Meaning Of Love

By elysianauthor_

45.6K 6.6K 1.9K

Sooji Melihat orang yang kucintai tersenyum, walau hatiku hancur. Itulah arti cinta bagiku.. Myungsoo Melaku... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
M.E.E.T.U.P.W.I.T.H.C.A.S.T
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52

Part 33

837 132 64
By elysianauthor_

Happy Reading .. 🌻🌻🌻

"Selamat datang Direktur Bae."

Sooji tertawa mendengar sambutan Junho begitu dia membuka pintu ruang kerjanya. Buket bunga lily putih terlihat di atas mejanya. "Wah ini darimu?"

"Mana mungkin." elak Junho. Tapi sedetik kemudian dia bertanya, "Bagus tidak? Kau suka?"

Sooji menghampiri Junho dan memeluknya erat. "Terima kasih banyak oppa."

"Jangan lakukan lagi. Kau membuatku pusing seminggu ini. Jika kau lakukan lagi aku akan langsung pulang ke Cina dan tidak kembali lagi." ancam Junho seraya balas memeluk Sooji.

Mereka melepaskan pelukan dan berjalan ke arah bean bag di sudut ruangan.

"Ahh-- aku merindukan ini." Sooji bersandar santai ke bean bag putih dengan aksen floral pink yang menjadi favoritnya.

"Semua baik-baik saja?"

Sooji menoleh menatap Junho sembari tersenyum. "Anggap saja begitu."

"Sooji.." erang Junho putus asa.

"Tenanglah oppa. Aku sudah bicara dengan mereka dan semua sudah selesai."

"Selesai?"

"Seselesai yang mampu kami selesaikan." kekeh Sooji.

Dia tertawa melihat raut wajah Junho yang terlihat bingung dengan kata-katanya. Bukannya menjelaskan, Sooji malah beranjak ke meja kerjanya dan mulai membuka laptopnya.

"Apa ada pekerjaan untukku?"

"Coba buka emailmu. Sebuah perusahaan ingin mengadakan acara ulang tahun perusahaan dan mereka ingin kau sendiri yang turun tangan untuk mengaturnya."

"Aku? Kenapa harus aku?" tanya Sooji sambil membuka email dan mencari email yang dimaksud Junho.

"Itu permintaan khusus nona. Sebaiknya kau terima. Karena ini bukan sembarang perusahaan. Mereka yang terbesar di Korea." jelas Junho yang kini sedang membereskan beberapa berkas di meja nya dan bersiap pergi.

"Kau mau kemana?"

"Ada final meeting untuk acara pertunangan besok. Aku pergi dulu ya. Jangan lewatkan makan siangmu." ucap Junho saat berlalu pergi.

Sooji menemukan email yang dimaksud Junho. Dia mulai membaca dengan seksama. Disana tertulis nama perusahaan, acara yang akan digelar, waktu acara, tempat acara dan keinginan-keinginan khusus dari klien untuk acara mereka.

Awalnya Sooji tak memperhatikan, namun saat membaca ulang dengan jelas dia terkejut saat mendapati nama Ganghan Company sebagai kliennya saat ini. Dengan segera Sooji melihat ujung kanan bawah email itu, dia tak bisa lebih terkejut lagi saat dia melihat nama Kim Myungsoo yang mendandatangani email permintaan tersebut.

Sooji tersenyum melihatnya. "Dasar. Pandai sekali dia memberiku kejutan."

Sooji mengambil ponselnya dari dalam tas dan menghubungi Myungsoo. Dia menunggu Myungsoo mengangkat teleponnya sambil membaca ulang catatan khusus yang diinginkan selama acara tersebut berlangsung nanti.

"Yaa.. sayang.."

"Selamat pagi Tuan Kim. Aku Bae Sooji, direktur Fior Organizer."

Myungsoo tertawa di ujung telepon sana. "Kau sudah menerima -email- nya?"

