[šŸ”›] Semanis Madu dan Sesemer...

By vocedeelion

400K 42.4K 10.5K

"SEMANIS MADU DAN SESEMERBAK BUNGA-BUNGA LIAR" Terjemahan Indonesia dari cerita MarkHyuck terbaik: "Honeymout... More

Disclaimers
Honeymouthed and Full of Wildflowers Playlist
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
XXI
XXII
XXIII
XXIV
XXV
XXVI
XXVII
XXVIII
XXIX
XXXI
XXXII
XXXIII
XXXIV
XXXV
XXXVI
XXXVII
XXXVIII
XXXIX
XL
XLI
XLII
XLIII
XLIV
XLV
XLVI
XLVII
XLVIII
šŸŽ‰ BIRTHDAY GIVE AWAY šŸŽ‰
XLIX
XLIX (Deleted Scene)
šŸŽ‰ 3K FOLLOWERS GIVE AWAY šŸŽ‰
L
LI
LII
LIII
LIV
LV
LVI
LVII
LVIII
LIX

XXX

4.3K 559 244
By vocedeelion

Sorry lama update yaa. Please enjoy the story

.

.

.

= BERAPA BANYAK CINTA YANG BISA KAU HASILKAN DARI LUKA =

.

.

.

Playlist: Talk Me Down - Troye Sivan, The Other Side - Ruelle (The Brick Slayer Remix), Arms Unfolding - Dodie

.

.

.

Api tengah menyanyikan lagu kepada sang badai ketika Donghyuck akhirnya terbangun.

Mark menyaksikannyaㅡia telah menunggu selama dua hari yang panjang nan melelahkan, tidak berani pergi hingga yakin bahwa Donghyuck terbebas dari bahaya. Bibir bawah Donghyuck bergetar dengan alis yang bertaut, sedikit tersembunyi oleh gulungan bulu yang Mark jadikan bantal. Lelaki itu mengeluarkan napas pendek, pun dalam sekejap bergerak bangkit, mencari-cari pedang atas dorongan insting bertahan. Namun, tidak ada pedang di sisinya, dan ia bahkan tidak berhasil sampai duduk tegak, melainkan mengerang atas rasa sakit di kakinya dan kembali menjatuhkan diri. Mark berada di sisinya, menariknya bangkit, dan menyandarkan Donghyuck di dadanya.

"Hei, sudah tidak apa-apa sekarang. Tenang. Tenang."

Donghyuck berkedip. Langit-langit yang tampak tak familier tertangkap matanya, tersapu oleh cahaya perapian. "Di mana kita?" tanyanya dengan suara serak yang menyakitkan, dan Mark menyuruhnya diam.

"Minum," gumam Mark.

Donghyuck, untuk kali ini, melakukan sebagaimana pemuda itu menyuruhnya. Ia membiarkan Mark menyodorkan botol ke mulutnya, pun meneguk air hangat di dalamnya hingga tetes terakhir. Ia menjilat bibir begitu selesai.

"Lagi," pintanya dan Mark menurut, memegang kepala Donghyuck selama lelaki itu minum hingga puas dengan jakun yang bergerak naik-turun.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Mark.

"Seperti tahi. Segalanya sakit." Donghyuck menggaruk leher. Kedua matanya seketika membola ketika kukunya merasakan lapisan baju dalam. "Di mana pakaianku?"

Ia kembali memutar leher ke arah Mark, tetapi Mark menatap ke perapian dan menolak menampilkan rona.

"Basah," ucapnya. "Aku tadi mencucinya dan seharusnya sekarang sudah kering. Kau mau mengenakannya lagi?"

Ia melihat Donghyuck meringis dan memejamkan mata malu.

"Sudah berapa lama?" Donghyuck melihat sekeliling. Raut cemas mengisi wajahnya. "Di mana kita? Di mana yang lain? Kau tidak menelanjangiku di depan yang lain, kan?"

Manis rasanya mendapati Donghyuck lebih mengkhawatirkan itu ketika Mark menghabiskan berhari-hari menderita sebab memikirkan keselamatannya. Entah bagaimana, hal itu membuat segalanya terasa remeh, nyaris seperti Donghyuck tidak menghabiskan waktu selama dua hari terbakar demam bagai sebuah bintang kecil merah dalam dekapan Mark.

"Memang, makanya aku membunuh mereka semua karena sudah melihat tubuhmu."

Donghyuck mengeluarkan suara napas tercekik dan berusaha memukul kaki Mark, tetapi ia tidak punya cukup kekuatan untuk melakukannya, sehingga tangannya jatuh dengan lemas di paha Mark.

"Jangan lakukan itu," Mark memperingatkan. "Tubuhmu masih terlalu lemah."

"Makanya jangan bercanda."

Ia tampak kesal, sehingga Mark melarikan tangan ke rambutnya, dengan hati-hati menyisir helainya yang kusut. Helai-helai itu terasa kusut dan kusam sebagaimana biasa, tetapi di bawah cahaya api, rambut itu bersinar cantik dalam warna tembaga. Mata Donghyuck sejenak terpejam di bawah sentuhan Mark. Ia membuang napas.

