Jisoo menegak seketika. Sedikit terkejut. "Jun juga menceritakan itu?"

Seokmin menggeleng. "Aku melihatnya."

Jelas Jisoo tengah menimbang semuanya. Antara hendak bercerita atau malah menyimpan semuanya sendiri. Namun pada akhirnya, Jisoo tahu, ia tidak akan sanggup menghadapi sikap Jun sendirian. "Dia mengikutiku. Saat kita berbincang di kafe siang tadi, dia mengawasi kita dari kejauhan. Dia bilang dia lebih baik dibandingkan kamu. Dia minta aku menjadi pacarnya lagi, juga meminta maaf. Aku memaafkannya. Tapi tidak untuk berpacaran lagi."

"Kamu masih menyukainya?"

Jisoo tidak mau menjawab. Mengalihkan perhatian begitu melihat gelas yang tadi diberikannya telah kosong. "Aku ambilkan minum lagi."

Sikap Jisoo jelas memberi jawaban. Ya, aku hanya takut diselingkuhi lagi. Seokmin tahu ini bukan ranahnya. Seokmin juga tahu bahwa ia hanya sebagai aktor di sini. Cukup. Ada pagar pembatas yang tidak bisa Seokmin lewati, meski dengan cara memanjat sekalipun.

tirameashu, 21 Oktober 2020

Continue Reading

You'll Also Like

18.3K 1.6K 14
Sebuah restoran dan coffe shop di salah satu sudut Cheongdam-dong, tempat dimana sebuah kisah cinta dimulai dan juga sebuah tempat seseorang menunggu...
7.9K 607 20
Disclaimer : © BG Seventeen, Pledis Ent. Hybe Ent Written and published : Adoringharuno Rate : M (for some reasons) Pair : Yoon Jeonghan x Choi Seung...
25.7K 4.2K 30
[SEOKSOO GS Fanfiction] Perpaduan antara sahabat dan cinta itu memang sering kali membuat mual. Namun terkadang, juga memperkuat ikatan hingga tak mu...
61.7K 5.5K 47
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...