"Jadi kapan kita bisa bertemu untuk mulai membicarakan rencana pesta ulangtahun perusahaanmu tuan?"

"Kau bisa bicara dengan ketua panitia pelaksana acaranya. Kenapa malah menghubungiku?" Myungsoo masih saja terus tertawa menanggapi nada bicara Sooji yang formal.

"Karena aku hanya melihat nama anda di email ini. Jadi aku berusaha meminta penjelasan pada si tersangka utama."

Myungsoo tak bisa lagi menahan tawa nya. Dia terbahak. "Kalau begitu kau harus menghubungi kakek. Karena ini idenya kakek. Bukan aku."

"Kau pikir ini lucu? Apa-apaan ini? Aku baru saja kembali bekerja dan kalian sudah memintaku mengurus acara sebesar itu. Dan lagi kenapa harus aku sendiri yang mengurus?"

"Jangan mengomel begitu. Lagipula kenapa kau sudah kembali bekerja? Kupikir kau akan dirumah setidaknya dua atau tiga hari."

Sooji menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya ke kursi kerjanya. "Aku tak terlalu nyaman lama-lama dirumah. Lagipula sudah lama aku membolos kerja."

"Kau baik-baik saja?" Myungsoo terdengar serius sekarang. Tak terdengar lagi tawa atau nada bercanda yang sebelumnya dia gunakan.

"Ya." Sooji terdiam sebentar sebelum melanjutkan. "Kemarin kami bicara. Ah tidak, kami menangis bersama hehe."

Myungsoo diam tak memberikan respon apapun. Pertanda dia masih ingin mendengar semua cerita lengkapnya.

"Aku sudah minta maaf pada ayah dan ibu. Kakakku juga memarahiku. Tapi setelahnya dia memelukku erat dan mengatakan aku anak nakal."

"Mereka pasti sangat khawatir padamu."

"Aku tahu."

Mereka berdua sama-sama terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Sooji tak berbohong mengenai apa yang diceritakannya pada Myungsoo. Hal itu sepenuhnya benar. Dia hanya tak cerita dengan detail apa yang terjadi kemarin. Sooji tak ingin membahasnya lagi.

Myungsoo pun tak berpikir kekasihnya akan berbohong padanya. Hanya saja dia merasa masih banyak hal yang belum diceritakan Sooji padanya.

"Jadi.. ini bukan lelucon?"

"Apa?"

"Pesta ulang tahun Ganghan Company."

"Tentu saja tidak. Acaranya bulan depan."

"Mendadak sekali. Kalian harus membayarku mahal untuk ini."

"Kakek bahkan akan memberikan perusahaan jika kau yang meminta."

Kalimat sarkasme yang diucapkan Myungsoo mampu membuat Sooji tergelak.

"Aku bertanya serius Myungsoo. Kenapa mendadak kalian memilih Fior? Acara sebesar ini pasti butuh banyak persiapan. Tidak mungkin kalian baru menghubungi EO sekarang."

"Apa ini.. kau benar-benar menghubungiku hanya untuk membicarakan masalah ini? Ah aku sial sekali. Padahal aku berpikir kekasihku menelepon untuk menanyakan kabarku."

Sooju mengulum senyum mendengar Myungsoo merajuk. "Kau pasti sibuk dan aku malah mengganggumu dengan telepon yang tidak penting seperti ini."

"Siapa bilang aku sibuk? Aku tidak bekerja hari ini."

"Lalu kau dimana?"

"Ada sedikit urusan, jadi aku keluar kota hari ini."

"Jangan terlalu lelah. Kita baru pulang kemarin."

"Harusnya kau ucapkan itu untuk dirimu sendiri nona."

"Hu.. aku baik-baik saja.."

"Ah sayang.. aku harus pergi. Nanti kuhubungi lagi ya?"

"Baiklah. Aku akan membuat janji dengan Jisoo eonni untuk bicara soal acara ulang tahun perusahaan."

"Ide bagus. Kalian akan sangat cocok membicarakannya. Sampai nanti."