"Kau tidak sadar selama dua hari, dengan demam yang naik-turun," jelas Mark seiring jemari yang bergerak turun, mengusap tengkuk Donghyuck hingga seluruh ketegangan menguap darinya, meninggalkannya lemah tak berdaya, menempel di sisi Mark.

"Apa kau khawatir?" tanya Donghyuck dengan lembut.

"Apa seharusnya begitu? Kau terlalu kuat untuk dapat dikalahkan oleh demam."

Donghyuck terkekeh. "Pembohong. Kau khawatir."

Mark tidak bilang bahwa ia melewati dua hari terakhir tanpa tidur, menjaga tubuh sang suami bagaikan elang. Ia melucuti pakaian Donghyuck dan memastikan untuk menurunkan suhu tubuhnya dengan mengusap handuk basah di wajah dan dadanya setiap beberapa jam. Mark memberinya minum setiap kali Donghyuck merasa cukup sadar. Mark memeluknya erat dan menceritakan kisah-kisah sebab, sambil mengigau, Donghyuck akan merasa kesal apabila ia tidak ada, dan hanya akan tenang ketika mendengar suaranya. Ikatan mereka terasa gatal tiap kali Mark meninggalkan pondok, memanggilnya untuk kembali pada Donghyuck sesegera mungkin.

"Ayo, kau harus makan."

Ada beberapa makanan di pondok; kacang-kacangan dan sereal, roti pipih yang para pemburu bawa naik ke gunung, dengan madu dan selaiㅡbenda-benda yang pasti Johnny bawa dari kediamannya. Mark harus berterima kasih padanya, kemudian meminta maaf sambil bersujud karena telah mendobrak masuk ke pondok ini dan memakan makanannya. Salju masih terlalu lebat untuk berburu. Mark telah berusaha meninggalkan pondok, tetapi hewan-hewan masih bersembunyi dari badai dalam sarang masing-masing.

Ia memberi makan Donghyuck dengan roti dan madu, juga kacang kenari; memaksanya untuk makan sedikit lebih banyak sebelum kembali tidur. Donghyuck makan, tetapi memandang sekitar dengan awas, berusaha mendapatkan tampilan yang lebih baik. Sebelum menanyakan pertanyaan-pertanyaan tak menyenangkanㅡMark sungguh tidak boleh membuat Donghyuck kesal sekarang, tidak ketika lelaki itu seharusnya istirahat alih-alih bertengkar dengannyaㅡMark memutuskan untuk mengubah topik.

"Karena kau bertanya tentang yang lain ... Sekarang mereka seharusnya sudah tiba di Saira."

"Kau membiarkan mereka pergi sendirian?"

"Ada Hendery dan Hongwoon bersama mereka. Dan juga Woobin. Mereka akan baik-baik saja."

Donghyuck bergumam. "Tempat apa ini?" Ia berusaha bangkit untuk memperhatikan pondok, tetapi Mark mendorongnya untuk kembali berbaring. Semakin lama Donghyuck sadar di mana mereka berada, semakin lama ia akan memarahi Mark.

"Ahah, hanya orang sehat yang bisa bangkit. Kutebak kau lupa kalau dirimu cukup sakit untuk berdiri."

Donghyuck cemberut. Ia memang tidak bisa bangkit tanpa bantuan Mark, sehingga ia mendesahkan napas dan berbaring sebagaimana yang Mark inginkan.

"Kita di Clairs," Mark kemudian memberitahunya. Bukan sepenuhnya kejujuran, tetapi bukan pula kebohongan. "Sepupuku menunjukkan pondok ini selama perburuan kami beberapa tahun lalu. Kutebak ada cukup makanan dan kayu untuk membuat api. Dan juga, tempat ini cukup dekat dengan gua, sehingga aku memutuskan membawamu kemari daripada ikut mengadu nasib dengan yang lain."

"Dan Hendery membiarkanmu? Tidakkah dia menggerutu dengan keparat padamu?"

Mark mendesah kecewa atas bahasa kasar itu dan Donghyuck membalasnya dengan tawa lemah.

"Apa kau menggunakan kekuatan alpha untuk memaksanya? Sayang sekali, aku tidak sadar untuk melihatnya."

"Memang disayangkan."

Mark mendekat, tangan yang semula menyisir rambut Donghyuck dengan lembut, kini jatuh ke wajahnya. Lelaki itu masih terasa sangat hangat. Mark mengeluarkan geraman tak senang dan Donghyuck kembali membuka mata.

"Separah itu?" Ia berusaha mengucapkannya dengan santai, tetapi tiap katanya tersekat; begitu hangat dan lengket.

Mark menolak dorongan untuk mencium buku-buku jari Donghyuck dan segera bangkit. Di depan perapian, di dalam ember kayu, salju yang ia bawa dari luar sudah setengah leleh menjadi genangan air hangat. Ia mencelupkan kain ke dalamnya dan kembali pada Donghyuck, meletakkan kepala lelaki itu di pahanya.

"Tutup matamu," ucapnya, sebelum melarikan kain basah ke dahi Donghyuck, menciptakan desis pelan dari sang empu. Air itu tidaklah dingin membeku, tetapi pasti masih cukup dingin apabila dibandingkan dengan suhu tubuh Donghyuck yang terlewat panas. Dengan perlahan, Mark mengusap kain tersebut di pipi Donghyuck, di garis rahang, turun ke leher dan dada, sebelum mengangkat pakaian dalam demi mencapai pusar suaminya, lalu kembali bergerak naik. Donghyuck menggigil ketika kain itu mengusap putingnya. Ia mendusal ke tangan Mark, mengeluarkan suara rendah yang mengingatkan Mark pada dengkuran.

