FILOVE

By Luluk_HF

2.1M 253K 82.8K

Semua manusia diciptakan untuk mangasihi, mencintai dan menyayangi. Mereka juga berhak untuk mendapatkan cint... More

WAJIB DIBACA !
PROLOG
2 - Pesta ulang tahun
3 - KONTRAK
4 - ARUNAAA!
5 - FILOVE
6 - HAPPY ENDING
7 - Segitiga
8 - Tangisan
9 - Rencana
10 - Ada yang hilang
11 - Antara hati dan tindakan
12 - Kebahagiaan
13 - Gadis cantik yang sombong
14 - HANCURKAN
15 - Pertanyaan dan Pernyataan
16 - Kepastian
17 - Kejujuran
18 - Permintaan
19 - Pengakuan
Maaf ya :)
20 - Penolakan
21 - Second Chance
22 - Ide Gila
23 - Tidak Apa-Apa
24 - Boleh?
25 - Mana dan Mano
26 - Cinta pertama
27 - Kabar Bahagia
28 - Penemuan
29 - Mata minus
30 - Rasa Brownis
31 - Wanita itu
32 - Diara
33 - Cinta dan persahabatan

1 - ARUNA DAN GENG ABC

109K 10.7K 2.6K
By Luluk_HF


2020.

Aruna Emma Garadi panggil saja Runa atau Run atau Na, asal jangan Ar nanti dikira lagi meragain harimau.

Gadis berkulit kuning cerah, berambut panjang bergelombang dan memiliki bulu mata yang lentik. Paras yang cantik dan otak yang pintar membuatnya percaya diri untuk menghadapi kejamnya dunia.

Dari kelas satu SD hingga kelas tiga SMP, Aruna selalu berada di peringkat tiga besar. Dia tidak pernah malas belajar karena dia sadar bahwa dirinnya bukan seorang genius maupun cenayang yang tiba-tiba bisa menjawab soal ujian walau tanpa belajar.

Di tahun 2019 ketika menginjak kelas tiga SMP, Aruna mulai menemukan hobi barunya yaitu menulis. Aruna mulai serius menulis di sebuah platform bernama "PENAKU" dan menulis cerita pertamanya yang berjudul "FILOVE".

Tak disangka tulisan Aruna "FILOVE" mendapatkan banyak cinta dari pembaca. Tulisannya memiliki 200 Juta views, membuat Aruna menjadi penulis muda yang sangat dikenal dikalangan remaja-remaja.

Instagram Aruna pun diikuti lebih dari 100 ribu followers. Aruna mendapatkan banyak popularitas diumurnya yang masih belia. Kini, Aruna semakin serius untuk terjun di dunia kenepulisan.

Alasan Aruna ingin menjadi penulis tak lain dan tak bukan karena "seseorang".

Dan seperti namanya, Aruna. Dia berhasil bersinar terang untuk dirinnya sejak kecil hingga sekarang.

*****

Pagi ini Aruna sedang sibuk memakai seragam sekolah barunya. Finally, Aruna menjadi siswi SMA. Betapa bahagianya hati dia karena tak sabar disambut kakak-kakak ganteng di depan gerbang sekolah.

Aruna menatap kaca untuk terakhir kalinya, memastikan wajah cantiknya tidak luntur, rambut bergelombangnya akan menjadi pusat perhatian saat di sekolah nanti.

"Perfect!" ucap Aruna lantang.

Setelah itu Aruna segera mengambil tas dan bersiap beranjak.

"Astaghfirullah," teriak Aruna kencang, terkejut melihat tiga cowok yang tengah berdiri di ambang pintu kamarnya. Entah sejak kapan.

Kalian udah kenal kan sama mereka? Arjuna, Bana dan Cica. GENG ABC, namun Aruna lebih suka memanggil mereka "Anak Banyak baCot". Orang yang menyayanginya saat masih berwujud bayi menggemaskan dan menganiayanya saat sudah tumbuh lebih besar. Kejam!

Kini mereka sudah dewasa bahkan sangat dewasa. Umur mereka menginjak dua puluh lima tahun dan Aruna masih lima belas tahun. Perbedaan usia yang cukup jauh memang.

"Ngapain berdiri disana?" tanya Aruna berusaha tetap tenang.

"Wah, lo beneran udah SMA aja ya Run? Seinget gue kayaknya baru kemarin gue ganti popok bayi lo," ucap Cica sembari geleng-geleng.

"Gue udah besar Ca, gue udah nggak pakai popok," kesal Aruna.

"Masa? Sini coba gue cek," canda Cica garing.