"Dia baik-baik saja?" Myungsoo menutup teleponnya tepat saat Woohyun datang membawa dua cangkir kopi.

Myungsoo mengangguk pelan. "Setidaknya itu yang dia katakan."

"Sebenarnya aku sudah menduga cepat atau lambat kalian akan berkencan. Tapi tetap saja aku terkejut kau sampai datang sendiri untuk menyampaikan kabar ini."

"Benarkah? Kau sudah menduganya? Sejak kapan?"

Woohyun mengangkat bahunya. "Mungkin sejak pertama kali kau menumpang mobilku atau mungkin saat berbohong menggunakan namaku untuk menjemputnya."

"Kau tahu?" Myungsoo terkejut Woohyun tahu tentang kebohongan yang dia lakukan.

"Dia tahu sejak awal kau berbohong." kekeh Woohyun.

Myungsoo tersenyum. Meski terlihat malu karena ketahuan berbohong tapi dia tak menyesalinya. Berbohong demi kebaikan tak apa kan?

"Apa yang ingin kau tahu dariku?" tanya Woohyun tepat sasaran.

"Kau yakin Hyung, tak punya bakat menjadi cenayang?"

"Kau sangat mudah dibaca Myungsoo. Sama seperti dia." ujar Woohyun seraya meneguk kopinya. "Aku yakin kau punya banyak sekali pertanyaan di kepalamu itu. Seminggu pergi dengannya kau pasti sudah menyadari bahwa adikku itu punya banyak sekali rahasia, ya kan?"

Kabar menghilangnya Sooji selama seminggu setelah keluar dari rumah sakit pun sudah sampai ke telinga Woohyun dan ibunya. Dan baru saja dia tahu bahwa Sooji tak pergi sendiri. Ada seorang pria yang kebetulan bertemu dengannya dan menemaninya selama seminggu dalam pelarian.

"Hyung, kau mengerikan. Kau membaca semua pikiranku."

"Ish.. apanya yang membaca pikiran. Semua itu jelas tertulis di wajahmu itu."

Kali ini giliran Myungsoo yang terkekeh. "Kau benar Hyung. Aku merasa dia masih membangun dinding tebal diantara kami. Semakin aku mencoba merobohkannya dinding itu terasa semakin tebal saja."

"Beri dia waktu. Kalian baru berkencan. Meski dia sangat percaya padamu bukan berarti dia langsung bisa menceritakan hidupnya yang rumit padamu."

"Percaya padaku? Hidup yang rumit?"

Woohyun berdiri berjalan ke arah kebun bunga milik keluarganya yang cukup luas. Banyak bunga segar yang bermekaran dan siap dipetik. Dari kejauhan terlihat beberapa orang pekerja sedang memetik bunga-bunga yang berwarna-warni.

"Apa kau percaya jika kubilang bahwa kau adalah kekasih pertamanya?" tanya Woohyun pada Myungsoo yang sedang mengekor di belakangnya melintasi jalan setapak diantara tanaman mawar putih.

"Benarkah? Eish.. tidak mungkin. Mana mungkin wanita secantik Sooji tak pernah punya kekasih."

"Dia memang sangat cantik hingga ibuku saja bersikeras menjodohkan kami berdua." canda Woohyun.

"Hyung." rajuk Myungsoo yang kini berdiri di hadapan Woohyun menghalangi jalannya.

Woohyun tertawa sambil merangkul bahu Myungsoo. "Jangan khawatir begitu. Ibuku tak benar-benar serius dengan hal itu. Apalagi nanti saat dia tahu orang yang berhasil meluluhkan hati gadis keras kepala itu kau, ibuku akan langsung merestui kalian. Lihat saja nanti."

Myungsoo diam mendengarkan. Hatinya sedikit menghangat mendengar ucapan Woohyun. Setidaknya akan ada banyak orang yang mendukung hubungan mereka berdua nanti.