"Enak?"

Donghyuck mengangguk. Matanya masih terpejam, dan tanpa sadar jemarinya menggenggam permukaan bulu ketika Mark mengusap kain basah itu di tulang selangkanya sekali lagi. Ia bergumam tak senang ketika Mark kembali mengeratkan pakaian dalamnya, pun membungkus dadanya dengan selimut bulu.

Donghyuck tampak begitu lembut seperti ini; tak berbahaya. Mark bisa menghitung saat-saat di mana Donghyuck tampak serelaks ini; seolah sedang dalam kedamaian, di bawah sentuhan jemarinya. Pertama, di malam pertama mereka melakukan seks, ketika ia tertidur dalam pelukan Mark. Sedikit memar, sedikit malu. Kedua, di pagi sebelum Mark berangkat menuju Clairs, pucat dengan cahaya merah jambu yang menyapu alisnya, juga rambut yang berantakan. Ketiga, malam heat pertama; manis, panas, dan tegang, menyerah setelah bertarung dengan ketegangannya sendiri dan membiarkan Mark menyetubuhinya.

Mark tahu Donghyuck senang untuk selalu menjadi kuat, selalu menyalak, tetapi lelaki itu juga manusia. Dan kehidupan manusia begitu rentan. Tak peduli sekuat atau seberjaya apa, meski ia melompat ke dalam petaka seolah tidak ada yang mampu menyakitinya, Donghyuck tetaplah manusia. Ia bisa terluka dan sakit. Dan ia butuh seseorang untuk merawatnya.

Jangan berani-beraninya kau membiarkanku mati, ucap Donghyuck, seakan-akan Mark berani melakukannya.

Mark lantas menarik napas panjang dan bangkit, berniat mengembalikan kain basah ke dalam ember, tetapi Donghyuck tersentak, terkejut akibat gerakan itu. Tangannya keluar dari balik bedongan selimut dan menampik paha Mark dengan gerak malas. Ketika si pemuda berusaha mengembalikan tangannya ke balik selimut, Donghyuck mengeratkan jemari di pergelangan kaki Mark, mencengkeram celananya, menahannya agar tak pergi.

"Ada apa?" tanya Mark.

"Tetap di sini."

"Aku akan segera kembali. Aku hanya akan mengembalikan ini dan mengambil lebih banyak air untukmu, siapa tahu kau haus lagi. Kau harus banyak minum kalau mau cepat sembuh."

Donghyuck menggeleng. "Aku akan kembali tidur. Tetap di sini sampai aku tidur." Seperti bocah manja, ia menarik pakaian Mark.

Mark mendesahkan napas, kembali berlutut di sampingnya. "Tidakkah kau seperti istri kecil yang manis hari ini? Cemberut dan terus memanggilku. Teruskan saja, dan aku akan berpikir bahwa kau sebetulnya menyukaiku."

Donghyuck mengernyit dengan kedua mata terpejam. "Siapa yang menyukaimu? Di sini dingin dan tidak ada orang selain kau. Jadi, untuk beberapa saat, tetaplah di sini."

Donghyuck menarik Mark ke balik selimut dan pemuda itu pun menanggalkan pakaian. Permadani yang Mark keluarkan dari laci di ujung ruangan tidak mampu menghindarkan permukaan kayu yang kasar. Namun, Donghyuck terasa lembut dan hangat akibat demam, meski sudah lebih baik dari sebelumnya dan jauh lebih baik dari kemarin. Donghyuck semakin menarik Mark mendekat, pun mendesahkan napas ketika terdekap di dada si pemuda.

"Kau tidak tidur selama menjagaku, kan?"

Mark mengeluarkan gumaman halus.

"Bodoh sekali. Kau mau sakit juga? Siapa yang akan mengurusku, kalau begitu?"

Aku, Mark ingin mengatakannya, dan mungkin ia memang sudah mengatakannya, atau mungkin ia hanya memimpikannya. Itu tidak penting. Donghyuck tampak sudah terbebas dari bahaya. Mark kini bisa memejamkan mata, mengeratkan lengan di sekitar tubuh pasangannya, dan kemudian jatuh tertidur.

*

"-ark ... Mark!"

Mark meringik dan mendengus. Ia berusaha bersembunyi di balik bantal, tetapi gagal (untuk beberapa alasan). Tungkai-tungkainya terasa berat, seolah terantai pada kasur.

"Minhyung! Mark! Ke mana kau membawaku?"

Mata Mark mendadak terbuka. Sial.

Tidak ada kasur, tidak ada bantal, ini juga bukan mimpi. Donghyuck tengah duduk tepat di paha Mark, mengernyitkan alis sambil memandang pondok dengan marah. Ia kemudian menatap Mark yang kini tampak awas dan sadarㅡapabila memungkinkan, ia berusaha tampak lebih marah, tetapi dengan cara yang manis dan masai. Seekor burung puyuh kecil yang marah. Mark nyaris tersenyum. Kemudian, Donghyuck memukul dadanya.

