Puzzle Love | END

By lynxstvr_

1.8K 1K 132

Untuk Areum/You yang selalu ceria. Dua orang yang sifatnya bertolak belakang ini, ternyata malah di paksa ke... More

1 :: Know
2 :: Don't Want!
3 :: About Him
4 :: Day
5 :: Perform
7 :: Progress
8 :: Conscience
9 :: About Yura
10 :: Bestfriend
11 :: What?
12 :: Meaning
13 :: Sick
14 :: Jealous
15 :: Chat
16.1 :: (Remember) Seoyun
16.2 :: (Remember) Areum
16.3 :: (Remember) Yura
16.4 :: (Remember) Renjun
17 :: With Chenle
18 :: Other Side
19 :: Anxiety
20 :: In Fact
21 :: Hidden
22 :: Upset
23 :: Feeling
24 :: Idiot
25 :: Revenge
26 :: Message
27 :: For Areum (END)
Epilog

6 :: With Him

73 51 12
By lynxstvr_

.

.

Voment dulu guys!

.

.

Semalam Areum sukses nggak bisa tidur. Bukan karena hari ini hari Kamis, yang artinya dia harus berhadapan sama si Es batu (meskipun fakta itu juga meresahkan), tapi lebih karena Areum merasa harus minta maaf. Ya sama siapa lagi kalau bukan sama si Renjun.

"Hhh... memangnya harus ya?" serunya lantang, nggak kepada siapa-siapa.

Areum melihat di ujung sana. Appa sedang menyendiri sambil melamun.

Ah, kalau saja Eomma masih ada... Appa nggak akan menutup diri seperti selama ini, dan...dan... anak gadis ini tidak akan kesepian seperti ini.

Dia sungguh menyesalkan kecelakaan yang terjadi tujuh tahun lalu itu. Kecelakaan yang mengubah semuanya, mengubah Appa, dan mengubah nasib Areum. Dulu, waktu Areum masih kecil, sepertinya kehadiran imo cukup untuk mengisi kekosongan hatinya.

Tapi, sejak Areum remaja dan pergaulannya jadi makin luas, kekosongan yang dirasakan gadis itu sepertinya juga semakin dalam. Dia makin nggak betah di rumah. Makin resah. Dan imo sering kali nggak tahu bagaimana cara menolongnya.

Dia memandang jam dinding. Dan mengeluh pelan. "Yah, terpaksa naik motor deh! Dua puluh menit lagi udah bel masuk!"

******


"Gue curiga si Areum mulai naksir sama Renjun," ujar Seoyun di antara kunyahan Tteboki. Sesekali dia meringis ringis kepedasan.

" gue yakin kecurigaan gue bener. Gue kenal Areum banget. Dia gampang naksir sama orang!"

"Ya biar aja kali... " ujar Yura tenang.

"Ya nggak bisa dooong, ra! Pokoknya nggak bisa. Udah gue jelasin kan dari kemaren?! Rencana kita jalan ," terus ujarnya di antara pedasnya kuah tteboki.

"Lagian, mumpung lo naksir dia juga, kan?" tanya Seoyun penuh selidik.

"lo tuh kebanyakan nonton film Korea deh, Seoyun! Lagian kalo aku beneran naksir, gw nggak mau di comblangin. Malu..."

Seoyun mengibaskan tangannya nggak sabaran. "Ya, ya. Tapi tetep aja. Demi Supaya si Areum naik kelas. Oke?"

Yura menatap cewek di depannya dengan nggak percaya.

Ih! Susah banget dibilanginnya, pikirnya.

"Kenapa? Lo marah? Nggak terima? Mau berontak?" ujar Seoyun seraya menghirup kuah Tteboki nya yang pedas.

"Ehm... ehm... gini logikanya, ra. Kita itu tujuannya bikin Areum naik kelas. Bukannya punya pacar. Dengan kata lain nih," Seoyun berkata sok tahu

"kalau si Areum sampe naksir si Renjun, dan gue jamin dengan segala akal bulusnya si Areum, si Renjun pasti langsung kepincut dalam waktu singkat, BM-an mereka isinya bukan pelajaran lagi, tapi berubah jadi urusan cinta. Kalo udah gitu, berantakan aja semuanya. Nah, kalo kecurigaan gue bener nih, dan gue yakin seyakin-yakinnya itu bener, justru elo sama sekali nggak boleh mundur dari rencana. Bagus Areum percaya lo beneran naksir Renjun. Jadi dia nggak bakal coba-coba ikutan naksir juga. Mengingat elo ini kan sahabatnya. Gitu! Ahli siasat superjitu banget kan gue!"