Mereka berjalan cukup jauh hingga akhirnya duduk di salah satu area kosong diantara bunga-bunga tulip.

"Kau pernah mendengar tentang Limfoma Hodgkin?"

Tak ada jawaban dari Myungsoo. Dia terlihat mengerutkan kening sebagai pertanda bahwa dia tak tahu apapun mengenai pertanyaan Woohyun.

"Sudah kuduga kau tak pernah mendengarnya. Itu sejenis kanker darah yang menyerang kelenjar getah bening. Itu terjadi karena sel darah putih yang tidak normal."

Sekujur tubuh Myungsoo terasa dingin seketika. Seolah diguyur berliter-liter air es yang membuat tubuhnya jadi kaku. Wajahnya terlihat pucat seperti semua darah surut dari wajahnya. Bayangan buruk sudah membayangi pikirannya begitu mendengar penjelasan Woohyun.

Hal itu pun disadari oleh Woohyun yang lalu menepuk pundaknya pelan. "Jangan khawatir begitu. Bukan Sooji."

Setelahnya Myungsoo baru bisa bernafas lega. Setidaknya ada informasi bahwa bukan kekasihnya yang sedang menderita penyakit itu.

"Lalu..?"

"Bukan Sooji." ulang Woohyun. "Tapi kakaknya, Bae Soomi."

"Ah ya.. dia pernah bercerita kalau dia punya seorang kakak perempuan. Apakah itu dia?"

Woohyun mengangguk dan terlihat menerawang jauh. "Kanker ini memang tidak seganas kanker darah yang lain. Tapi tetap saja ini berbahaya. Seluruh keluarga Bae sedang mengupayakan kesembuhan Soomi saat ini."

"Sooji pasti sangat sedih." ucap Myungsoo prihatin.

"Ya.. dia sangat menyayangi kakaknya. Dia rela melakukan apapun demi kesembuhan kakaknya. Termasuk jika itu mengorbankan dirinya sendiri."

"Apa-- maksudmu hyung?" tanya Myungsoo terbata.

"Aku tak tahu apakah aku berhak mengatakan semua ini padamu. Tapi mengingat gadis itu sangat keras kepala, aku tak yakin dia akan memberitahumu."

Myungsoo semakin dibuat bingung dengan ucapan Woohyun. Kenyataan bahwa kakak kekasihnya sedang sakit parah membuat Myungsoo cukup terkejut. Ditambah lagi kini Woohyun seolah sedang mempersiapkan diri memberi kabar kejutan yang lainnya.

"Waktunya 20 hari lagi.."

"Apa? Waktu apa?"

Woohyun tak menjawab pertanyaan Myungsoo. Dia hanya menatap Myungsoo dalam. Matanya menyiratkan kekhawatiran yang luar biasa. Dan itu membuat Myungsoo semakin dicekam perasaan takut.

******

"Hai.."

"Ohh nona Soomi.. apa kabar?"

"Aku baik. Apa Sooji ada di dalam?"

"Ah iya. Dia ada di dalam. Aku akan memberitahunya jika nona datang."

"Tidak-- jangan." larang Soomi. Yang membuat staf Sooji di bagian administrasi mengerutkan keningnya.

"Aku akan memberinya kejutan. Kuharap dia sedang tidak sibuk." ucap Soomi sambil tersenyum dan mengangkat paper bag yang dibawanya.

Staf wanita itu pun tersenyum mengangguk dan mempersilahkan Soomi untuk masuk ke ruangan Sooji.

"Hei.. apa itu kakak direktur Bae?" tanya salah seorang staf wanita yang lain.

"Iya.. mereka terlihat mirip kan?"

"Bukan hanya mirip. Astaga. Bagaimana mereka bisa sama persis begitu. Aku belum pernah melihat kembar identik yang benar-benar serupa."

"Kau belum pernah bertemu dengannya kan?" tanya staf wanita pada temannya yang tadi bertanya.

"Ini pertama kali."