"Di mana kita?"

"Pondok milik Johnny."

"Kenapa semuanya tercium seperti seks?"

Oh, ia akhirnya sadar. Ia pasti cukup lelah untuk mengenali aroma itu ketika tersadar sebelumnya. Mark mendesahkan napas.

"Kau tahu, Donghyuck, ketika dua orang saling menyukai ...."

Donghyuck kembali berusaha memukul, tetapi kali ini Mark berhasil menahan tangannya. Bukan karena pukulan itu terasa sakitㅡDonghyuck terlalu lemah untuk menciptakan kerusakan di tubuh Markㅡtetapi rasanya menyebalkan.

"Berhenti bercanda, kita tidak seharusnya di sini! Tidakkah kau bilang ini pondok milik sepupumu? Kenapa tercium seperti omega yang bersarang selama berbulan-bulan?"

"Karena memang omega bersarang di sini selama berbulan-bulan? Tunggu, jangan pukul aku lagi. Aku sebelumnya tidak tahu mengenai kepentingan sepupuku di pondok ini, oke? Aku butuh tempat untuk tinggal dan pondok ini adalah tempat terdekat yang kutahu. Kau sekarat." Alis Donghyuck berkedut atas kalimat tersebut, dan Mark memegang kepalan tangannya sedikit lebih erat, mengantisipasi apabila Donghyuck ingin kembali memukulnya. "Kau sekarat, Donghyuck. Kau pingsan ketika kita masih di dalam gua. Kau begitu panas hingga rasanya akan bisa menciptakan api seperti iblis di pemakaman. Aku tidak tahu kalau sepupuku dan omega-nya menggunakan tempat ini sebagai ... sarang cinta mereka. Aku juga tidak tahu kalau sepupuku memiliki omega sampai beberapa waktu lalu. Namun, kita sudah di sini. Badai menjadi lebih buruk dan kau butuh tempat. Sehingga, kita menetap di sini."

Donghyuck mengerutkan alis. Ia akhirnya berhenti memberontak dari pegangan Mark, sehingga pemuda itu melepas tangannya.

"Apa ini alasan kita tidak tidur di kasur?" tanyanya sambil memijit pergelangan tangan.

Mark menggigit bibir sambil meringis. "Kau tidak tahu seburuk apa aroma kasur itu. Aku bahkan tidak mampu mendekat. Aku lebih baik membakar pondok ini daripada membiarkanmu menyentuh kasur itu."

"Yah, menilai dari baunya, sepertinya mereka melakukannya hampir di semua permukaan tempat yang memungkinkan. Aku tidak percaya kau bisa menghabiskan waktu selama dua hari di tempat ini tanpa menjadi gila."

Mark tak menjawab. Sebenarnya, sungguh sulit baginya. Masuk tanpa izin ke dalam sebuah sarang bukan hanya luar biasa tidak sopanㅡmendekati tak senonoh, tetapi juga karena ia bisa mencium aroma seks sepupunya di seluruh tempat, yang mana sangat canggung dan tak pantas. Membuatnya merasa malu dan tak nyaman.

"Kenapa juga mereka harus datang kemari?" tanya Donghyuck. "Siapa yang mau menghabiskan waktu rut atau heat di dalam pondok, di tengah antah-berantah? Bukannya mereka punya rumah?"

"Itu ... rumit." Johnny meminta Mark untuk menjaga rahasia, tetapi setelah melabrak Donghyuck dan menuduhnya menyimpan banyak rahasia, Mark tidak bisa tidak memberikan kejujuran padanya. Lagi pula, jika ada orang yang tidak akan melapor pada sang raja, maka Donghyuck-lah orangnya. "Turunlah dan akan kuceritakan padamu. Rasanya dingin."

Donghyuck akhirnya sadar bahwa ia tidak mengenakan apa pun selain sutra tipis, pun kembali turun ke dada Mark, menarik selimut bulu sebatas bahu untuk menutup tubuh mereka. Mark mengembuskan napas lega ketika mereka berselimut bersama, tetapi kelegaan itu lekas berubah menjadi ketakutan ketika menyadari bahwa Donghyuck, dengan tanpa malu, menegang di dekat pahanya.

Mark mendongak, menatap langit-langit asing dari pondok seks milik orang lain, sambil membayangkan bagaimana kedua sepupu favoritnya akan pelan-pelan membunuhnya apabila ia berakhir menyetubuhi suaminya di pondok mereka. Mungkin, akan amat sangat pelan. Dan dengan ia yang setengah menegang selama berhari-hari, juga pasangan yang menolak menyentuhnya kini menegang di atas pangkuannya, sama sekali tidak membantu.

"Kau tahu kalau kita tidak bisa melakukan itu, kan?" bisiknya, dan ia mampu mendengar Donghyuck menggertakkan rahang, menyembunyikan wajah di perpotongan leher Mark sambil berusaha tidak menggesek kemaluan mereka. Lelaki itu pasti merasakannya: Mark yang juga menegang.

"Aku tahu, aku sangat tahu. Aku juga tidak mau ... Bukan salahku kalau tempat ini tercium seperti feromon dan membuatku ingin mengendaraimu."