Arjuna melirik Cica tajam membuat Cica langsung tertunduk.

"Sorry," ucap Cica segera meralat ucapannya.

Aruna tersenyum puas melihat Cica yang langsung kicep seperti itu. Kini mata Aruna mengarah ke cowok paling tinggi diantara mereka bertiga, cowok berkulit putih dengan rambut acak-acakannya.

"Kak Bana," panggil Aruna dengan suara lembut dan belagak feminim.

"Apa?"

"Mulai lagi," cerca Arjuna seolah tau apa yang akan dilakukan gadis itu.

"Plis Run masih pagi," tambah Cica menghela napas berat.

Aruna memeletkan lidahnya tak mempedulikan gumaman sang Kakak dan Cica. Aruna memamerkan senyumnya ke Bana.

"Gimana penampilan gue? Udah kelihatan dewasa kan? Kelihatan anak SMA kan?"

Kak Bana mengangguk singkat. "Iya."

"Udah cantik belum?"

"Lumayan."

"Kok lumayan?" heboh Aruna.

"Iya cantik," jawab Bana tak mau memperpanjang drama paginya.

Aruna bersorak senang dalam hati. "Gue udah siap lo buat jadi pendamping hidup lo Kak," ucap Aruna malu-malu. "Lahir batin siap Kak."

Arjuna, Bana dan Cica saling berpandangan seolah mereka sudah tidak kaget dengan pengakuan Aruna seperti ini.

"Nggak usah halu. Bana udah punya pacar, ayo sek..."

"Punya pacar siapa? Risa? Lauren? Maya? Atau Dara?" teriak Aruna memercikkan api di kedua matanya.

"Lo hapal banget nama mantan-mantannya Bana?" tanya Arjuna takjub.

"Hapal dong, jangankan nama mantan-mantannya, gebetannya yang kecentilan aja gue tau!" ketus Aruna.

"Serem amat lo Run!" gidik Arjuna.

"Wah... Gue kira setelah ditolak Bana dua bulan yang lalu lo bakal insyafRun, nggak taunya mak..."

"Kak Bana nggak nolak gue Ca, dia nggak pernah nolak gue. Kak Bana belum siapa aja nerima gue," ucap Aruna memberikan alasan tingkat halunya. "Benar kan Kak Bana?"

Bana menatap Aruna sembari tersenyum licik. "Lo udah gue tolak."

"Aish!" umpat Aruna kesal sembari mengibaskan rambutnya, udara mendadak terasa panas. Tidak apa-apa, ini bukan pertama kalinya Aruna ditolak oleh Bana. Aruna yakin semakin dia berusaha keras, suatu saat Bana pasti akan melihat kesungguhannya dan menerima hatinya.

"Jadi minta anter ke sekolah nggak?" tanya Arjuna.

"Jadi, tapi yang nganterin harus Kak Bana," ucap Aruna sembari menunjuk Bana.

Bana menunjuk dirinnya dengan kaget.

"Gue?"

"Iya, kan calon pacar harus belajar nganterin pacarnya kemana-mana. Biar nggak gugup nanti kalau udah pacaran," ucap Aruna malu-malu.

Semuanya terdiam dan hanya bisa menghela napas kasar. Aruna mulai tambah gila!

"Run, mau Kakak seret dari kamar atau jalan sendiri ke mobil kakak?" tajam Arjuna.

Cica mengusap-usap lengannya, merinding hebat. "Benar-benar di dengkul otak nih bocah!"

"Runa maunya Kak Bana yang anterin!" kekuh Aruna.

"Bana sibuk, hari ini jadwal dia jaga cafe," jelas Arjuna.

"Sejak kapan pemilik café jaga cafenya sendiri!" protes Aruna.

"Itu namanya pemilik café yang totalitas!" jawab Arjuna.

"Yaudah, Kan café-nya dekat sama sekolah Runa. Searah lagi," sahut Aruna tak mau kalah dari sang kakak.

"Kalau gitu gue aja gimana yang nganterin Aruna sekolah?" tanya Cica menawarkan diri.

"Nggak sudi!" teriak Aruna

"Dia nggak sudi!" serempak Arjuna dan Bana.

Cica mendesis kesal, mengambil satu langkah mundur. Tidak akan mencapuri pertikaian rumah tangga tak direstui ini.

"Cepet masuk ke mobil kakak, lo udah mau telat Run!" paksa Arjuna.

"Nggak mau! Runa maunya dianterin Kak Bana."

"Gue nggak bawa mobil," ucap Bana cepat.