"Ahli siasat superjitu apaan! Gw dikorbanin habis habisan gitu!" omel Yura.

"Dikorbanin apaan? Kalo rencana ini berhasil, lo kan bisa pacaran tuh sama Renjun . Nah, dengan begitu berarti dua tujuan tercapai! Areum jadi bintang kelas,lo jadi bintang di hati Renjun. Cihui, kan?"

Uh! Kepingin jitakin Seoyun rasanyaaaaa!

"Dari mana cihuinya, Seoyun?"

Seoyun langsung aja melotot. " nggak guna tahu! Lo naksir. Titik. Jadi, semuanya cihui. Okeh?" berondongnya nggak mau digubris.

"Eh, wassap beibs!" tahu-tahu Areum muncul. Keringetan. Kayak biasa. Seoyun langsung memeriksa jam tangannya. Tiga kurang lima belas.

Gila aja nih orang mau muncul B-M-an bau matahari gini! Atau jangan-jangan si gebleg ini berniat bucin lagi!

"Lo nggak BM-an?" tanya Seoyun curiga.

"Minum dulu dong, cyiin. Haus nih, haus... Galak banget lo kayak ibu tiri! Cocok tuh lo jadi satpam kompleks kalo lulus. Nggak usah sekolah tinggi-tinggi, tinggal belajar mentungin orang aja," ujar Areum seraya memesan segelas es jeruk.

"Tinggal lima belas menit lagi. Lo mau BM-an dengan penampilan pegulat keringetan gini? Baru tahu gue penampilan kayak begini lagi ngetren," ujar Seoyun lagi.

"Emang salah?" sahut Areum.

Areum ketawa ngakak, lalu dengan sengaja duduk dekeeeet banget di samping Seoyun.

"Sana ah! Jorok!"

"Yuk, ah! Ntar gue ditinggal pulang si Es batu kan repot. Besok gue ada ulangan Fisika!"

"Nah, gitu dong, Areum! Go go! Ara go! Ayo semangat !" seru Yura penuh semangat.

Seoyun diam-diam tersenyum senang karena temannya sepertinya akhirnya sadar juga. Baru aja berbelok di koridor dekat perpustakaan, Areum nyaris nabrak Renjun yang tampak berjalan tergopoh-gopoh sambil ngetik'ngetik di HP-nya.

"Ups, sori!" ujar Renjun terkejut seraya mendongak. Dan mati langkah. Areum, dengan penampilannya yang dekil kayak biasa, Wajahnya yang manis itu kaget. Nggak kalah kaget dengan Renjun.

"Gue yang sori. Buru-buru," ujar Areum. Sepasang lesung Pipinya mengintip ragu. Lalu dia diam. Diam yang canggung. Bingung mau bilang apa lagi.

Renjun berdeham. "Eh, hari ini nggak bisa B-M. Soalnya..."

Wajah Areum langsung aja pucat pasi. Kecewa.

Yah! Besok kan ulangan Fisika. Dan gue pasti nggak bakal bisa. Kirain hari ini ada B-M'an, tadinya gue udah ngarep begitu, ternyata nggak. Terus gimana dong? Gimana? Gimana? pikir Areum tanpa henti dalam hati.

Renjun menatap cewek yang diam membisu di depannya. Biasanya cewek ini kayak mercon ukuran dinamit.

Kenapa tiba-tiba pendiam begini?

"Eh. Minggu depan tetap ada kok," ujar Renjun.

"Tapi gue butuhnya sekarang, bukan minggu depan. Besok ada ulangan," ujar Areum pelan.

"Kalau fisika gue jeblok lagi nilainya, bisa bisa gue digantung seharian di jemuran sama Bokap..." suaranya mengecil jadi bisikan.

Renjun terdiam. Matanya menatap Areum tajam, sama sekali nggak terbaca. Keningnya berkerut. Dia nggak bilang apa-apa. Diam.

Hhhhhh... ngomong doooong! Lo kan bukan batuuuu!

Kepingin rasanya Areum teriak begitu sambil mengguncang guncang bahu Renjun.

Dia paling nggak tahan diem-dieman begini. Apalagi sama cowok yang satu ini. Diamnya sungguh mengintimidasi. Bikin gelisah. Akhirnya, daripada nangis di depan batu, Areum memutuskan berbalik dan mulai melangkah pergi.

"Kalau mau B-M-an, di rumah gue aja. Gue harus pulang. Halmeoni gue lagi kumat pikunnya. Dia gelisah dan gue harus cepat pulang buat nemenin dia."

Deg.