Untuk sejenak, Mark berpikir kalau dikuliti hidup-hidup oleh Johnny dan Taeyong tidak terlalu buruk apabila ia bisa mendapatkan ini. Ini akan terasa mudah. Ia bisa dengan gampang mengubah posisi dan melesakkan kemaluan di antara paha Donghyuck. Sudah sangat lama mereka tidak melakukannya, hingga rasanya saling menggesek kemaluan seperti remaja akan dengan mudah membuatnya klimaks. Entah bagaimana, Donghyuck membaca pikiran Mark dan mencubit pinggangnya. Keras.

"Kita tidak akan melakukan itu. Berada di sini saja sudah tidak sopan. Kita tidak akan melakukan seks di dalam sarang sepupumu."

"Kalau begitu, berhenti melakukannya," Mark memohonㅡmendesahㅡketika Donghyuck bergerak pelan di atasnya.

"Aku berusaha! Aku hanya marah karena aku ingin melakukan seks, denganmu, sedangkan aku masih kesal. Aku tidak mau melakukan apa pun denganmu!"

Pembohong, pikir Mark. Bocah munafik. Mark mampu merasakan precum Donghyuck di kakinya.

Donghyuck menarik napas panjang.

"Mari bicarakan sesuatu yang lain, ya? Ceritakan tentang sepupumu yang memiliki pondok seks di tengah hutan."

"Yang mana?" Mark bergerak, membuat Donghyuck memekik keras dan bergerak mundur, mendesah ketika penisnya mengenai kulit Mark. Di luar, langit mulai tampak cerah.

*

Tidak banyak yang bisa dilakukan di pondok itu, sehingga mereka berbincang, dengan suara desau angin dan derak kayu perapian sebagai latar. Mark bercerita tentang Johnny, yang samar-samar Donghyuck ingat dari kompetisi memanah di Coraline, di mana Donghyuck memenangkan posisi pertama dan menantang Mark apabila ingin meminang saudarinya. Mark juga menceritakan tentang Taeyong, yang tidak pernah Donghyuck temui, tetapi cukup sering ia dengar.

(Taeyong, yang dibesarkan untuk menjadi seorang kesatria, yang pintar dan tangkas dalam berpedang. Taeyong, yang kesulitan dan kesulitan dan kesulitan akibat ekspektasi ibunya. Taeyong yang tidak pernah cukup, tetapi juga berlebihan di saat bersamaan. Ia termasuk dalam kandidat Putra Mahkota apabila Sungmin dan Mark gagal dinobatkan sebagai alpha, yang mana akhirnya, ia malah dinobatkan sebagai omega. Dan selama bertahun-tahun, Taeyong adalah omega paling berharga di seluruh Lembahㅡsetidaknya, sebelum Donghyuck melangkah masuk dan menebarkan aroma madu serta bunga-bunga liar.)

"Kenapa mereka belum juga menikah? Mereka sudah berusia dua puluh tiga tahun. Mereka sudah bisa berkeluarga."

"Pernikahan keluarga inti butuh persetujuan dari Kerajaan," jelas Mark. "Taeyong adalah putra bangsawan paling berpengaruh di Lembah dan ibunya adalah saudari sang raja. Meski ia tidak bisa menyandang gelar Putra Mahkota, putranya yang nanti terlahir sebagai alpha akan bisa menyandangnya, terlebih apabila ayahnya berasal dari keluarga yang sama kuat. Ayahku mendesak Putri Saira, saudarinya, untuk mengirim Taeyong ke kuil. Namun, Bibi tertawa di depan wajahnya dan mereka tidak lagi bicara setelah itu."

Donghyuck bergumam. "Keluargamau agak payah. Bagaimana dengan Johnny?"

"Yah, sejak dia adalah putra semata wayang Tuan Gyr, kami tidak bisa menghalanginya untuk menikah. Namun, Ayah berharap Johnny akan menemukan mempelai dari Utara; putri sulung dari pria yang memiliki banyak anak perempuan, mungkin, dengan mahar yang kecil dan mendapat sedikit pengaruh politik."

"Dan dia memilih memacari Taeyong. Para sepupumu gemar menari dalam bahaya."

Mark membuang napas. "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Mereka saling membenci ketika masih kanak-kanak, tetapi kemudian Taeyong dinobatkan dan ... yah, tampaknya tidak mungkin Johnny bisa menolak pesonanya."

Tubuh Donghyuck, di sisinya, sejenak menegang.

"Ada apa?" tanya Mark.

"Tidak. Hanya saja ... mereka berakhir seperti itu. Taeyong dinobatkan dan seketika mereka saling jatuh cinta. Akankah Johnny menyukainya apabila Taeyong tidak dinobatkan sebagai omega?"

Mark diam sejenak. Pondok di sekitar mereka tidak hanya tercium seperti aroma seks, tetapi juga keintiman, tentang tawa pelan dan genggaman tangan lembut. Aroma itu tercium seperti cinta kasih, yang mana membuat Mark semakin malu berada di sana.