"Terus Kak Bana kesini jalan kaki gitu?"

"Gue ngerangkak," jawab Bana asal.

"Lo tengkurap tadi kesininya," ucap Cica mengingatkan.

"Nggak-nggak, gue tadi lihat dengan jelas Bana datang sambil salto," ralat Arjuna ngaco.

"Kalian bertiga lagi ngelucu?" sinis Aruna.

"Kita nggak lagi ngelucu," serempak ketiganya.

Aruna menghela napas beratnya, berusaha tetap sabar.

"Jadi, Kak Bana mau nggak anterin Runa berangkat sekolah?"

"Nggak," jawaban itu lagi-lagi keluar dari mulut Arjuna, Bana dan Cica secara bersamaan.

Kepala Aruna terasa sangat panas, dipenuhi amarah hingga ke ubun-ubun. Aruna memberikan tatapan tajam ke tiga cowok dihadapannya itu.

"Kalian bertiga sebenarnya ngapain sih pagi-pagi datang kesini?" tanya Aruna mengubah topik pembicaraan.

"Gue? Ini kan rumah gue. Gue nggak boleh kesini?" jawab Arjuna enteng.

Aruna terdiam beberapa detik, menyadari kebodohannya. Ia dengan cepat mengalihkan pandangannya ke Bana dan Cica.

"Kalau kalian berdua ngapain?" tanya Aruna masih belagak santai.

"Kalau gue nyari sarapan pagi. Lo tau kan Run dirumah gue kalau pagi-pagi cuma ada daun kangkung sama kecap," ucap Cica dengan mata berkaca-kaca.

"Nggak usah drama lo," ketus Aruna.

Kini semua menoleh ke Bana yang diam, tak menjawab.

"Lo sendiri ngapain Ban kesini?" tanya Cica mewakili yang lain.

"Gue?" Bana menggaruk belakang telingannya yang sedikit gatal. "Bukannya kita bertiga dari semalam janjian mau lihat Aruna pakai seragam SMA?" jawabnya sangat polos.

Aruna melototkan kedua matanya, ia segera mundur beberapa langkah sembari menutupi bagian atas tubuhnya dengan kedua tangan.

"Otak lo bertiga masih aja mesum ya! Ngapain mau lihat gue pakai seragam SMA? Nafsu kalian kurang terpenuhi sama video-video porno yang biasanya kalian tonton seminggu sekali? HAH?" teriak Aruna sangat kesal.

Arjuna dan Cina melirik tajam ke arah Bana. Sedangkan sang pelaku hanya diam dengan wajah datar seolah tidak melakukan kesalahan apapun.

"Bukan gitu Run, maksudnya kita pingin jadi saksi lo udah SMA, jadi lo jangan sal..."

"Udah nggak usah banyak alasan! Gue berangkat sendiri! Nggak usah ada yang nganter!"

Aruna bergegas keluar dari kamarnya, menerobos ketiga cowok tersebut. Arjuna dan Cica pun segera mengikuti Runa.

"Run seriusan nggak mau dianter?" tanya Arjuna.

"Nggak mau!" teriak Aruna.

"Dianter Bana loh Run, seriusan nggak mau?" bujuk Cica.

Aruna menghentikkan langkahnya, membuat yang lainnya pun ikut berhenti. Runa membalikkan badannya dengan wajah sok cool. Aruna melipatkan tangannya.

"Gue mau kalau Kak Bana sendiri yang bilang." Ucap Aruna bernegosisasi.

Arjuna dan Cica menyenggol lengan Bana, membuat cowok itu tersadarkan.

"Apa?" binggung Bana.

"Bilang lo mau anterin Aruna," ucap Cica.

"Kenapa harus gue? Kan perjanjianya cuma datang aja nggak pakai nganter-nganter segala," tolak Bana.

"Lo mau diumpati Aruna selama dua hari? Nggak mau kan?"

Bana menghela napas berat, membayangkan Aruna membuntutinya seharian saja rasanya kepalanya udah mau pecah, apalagi mendengar ocehan gadis itu selama dua hari. Tidak! Bana tidak akan sanggup.

"Oke gue anterin." Pasrah Bana.

"YES!" sorak Aruna sangat senang.

Arjuna mendekati Bana, menepuk pelan bahu sahabatnya itu.

"Cuma nganterin aja, nggak lebih," pesan Arjuna.

"Lo kira gue doyan anak SMA?" picik Bana meraih kunci mobil di tangan Arjuna.

"Siapa tau. Tuh Cica aja masih doyan," balas Arjuna santai.