Es Batu itu bisa ngomong panjang juga rupanya. Dan batu itu punya nenek. Dan dia harus pulang karena Helmeoninya butuh dia.

Areum berbalik. Entah kenapa jantungnya berdebar-debar. Dia mengangguk tegas.

"Gue boncengin lo aja naik motor. Biar cepet."

Renjun berpegangan kencang pada sisi jok motor itu. Seperti gila, dia sanggup meliuk-liuk dan nyelip-nyelip nekat di antara segala sesuatu yang menurut dia kurang ngebut. Sampai kadang-kadang Renjun merem saking ngerinyam

Cewek sinting. Dan lebih sinting lagi karena Renjun mau aja boncengan di belakangnya.

*****

Sesampainya di depan rumah Renjun, cowok itu langsung melompat dari jok. Nggak ada ucapan terima kasih. Dia hanya menatap Areum sebentar.

"Gue lihat Halmeoni dulu, ia siapin aja pelajaran yang mau dibahas," katanya singkat. Terus langsung ngeloyor masuk, meninggalkan Areum berdiri di tengah-tengah Beranda yang tenang itu.

Areum melangkah masuk melewati cowok itu. Terus terkejut. Gimana enggak?! Di sana, di kursi di dekat jendela tampak seorang Halmeoni yang sedang asyik bercakap cakap sendiri.

"Itu Halmeoni" ujar Renjun datar, seolah-olah nggak ada yang aneh dari adegan di depan mereka.

"Yuk. Kita belajar di meja makan aja, sambil ngawasin Halmeoni," ajak cowok itu tanpa benar-benar menatap Areum.

Ah, mungkin dia malu, pikir Areum. Jadi sebaiknya Areum nggak usah membahas lebih jauh dan bersikap kepo. Dia kan ke sini buat belajar, meskipun rasa penasarannya terus aja menggerogoti.

Jangan usil deh, nggak usah kepo, perintahnya pada diri sendiri. Jangan! Jangan! Jangan! Ja...

"halmeoni lo kenapa?" Areum mencoba supaya nada suaranya nggak kedengeran nyebelin

"Nggak pa-pa. Dia suka pikun aja. Emang begitu sejak Bokap meninggal. Kita belajar fisika?" Renjun menatapnya.

Areum mendongak, terus buru buru mengalihkan pandang.

"Ya," jawab Areum seraya membuka bukunya.

Akhirnya mereka berhasil juga belajar. Meskipun setiap kali Areum lagi ngerjain soal

Areum nggak tahan banget untuk nggak ngelirik dan dengan ekor mata, ngeliat si Es batu berjongkok di depan neneknya terus bisik-bisikin sesuatu sambil tangannya mengelus-elus punggung Halmeoninya yang kurus.

Belum pernah Areum melihat adegan yang entah kenapa bikin tenggorokannya tercekat seperti sekarang ini. Nggak pernah juga Areum membayangkan si es batu bisa bersikap penuh sayang kayak begitu. Si es batu, ternyata punya hati yang baik.

"Eh, gue harus nyuapin halmeoni. Lo mau udahan atau gimana?" ujarnya.

Mereka bertatapan. Lama. Areum mengalihkan matanya lebih dulu, terus bangkit dan membereskan buku-bukunya, meskipun di dalam hatinya berontak.

Tapi gue belum ngerti semua bahan ulangannya! Gimana dong?! Gimana dong?! kepingin banget Areum teriak begitu.

Renjun menatap cewek di depannya. Lekat-lekat. Tajam, Sementara Areum pura-pura sibuk membereskan barangbarangnya.

"Eh."

Areum mendongak. Dan Renjun menangkap kepanikan itu lagi di sepasang mata di hadapannya.

"Kalo lo nggak keberatan, gue nyuapin halmeoni, lo belajar aja di sini dulu. Kalo nggak ngerti, lo bisa tanya. Gimana?" tanya suara yang berat itu.

Areum manggut-manggut, manggut-manggut. Kalau nggak bikin ngeri dia mau aja bilang: Makasih, makasih, makasih, makasih, makasih, sambil meluk cowok itu erat-erat saking leganya.

*****

Soal nomor sembilan. Berarti tinggal satu, Areum menghela napas lega. Tinggal satu tinggal satu, abis itu dia bisa pulang.

Entah kenapa, meskipun si Es batu sepertinya nggak keberatan, Areum tahu, cowok itu pasti jengah juga dengan keberadaan Areum. Areum sendiri berasa kayak penyusup, yang sebenernya nggak boleh berada di situ. Bagaimanapun kan mereka berdua nyaris nggak saling kenal.