"Siapa aku untuk menjawabnya? Aku cukup dekat dengan mereka, tetapi aku tidak mengetahui apa pun soal ini hingga aku melakukan kunjungan di musim gugur lalu. Namun, dari apa yang bisa kulihat, Johnny sungguh mencintainya. Dia bisa saja menikahi orang lain, dia memang bisa, tetapi dia menolak. Hanya Taeyong dari Saira atau tidak sama sekali, dan sang raja memilih supaya dia tidak menikah sekalian. Dan sekarang ayahku berselisih dengan dua pengikut terkuatnya."

"Dan kau berada tepat di tengah-tengah," Donghyuck menyimpulkan.

"Tempat di mana aku selalu berada."

Donghyuck bergumam dan berguling, memunggungi Markㅡbergelung di sampingnya. Ia berlagak seolah baik-baik saja, bahkan menguap dan sedikit meregangkan tubuh, tetapi ikatan masih bergolak dengan tak nyaman di antara mereka. Akan terabaikan apabila Mark tidak menaruh perhatian. Namun, ia menaruh perhatian, sebab apabila bersama Donghyuck, kau harus memperhatikan tiap detail, karena hal-hal kecil akan lelaki itu lancarkan begitu Mark terlalu lengah untuk menyadarinya.

"Kau masih memikirkan Taeyong?" tanyanya dan Donghyuck mengangkat bahu.

"Dia sedikit mirip denganku, kau tahu? Aku penasaran bagaimana perasaannya," gumamnya. "Saat dinobatkan, maksudku."

Mark tidak mampu melihat wajahnya, tetapi Donghyuck terdengar seperti sedang mengernyit dengan bibir mengerucut; gelagat yang selalu lelaki itu tunjukkan ketika tidak memahami sesuatu.

"Taeyong ... Dia bisa melakukan apa pun dengan cukup baik. Dia bisa bertarung, dia juga bagus dalam dunia politik. Dia adalah putra alpha sempurna yang bisa ibunya harapkan. Dan dengan Sungmin yang dinobatkan sebagai beta, ayahku jadi sangat cemas. Namun, Taeyong selalu tampak ...." Kepayahan, seolah ia membawa beban yang terlalu berat untuk dipikul. Terkadang, lelaki itu akan berbaring di atas rumput di taman sang ratu bersama Mark, bersembunyi dari dunia, dan tidak mengatakan apa pun selama berjam-jam. Aku sedang mengisi tenaga, ujarnya pada Mark.

"Aku tahu dia tidak mau menjadi Putra Mahkota. Aku tahu dia tidak menyukai aturan di Dawyd dan aku tahu dia tidak suka bertarung." Taeyong jelas-jelas tidak suka bertarung dengan Johnny, meskipun mereka selalu bertengkar, terlampau sering, sebagai para putra dari dua bangsawan bertetangga yang tidak menyukai satu sama lain. Dan Taeyong bisa mengungguli Johnny kapan pun ia ingin. "Ketika dia dinobatkan sebagai omega, dia tampak cukup ... lega. Seolah dia bisa menjadi dirinya sendiri, kau tahu?"

Donghyuck tidak menjawab, bahkan ketika Mark memanggil namanya dengan lembut. Apabila bukan karena perasaan tegang tak nyaman yang samar pada ikatan mereka, Mark pasti sudah berpikir bahwa lelaki itu tertidur.

*

Api hampir padam ketika Mark kembali dari hutan malam itu.

"Tidak ada banyak binatang di luar," ujarnya, sambil mengangkat dua ekor ayam hutan di tangan. "Tapi, aku mendapat beberapa unggas."

Donghyuck membantu membersihkannya, terkekeh ketika melihat Mark yang tidak tahu di mana harus menaruh tangan. Tubuhnya masih goyah, tetapi ia cukup mampu untuk berjalan di sekitar dapur dan membantu Mark menyiapkan makanan. Donghyuck memberi tahu Mark bahwa ia dan teman-temannya sering pergi berkemah ke Starpath, salah satu pulau terakhir di kepulauan; Donghyuck, Jeno, dan .... "Dan putra bangsawan dari tanah tersebut. Kami dulunya teman."

Mark berkedip, mengambil sejenak waktu untuk mengingat siapa si bangsawan yang dimaksud. Ketika mengingatnya, ia bungkam. Mark tidak mau menanyai soal Yangyang, tidak ketika Donghyuck menciptakan ekspresi pahit dan sedih manakala mantan tunangannya disebut-sebut. Ia hanya mendesak Donghyuck untuk makan lebih banyak, melempar satu lagi kayu ke perapian, dan mengecek suhu tubuh Donghyuck dengan punggung tangan.

"Bagaimana perasaanmu?" tanyanya.

"Sedikit lebih baik."

"Bagus." Ia mendorong Donghyuck untuk kembali berbaring di balik selimut bulu bersamanya. "Demammu sudah turun dan badai telah berlalu. Besok pagi kita pergi."

Donghyuck menggumamkan persetujuan sebelum memunggungi Mark. Napasnya teratur, tubuhnya hangat, begitu dekat, meninabobokkan Mark. Mark sudah berada di ambang batas kesadaran ketika Donghyuck bicara.

"Terima kasih. Karena sudah merawatku. Kau menyelamatkan nyawaku."

Mark berkedip, terlalu mengantuk dan terkejut untuk menjawab, tetapi sebelum ia mampu menyusun beberapa kata, Donghyuck telah lebih dulu melanjutkan. Setiap katanya terdengar mantap dan hati-hati.