"Kenapa gue? Kenapa?" bingung Cica merasa namanya disebut.

Bana dan Arjuna langsung pergi tak menghiraukan pertanyaan Cica, mereka berjalan ke luar rumah.

Pagi Aruna terasa sangat indah. DIa diantarkan oleh orang yang disukainya sejak lama.

****

Arjuna, Bana dan Cica adalah saksi hidup yang menemani Aruna tumbuh dari bayi hingga sebesar ini. Mereka bertiga menjaga Aruna dan menyayangi Aruna. Bana dan Cica sendiri sudah menganggap Aruna seperti adik mereka sendiri. Mereka memberikan kasih sayang sepenuhnya untuk Aruna.

Namun ketika Aruna menginjak umur sembilan tahun, gadis itu mulai bersikap feminim di depan Bana. Dan sering secara tak terduga mengungkapkan perasaanya kepada Bana. Aruna berkata bahwa dia menyukai Bana.

Bana sendiri hanya tertawa dan menanggapi dengan candaan, menganggap sikap Aruna sebagai sikap anak kecil yang menggemaskan.

Namun semuanya semakin tak terduga dan diluar kendali. Aruna semakin besar dan rasa sukanya ke Bana semakin menjadi. Sampai Bana tidak tau bagaimana cara mengendalikan gadis itu.

Bagi Aruna, Bana adalah cinta pertamanya dan Aruna berharap bisa mendapatkan hati Bana dan menjadikan Bana sebagai cinta terakhirnya juga. Rasa suka Aruna kepada Bana sangatlah besar dari kecil hingga sekarang. Bahkan mungkin lebih besar daripada ia menyukai kakak kandungnya sendiri Arjuna. Mungkin.

Aruna selalu mengikuti Bana kemanapun. Karena itu Bana sampai sekarang terpaksa harus menjomblo. Jika Aruna tau Bana punya pacar, Aruna akan melakukan 1001 cara agar Bana putus dengan pacarnya.

Aruna memang gadis yang licik dan menyeramkan!

Namun, Bana sendiri tidak bisa marah kepada Aruna, adik dari sahabatnya sendiri. Dia sudah pernah berjanji kepada Arjuna akan selalu menjaga Aruna.

Akan tetapi, tidak mungkin juga dia menerima cinta Aruna. Dia tak bisa menganggap Aruna sebagai wanita. Perbedaan umur mereka yang 10 tahun terasa sangat aneh. Menginjak umur dewasa dua puluh lima tahun membuat Bana lebih selektif untuk berhubungan yang lebih serius. Bukannya malah main pacaran dengan anak SMA. Bana merasa tidak mungkin pacaran dengan Aruna.

Bana cuma menganggap Aruna seperti adiknya yang dia sayangi dan dia lindungi.

Namun bagi Aruna, Bana adalah segalanya. Orang yang ia kagumi, sukai dan panutannya.

Hal itu juga menjadi alasan utama Aruna terjun menjadi penulis. Yah, karena Bana.

Bana bekerja sebagai Kepala Editor di perusahaan penerbitan. Dengan dirinya menjadi penulis, Aruna bisa ada alasan untuk lebih dekat dengan Bana. Masuk akal.

*****

Aruna bersenandung, mengikuti lagu yang diputar di radio mobil. Pagi yang sangat indah baginya. Lagu saat bahagia dari Ungu feat Andien menemani perjalanan mereka berdua.

Aruna menoleh kesamping, tersenyum merekah. Ia dapat melihat dengan puas paras tampan Bana. Tatapan yang tenang, rahang yang tegas, hidung mancung. Semuanya Aruna suka.

"Mungkin aku terlanjur, tak sanggup jauh dari dirimu. Ku ingin engkau selalu," Aruna sengaja melantangkan suaranya membuat Bana sedikit mengernyit.

"Diam," suruh Bana.

"Nggak mau dan nggak bisa," balas Aruna seenaknya.

Bana menghela napas pelan sembari geleng-geleng. Menyuruh harimau diam mungkin lebih mudah daripada menyuruh Aruna diam.

"Gimana FILOVE lo? Udah dapat keputusan mau diterbitkan dimana?" tanya Bana membuka topik lain agar Aruna tak kembali agresive kepadanya.

"Masih di pertimbangkan," jawab Aruna. "Lo nggak mau ngerayu gue biar gue setuju FILOVE diterbitkan di WINMEDIA?" tambah Aruna memberi penawaran.

"Gue nggak pandai ngerayu. Kalau lo nggak mau nerbitin di penerbitan gue juga nggak masalah," jawab Bana enteng.