"Kamu pasti Areum."

Sumpah mati Areum kaget banget! Dia langsung mendongak. Dan mendapati seraut wajah lembut Balas menatapnya. "Saya ibunya Renjun. Panggil saja imo . Di mana Renjun dan Halmeoni?"

"Oh. Eh. Selamat sore, imo. Mereka di belakang"

Imo berkata lagi, "Ayo, kita ke belakang, Areum. Ngobrol sebentar. Masa mau belajar terus! Cepat keriput keningmu nanti."

Areum kepingin nolak, kepingin bilang nggak, tapi imo sudah beranjak dari situ dan menuju dapur. "Kamu duluan aja ke belakang, imo siapin teh hijau dulu ya." Dan dengan begitu mau nggak mau Areum pun beranjak dari kursinya.

Di teras belakang tampak halmeoni sedang merenung, dan di sebelahnya Renjun menunggu sabar dengan gitar di pelukan.

Renjun mendongak dan melihat Areum. Tatapannya heran, dahinya berkerut. "Ada yang nggak ngerti lagi?" dia bertanya.

Areum menggeleng. "Nyokap lo nyuruh gue istirahat dulu, ngobrol-ngobrol di sini," Areum memberitahu.

"Oh." Abis itu nggak ada apa-apa lagi. Halmeoni merenung. Renjun kayak mumi. Areum duduk diam mematung. Sungguh nggak asyik.

"Eh! Kok pada diam?" Imo muncul dengan cangkir-cangkir teh dan beberapa kue . Setelah Areum membantu meletakkan isi nampan ke meja, Imo menghampiri Halmeoni.

"Eomma, udah kenal belum sama teman Renjun?" ujarnya lembut seraya mengusap-usap punggung Halmeoni.

Halmeoni bagai terbangun. "Teman mana?" tanyanya, suaranya parau dan gemetar.

"Ini... Namanya Park Areum. Namanya indah, ya?" imo memberi isyarat dengan tangannya agar Areum mendekat. Areum memandang Renjun sekilas. Wajah itu menatapnya lekat. Tapi cuma itu doang.

Areum berdiri dan menghampiri. Areum nggak pernah punya Halmeoni, Eomma dan Appanya sama-sama sebatang kara saat mereka menikah dulu.

Sepasang mata berwarna kelabu dan seperti bersaput itu menatap Areum. "Areum.. Teman Renjun?" Halmeoni bertanya.

Areum mengangguk.

" Renjun cucu saya. Dia pintar main gitar dan bernyanyi" Halmeoni berkata lagi.

Imo ketawa. "Buat Ibu, Renjun hebat segala-galanya."

'gila, Renjun juga bisa nyanyi? Gk nyangka' batin Areum.

Renjun mengangguk. Wajahnya kaku. Dia menatap Areum. Areum tersenyum dan mengangguk. Sekali. Pelan. Nyaris tak terlihat.

Lalu obrolan pun berlanjut, meskipun yang paling benyak bicara imo. Areum menimpali sesekali. Renjun nyaris nggak bersuara. Halmeoni menanggapi dengan caranya sendiri. Tapi suasana yang tadinya kaku perlahanlahan hilang, dan entah bagaimana satu per satu, Areum, Renjun, bahkan Halmeoni jadi lebih rileks.

Dan betapa leganya hati Areum saat dia menoleh dan melihat wajah Renjun yang tenang dan santai memandangnya sekilas. Sepertinya ada Sedikit senyum di sana, di ujung ujung bibirnya. Dan betapa senang hati areum melihatnya.

"Jun, kalau Areum memang nggak keberatan, kalian belaiar-mengajarnya di sini saja, nggak usah di sekola. Gimana, Areum?" Imo tahu tahu berkata. Areum segera memalingkan wajah.

"Eh, ya, eh... boleh aja sih, Imo" Areum gagap kayak lagi ditodong penjahat.'

"Nah, kalo begitu kan lebih bagus. Halmeoni bisa ada yang nemenin setiap hari, dan Areum bisa minta diajarin kapan aja... setiap hari kalau memang perlu. Ya kan, jun?"

Continue Reading

You'll Also Like

726K 67.8K 42
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
64.4K 5K 55
[Finish] Cerita ini hanya fiktif belaka. "Si bang Doy kalo ngomong nggak di rem.Sini Njun beliin remnya."-Rj "Lo tuh yang ngomong nggak di filter.Sin...
25K 1.5K 22
bagaimana ketika dua orang dari grup terkenal ternyata sudah menikah? di depan publik terlihat seperti tidak mengenal satu sama lain tetapi di belaka...