"Aku minta maaf, kau tahu? Tentang apa yang terjadi di dalam gua. Jisung akan mati tanpaku, tetapi kurasa tidak adil menempatkanmu dalam masalah itu dengan membuatmu merasakan sakitku melalui ikatan kita. Dan aku minta maaf karena mengeluh soal tempat ini. Aku akan mati tanpamu ...."

"Kau tidak perlu berterima kasih, Donghyuck. Itu sudah ...."

Kewajiban. Mark nyaris mengucapkannya, tetapi ia berhenti tepat waktu. Beberapa kata tidak bisa diucapkan dengan mudah di sekitar Donghyuck. Meski begitu, Donghyuck bisa menebaknya, sebab ia mengeluarkan sebuah tawaㅡbukan jenis tawa yang menyenangkan.

"Aku tahu kau melakukannya hanya karena kita adalah pasangan dan itu adalah kewajibanmu, tapi kau tetap menyelamatkanku dan ...."

Mark meraihnya, dalam kebutaan. Jemarinya meraih kain pakaian dalam Donghyuck hingga berlabuh di pinggangnya. Donghyuck berusaha memberontak, tetapi tidak ada cukup ruang. Mereka berada terlalu rapat di balik lapisan bulu sehingga ia tidak mampu melepaskan tangan Mark yang kini melingkari dadanya, dengan bibir yang menempel di kain yang menutupi bahunya.

"Aku tahu kau tidak suka apabila aku mengatakannya," bisik Mark, "tapi kau kerap meragukanku dan niatku. Aku menyukaimu, Donghyuck. Aku, faktanya, cukup menyayangimu, bahwa ketika badai dimulai, orang-orang berusaha menghentikanku, atau aku akan mendaki gunung sendirian, dengan salju, angin dan amukan para dewa, hanya demi memastikan kau baik-baik saja. Aku datang menyelamatkanmu sambil menempatkan orang lain dalam bahaya, dan kau tahu apa yang kupikirkan? Bahwa aku tidak tahu harus bagaimana apabila sesuatu yang buruk terjadi padamu. Apa lagi yang harus kulakukan supaya kau bisa melihat ketulusan dan kejujuranku, bahwa aku sungguh peduli padamu?"

"Bukan berarti aku tidak memercayaimu," bisik Donghyuck. Ia meraih tangan Mark yang berpangku di dadanya, seiring suara yang semakin memelan, nyaris seolah tengah menyampaikan sebuah rahasia. "Hanya saja, aku tidak mengerti."

"Kalau begitu, akan kujelaskan."

"Apa yang bahkan kau lihat dariku? Kau membenciku ketika kita kanak-kanak. Kau membenciku hingga pada tahap kau akan menolak berteman denganku meski aku datang memohon-mohon padamu."

"Sebagai pembelaan, kau bersikap seperti bajingan padaku."

"Aku juga bersikap seperti bajingan setelah kita menikah!"

Mark menggigit lidah. Itu benar.

"Pada akhirnya," Donghyuck melanjutkan, "semuanya berakhir seperti ini. Aku dinobatkan sebagai seorang omega dan kau berhasrat untuk menyayangiku, tapi tidakkah itu berarti kau hanya menyukaiku karena aku seorang omega?"

Donghyuck tanpa sadar mencengkeram lengan Mark yang berada di pinggangnya, dan Mark memutuskan bahwa ini bukan jenis percakapan yang bisa dilakukan sambil menghadap punggung Donghyuck; beberapa hal lebih baik untuk langsung disampaikan di depan muka. Mark lantas mendorong Donghyuck hingga lelaki itu berbaring telentang, sementara ia mengungkungnya.

"Apa ini maksud yang kemarin?" tanyanya di depan wajah enggan Donghyuck. "Cukup tak adil apabila kau berpikir Johnny mencintai Taeyong hanya karena dia seorang omega. Cukup tak adil apabila kau berpikir bahwa aku menyukaimu hanya karena kau juga omega."

"Kalau begitu, apa yang kau lihat dariku? Kalau kau tidak menyukaiku sebagai omega, tidakkah itu berarti kau tidak menyukaiku sama sekali? Karena aku bukanlah sepupumu, Mark. Aku tidak menunggu kesempatan untuk dinobatkan dan lepas dari kehidupan sebagai seorang alpha, harus kukatakan bahwa aku cukup mencintai kehidupanku! Dan aku benci menjadi seorang omega. Aku benci mengalami heat. Aku benci bagaimana orang-orang menatapku; kalau tidak prihatin, maka jalang yang menjijikkan, seolah aku tak lebih dari daging yang dibalut dalam pita yang cantik. Aku benci bahwa orang-orang berpikir aku terbuat dari kaca; rentan. Aku benci dengan anggapan bahwa aku harus menerima kondisiku dan merasa puas ketika berada satu langkah di belakang alpha bodoh yang berbagi ranjang denganku. Aku benci melakukan itu. Aku sungguh tidak ingin melakukannya!"

Mark mengguncangnya, hanya sedikit.

"Apa kau mau mendengarku?" tanyanya, melepaskan ketika Donghyuck berhenti mengoceh dan menatap padanya, dengan kedua mata yang merefleksikan ancaman dan tantangan. (Mark tidak pernah ingin menciumnya lebih daripada saat ini.)