"Aku sama sepertimu saat pertama melihatnya. Aku sama sekali tak bisa membedakan mana direktur Bae dan mana kakaknya saat itu. Tapi setelah beberapa kali bertemu dengan kakaknya, aku bisa mengerti dimana perbedaan mereka. Meski akan sangat sulit jika kau tak benar-benar mengenali mereka. Aku yakin banyak orang akan salah mengenali keduanya."

Obrolan para staf wanita itu tak sengaja terdengar oleh Junho yang baru saja kembali dari rapat.

"Apa Soomi disini?" tanya Junho seraya menghampiri meja admin.

"Ah iya benar tuan. Dia baru saja datang. Kupikir dia membawakan direktur Bae makan siang."

"Aku mengerti." jawab Junho mengangguk dan kemudian kembali pergi. Dia membatalkan niatnya untuk masuk ke ruangan Sooji -yang menjadi ruangannya juga- dan melangkah kembali menuju mobil.

Dia segera kembali ke kantor setelah rapat dan menolak ajakan makan siang dengan klien semata hanya karena ingin mengajak Sooji makan siang bersama. Karena dia tahu, gadis itu pasti akan melewatkan jam makan siangnya seperti biasa. Tapi kini dia mengurungkan niatnya. Junho bernafas lega, setidaknya Sooji tak akan melupakan makan siangnya. Lagipula dia merasa kakak beradik itu memang hrus mendapatkan banyak waktu untuk bersama-sama. Dia tak ingin menjadi pengganggu.

"Hyung.."

"Oh Jinyoung.."

"Apa yang kau lakukan disini? Berdiri di tempat parkir sendirian tak jelas."

"Hei.. apa kau sudah makan siang?"

"Aku?" tunjuk Jinyoung pada dirinya sendiri. Kemudian dia menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Junho.

"Baguslah. Ayo temani aku makan." ajak Junho seraya merangkul bahu Jinyoung menjauh dari tempat parkir. Mereka akan makan di restoran dekat kantor.

"Tapi hyung.. aku akan ambil dompet dulu. Dompetku masih di dalam sana."

"Sudah. Aku yang traktir. Jangan khawatir."

"Wah .. ada apa ini? Kau menang lotre? Atau kau sedang senang karena cintamu diterima?"

"Anggap saja begitu."

"Hah? Yang mana? Menang lotre atau diterima?"

"Ish berisik. Aku batal traktir kalau ku ribut terus."

"Baiklah.. baiklah."

******

Speedometer di mobil Myungsoo menunjukkan angka 80km/jam. Beruntung jalanan sedang sepi. Jika tidak, pasti Myungsoo sudah mengalami kecelakaan. Karena nyatanya saat ini dia terus menginjak pedal gas tanpa ingat menginjak rem. Sementara pikirannya sama sekali tidak ada disana. Dia bahkan tak menyadari bahwa mobilnya sudah melewati kota Hanam, perbatasan Gyeonggi-do dan Seoul.

Percakapannya dengan Woohyun beberapa jam yang lalu memenuhi otaknya sekarang. Myungsoo sama sekali tak bisa memikirkan hal lain bahkan lampu lalu lintas yang berubah jadi merah pun hampir diterobosnya jika di menit terakhir dia tak melihat segerombolan orang menyeberang jalan. Kesadarannya kembali di saat yang tepat. Dia menghentikan laju mobilnya sebelum dia menjadi amukan massa karena menabrak puluhan orang yang sedang menyeberang di depan mobilnya.

"Setiap bulan di tanggal 25 Sooji harus mendonorkan cairan sumsum tulang belakangnya untuk Soomi."

"Dia selalu kesakitan setiap bulannya. Demi kakaknya agar tetap bertahan hidup."

"Bukannya tak beresiko. Proses itu pun memberikan dampak yang cukup besar bagi kesehatan Sooji."

"Jika dia tak kuat, justru nyawanya yang akan dalam bahaya."