"Aku suka saat kau melanggar aturan," ucapnya dalam satu tarikan napas, dan ia mendapati kedua mata Donghyuck melebar. "Aku selalu menyukaimu, tetapi aku lebih menyukaimu ketika fajar, dengan sebuah pedang di tanganmu. Aku suka ketika kau bernyanyi, aku suka ketika kau berlatih memanah. Aku suka ketika kau lelah dan jatuh tertidur di depan perapian sambil menceritakan keluargamu. Aku suka ketika kau bertingkah cerdasㅡkau tidak tahu seseksi apa dirimu ketika bertingkah cerdas, berani, dan kasar; tidak ada yang lebih kuinginkan selain membungkammu dengan ciuman. Aku suka ketika kau bercanda denganku, sebab kau tidak pernah melakukannya, dulu ketika kita masih kanak-kanak. Kau selalu memukul, mencaci, dan mempermalukanku di depan ayahku dan ya, Donghyuck, aku tidak menyukaimu, sama sekali, tetapi bagian yang kusukai darimu sekarang adalah bagian yang kucemburui, dulu ketika kita masih kanak-kanak."

Donghyuck sudah tidak lagi memberontak. Wajahnya memekarkan semburat merah yang berakhir di balik pakaian dalam, menghangatkan dadanya, membuat ia sulit bernapas. Tubuhnya bergerak naik dan turun. Kali ini, Donghyuck tidak protes ketika Mark menautkan jemari mereka. Sebelah tangan Mark berbaring di dada Donghyuck, tepat di atas jantungnya, merasakan getaran di balik kulitnya; nyanyian burung di balik tulang rusuk tentang kata-kata yang tak terucapkan.

"Kau bukan omega yang sempurna," lanjutnya, tanpa peduli apabila ia mengoceh, sebab Donghyuck tampak terlalu terkejut untuk mendebatnya. "Kau balas bicara, kau balas melawan, kau bersikap masa bodoh. Dan kau tampak cantik dalam balutan baju sutramu, dalam istana batu kami, menungguku untuk pulang. Namun, aku tidak berguna bagi pasangan yang menunggu di rumah. Aku ingin kau di sini, di sisiku. Aku ... aku meinginkan seorang pejuang, politikus, dan bocah laki-laki gila yang siap menantangku di hadapan negerinya hanya demi pembuktian. Aku menginginkan pangeran emas dari Pulau Selatan, sebab aku akan menjadi raja, dan seorang raja pantas mendapatkan pasangan yang kuat. Kau adalah sosok terkuat yang kukenal, dan aku menginginkanmu."

Donghyuck tampak terguncang dan lebih sadar akibat kata-kata itu. Ia mengeluarkan isak pelan dan berpaling untuk menyembunyikan wajah, memejamkan mata sehingga tak perlu menatap Mark. Namun, Mark tidak membutuhkan itu. Tidak sekarang. Tidak ketika ia berbicara dengan begitu telanjang. Donghyuck harus melihatnya, meskipun ketakutan.

"Tatap aku," perintahnya. Tidak ada kekuatan dalam kata-katanya selain hasrat untuk disaksikan, untuk dipahami, untuk dipercaya, diyakini, dan balas dicintaiㅡtetapi Donghyuck pasti sudah tahu, bahwa tidak ada tempat untuk bersembunyi, tidak ada tempat untuk lari. Tak peduli setakut apa, tak peduli sebanyak apa Mark menakutinya. Tidak ada kekuatan dalam kata-kata Mark sebab Mark pernah membuat kesalahan satu kali dan ia bersumpah pada diri sendiri untuk tidak memaksa Donghyuck melakukan apa pun lagi. Kali ini, Donghyuck menurut karena ia memang ingin.

"Aku sungguh menginginkanmu, Donghyuck, meskipun ini sedikit tidak masuk akal. Aku ingin lebih mengenalmu, dan aku inginㅡ"

Sebuah pukulan keras menghentikan ucapan Mark. Seluruh pondok tampak berguncang. Satu, dua, tiga kali. Mark membeku dan menatap ke arah pintu masuk pondok, tempat suara itu berasal. Suara yang sedikit tercekik, dari luar.

"Buka pintunya, atau aku bersumpah demi para dewa, aku akan membakar tempat ini bersama kau di dalamnya!"

.

.

.

Jangan lupa vote dan komennya :* Karena itu bakal jadi pertimbanganku buat update cepat atau molor, heheh. See you!

Continue Reading

You'll Also Like

79.1K 6.7K 16
[ RION KENZO MIKAZUKI ] adalah ketua mafia dari Mikazuki AV Rion kenzo Mikazuki mafia Italia, ia terkenal dengan kekejamannya terhadap musuh maupun...
59.8K 5.5K 69
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
764K 45.8K 19
"Hidup ini melelahkan"- Zian Sebastian. "Kini aku benar-benar menyerah pada kalian, Aku benar-benar lelah dan semoga kalian cepat sadar akan keberada...
42.3K 5.2K 30
Marsha Ravena baru saja diterima di salah satu perusahaan ternama, ia jelas sangat senang karena memang dari dulu itulah yang ia inginkan. tetapi kes...