"Sebenarnya operasi cangkok sumsum tulang belakang bisa dilakukan, tapi resiko terbesar akan diterima Sooji. Dia bisa saja akan kehilangan nyawanya di ruang operasi. Hal itu ditentang oleh Soomi dan paman, meski Sooji sendiri dan bibi setuju."

"Gadis keras kepala itu.. tak pernah mengeluh. Dia sudah melakukan tugasnya sebagai seorang adik yang berbakti sejak pertama Soomi divonis mengidap Limfoma Hodgkin."

"Berhenti datang ke sekolah. Mengubur impiannya menjadi aktris. Menjadi tubuh cadangan bagi kakaknya. Menolak banyak pria yang menyatakan cinta padanya agar tetap fokus pada kesembuhan sang kakak."

"Tapi yang lebih menyakitkan bagi Sooji, bukan rasa sakit setiap bulan yang harus dia alami. Perbedaan kasih sayang dari ibunya lah yang membuat hatinya hancur. Meski bibi tak bermaksud membedakan Soomi dan Sooji, tapi tetap saja semua orang bisa melihat dan merasakannya. Bibi terlalu khawatir pada Soomi. Terkadang itu membuatnya lupa bahwa putri nya bukan hanya Soomi. Tanpa sadar dia mengesampingkan Sooji. Masih ada Sooji yang butuh kasih sayang dan perhatiannya. Bahwa Sooji.. juga putrinya."

"Kau mungkin tak akan bisa memahami mengapa Sooji bertahan dengan semua kepahitan itu. Tapi baginya, keluarganya adalah segalanya. Ayah, ibu dan kakaknya adalah hidupnya. Sesakit apapun.. semenderita apapun.. sekecewa apapun.. mungkin akan membuatnya berlari tapi pda akhirnya.. dia tetap akan kembali pada mereka."

"Aaaakkhhh.. sial!"

Myungsoo memukul setir mobilnya kuat-kuat. Otaknya serasa ingin meledak sekarang. Penggalan-penggalan kalimat Woohyun terus terngiang di kepalanya.

Setelah lampu lalu lintas berubah hijau, dengan segera dia memutar kemudinya menuju sungai Han. Dia tak bisa pulang dalam kondisi seperti ini atau dia akan menghadapi rentetan pertanyaan dari sang kakek dan juga kakak iparnya. Dia sama sekali tak siap untuk itu.

Dan disinilah Myungsoo. Duduk di rerumputan dan memandang jauh ke arah riak-riak air sungai yang terbentuk akibat hembusan angin malam kota Seoul yang cukup kencang.

Dia menghela nafas dalam-dalam untuk menenangkan pikirannya. Sempat terbersit di pikirannya, sebotol soju akan sangat membantu saat ini. Tapi niatnya itu langsung dia batalkan saat teringat ini bukan saat yang tepat untuk minum-minum.

Kekasihnya sedang membutuhkan bantuan. Sooji sedang dalam masa sulit saat ini. Hal yang sama sekali tak pernah dia duga sedang menjadi takdir yang harus dijalani wanita yang dicintainya. Dan dia tak bisa melakukan apapun.

Tapi benarkah tak ada yang bisa dia lakukan?

Myungsoo merogoh kantung jas nya dan menemukan ponselnya. Lima pesan dan tiga panggilan tak terjawab muncul menghiasi layar ponselnya. Sudah jelas bahwa pesan dan panggilan telepon itu dari kakek, kakak iparnya dan juga Sooji. Sejak memutuskan untuk pulang dari rumah Woohyun, Myungsoo sengaja mengubah ponselnya menjadi mode hening.

Myungsoo mengabaikan pesan dan panggilan tak terjawab itu, dia akan menjawab mereka nanti. Karena saat ini ada hal yang lebih penting untuk dia tanyakan.

To: Woohyun Hyung
Tak ada kah yang bisa kulakukan?

Satu menit terasa sangat lama bagi Myungsoo untuk menunggu balasan pesannya. Hingga dia mengetik kalimat yang lain untuk dikirimkan pada Woohyun.

To: Woohyun Hyung
Apa yang bisa kulakukan untuknya?

Myungsoo mulai gelisah saat Woohyun tak kunjung membaca pesannya. Ini baru pukul sembilan malam. Tak mungkin jika Woohyun sudah terlelap.

To: Woohyun Hyung
Tolong katakan Hyung. Apapun itu. Akan kulakukan. Apa saja..

Mungkin sebaiknya Myungsoo menghubungi Woohyun dan bicara langsung. Tapi dia tak sanggup untuk bicara saat ini. Percakapannya dengan Woohyun sepanjang siang tadi membuatnya sangat lelah. Bukan secara fisik, tapi jelas lelah secara mental. Dan lagu percakapannya kali ini tak ada bedanya dengan yang tadi siang, yang juga akan sangat melelahkan.

Tapi Myungsoo tak bisa menunggu hingga esok sampai Woohyun membalas pesannya. Baru saja dia berniat menelepon Woohyun, ketika pesan balasan muncul di layar ponselnya.

From: Woohyun Hyung
Tetaplah berada di sisinya.
Hanya itu yang bisa kau lakukan saat ini.

Hati Myungsoo tercubit. Dia berharap bisa melakukan sesuatu yang besar untuk meringankan beban yang dipikul kekasihnya saat ini. Tapi apa-- hanya jawaban seperti itu yang diberikan Woohyun.

Perlahan dia mulai kesal dengan isi pesan Woohyun. Bukan ini yang dia harapkan saat menunggu balasan pesan Woohyun. Jika itu hal tentang tak meninggalkan Sooji, sudah jelas akan dia lakukan. Walaupun Woohyun tak memintanya. Dia tak akan pernah meninggalkan wanitanya.

From: Woohyun Hyung
Berpura-puralah tak tahu apapun.
Jadilah tempat bersandar untuknya saat dia merasa lelah.
Berikan dia semua kasih sayang dan cinta yang kau miliki hingga dia lupa dengan rasa kecewanya pada ibunya.
Jadilah kekuatan untuknya saat dia harus menjalani semua rasa sakit itu setiap bulannya.
Genggam lah tangannya, saat dia merasa sendiri dan kesepian.
Aku tahu kau pasti sangat kesal saat ini.
Tapi memang hanya itu yang bisa kau lakukan.
Tenangkan dirimu dan percayalah padaku.
Lebih dari apapun, itulah yang Sooji butuhkan darimu Myungsoo.

Pelupuk mata Myungsoo terasa basah. Kekesalannya menguap entah kemana. Pesan panjang yang dikirimkan Woohyun mampu membuatnya merasa lebih tenang sekarang. Isi pesan itu pun membantunya untuk berfikir dengan lebih jernih.

Woohyun benar. Tentu saja-- semua yang dia ucapkan itu benar. Alih-alih menggantikan posisi Sooji untuk mendonorkan cairan sumsum tulang belakangnya setiap bulan -yang jelas tak bisa dia lakukan- Myungsoo memilih akan mengikuti semua perkataan Woohyun.

Dalam hati dia bertekad, bahwa mulai saat ini Sooji tak akan melalui semuanya sendirian. Sekarang wanita itu memiliki dirinya sebagai tempat bergantung. Jika wanita itu memutuskan tak akan menyerah dengan kondisi kakaknya, maka Myungsoo juga memutuskan untuk terus mendampingi dan menjaga Sooji. Bagaimanapun dia tak punya hak untuk melarang Sooji melakukan donor setiap bulannya.


Continue..

Continue Reading

You'll Also Like

804K 57.7K 47
[Brothership] [Not bl] Tentang Rafa, hidup bersama kedua orang tuanya yang memiliki hidup pas-pasan. Rafa tidak mengeluh akan hidupnya. Bahkan ia de...
1M 83.1K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
139K 14K 37
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...