"Cih! Serius nggak nyesel kalau FILOVE nggak terbit di WINMEDIA?"

"Paling yang nyesel Direktur gue. FILOVE lo terbit di WINMEDIA maupun enggak, gaji gue tetep sama," jujur Bana.

"Kan kalau Kak Bana yang jadi editornya bakalan dapat bonus, terus na..."

"Diem, gue lagi nyetir."

Aruna mendecak kesal, lagi-lagi perkataanya di potong oleh Bana. Cowok itu seolah membatasi keberadaanya dengannya. Aruna menatap Bana, cowok itu sangat fokus menatap ke depan. Aruna tersenyum kecil.

"Kak Bana," panggil Aruna.

"Apa?"

"Boleh pegengan tangan nggak?" pinta Aruna terang-terangan.

"Gue lagi nyetir," jawab Bana singkat.

"Berarti kalau nggak lagi nyetir boleh?"

"Nggak," tolak Bana tegas.

Aruna mendesis kesal, namun ia tak akan menyerah begitu saja.

"Jadi, bolehnya apa?"

"Lo diem."

"Kan udah dibilang, nggak bisa!"

"Yaudah terserah," pasrah Bana.

"Beneran nih terserah?"

"Iya."

Aruna bersorak senang, Ia menoleh ke samping, menatap Bana lekat.

"Beneran kan terserah?" tanya Aruna memastikan sekali lagi.

Kali ini Bana memilih tak menjawab, energinya bisa habis sebelum balik pulang hanya karena meladeni bocah disampingnya.

Aruna melebarkan senyumnya, kemudian perlahan mendekatkan tubuhnya ke samping sembari melepas seatbelt-nya.

Cuupp

Dengan beraninya Aruna mencium pipi kanan Bana dalam hitungan waktu yang singkat. Kedua mata Bana membulat sempurna, ia langsung membanting stir ke kiri, menghentikan mobilnya.

Bana menoleh ke samping, terkejut dengan yang dilakukan oleh Aruna.

"Katanya tadi terserah kan?" ucap Aruna tak berdosa.

Mulut Bana setengah terbuka, ia tak bisa berkata apapun saat ini. Masih terlalu shock. Bagaimana bisa gadis ini semakin berani berbuat agresivekepadanya.

"Karena Runa nggak mau keadaan menjadi canggung dengan Kak Bana. Runa turun disini aja ya. Sekolah Runa sudah dekat juga."

Tanpa menunggu jawaban Bana, Aruna segera turun dari mobil dengan senyum yang tak bisa hilang dari paras cantiknya.

Sebelum menutup pintu mobil, Aruna melambaikan tangan ke Bana.

"Bye-bye calon pacar. Terima kasih udah dianterin."

Setelah itu Aruna menutup pintunya dengan keras dan beranjak dari pandangan Bana. Gadis itu berjalan menuju sekolahnya.

"Gadis sinting!" ucap Bana akhirnya bersuara.

Bana terdiam sebentar, mengatur napasnya. Ia menyentuh pipi kirinya, entah kenapa tiba-tiba ada perasaan aneh yang tidak bisa dijabarkan oleh Bana.

Bana segera menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali, mencoba segera melupakan kejadian tadi. Ia berusaha menganggap itu cuma kejadian biasa. Toh, waktu Aruna masih bayi, Bana pernah mencium pipi Aruna.

Jadi, tidak apa-apa jika Aruna sekarang mencium pipinya.

Bana menghela napasnya pelan, tersenyum kaku.

"Nggak apa-apa Ban. Rilex."

****

#CuapCuapAuhtor

Bagaimana part prolog dan part pertamanya?

Semoga sudah bikin suka dan jatuh cinta yaa ^^

Jangan lupa buat ajak teman-teman kalian, saudara-saudara kalian, tetangga kalian dan keluarga kalian untuk baca FILOVE yaa

Jangan lupa juga buat COMMENT dan VOTE yang selalu paling ditunggu dari kalian ^^

Kalian juga bisa follow instagram @novelfilove karena banyak spoiler-spoiler dan GIVE AWAY disana ^^ 

YUK LANGSUNG AJA BACA PART 2 NYA ^^ 


Salam, 


Luluk HF

Continue Reading

You'll Also Like

11.8M 735K 55
Sejak orang tuanya meninggal, Asya hanya tinggal berdua bersama Alga, kakak tirinya. Asya selalu di manja sejak kecil, Asya harus mendapat pelukan se...
403K 62.9K 24
SERI KETIGA KLANDESTIN UNIVERSE (Klandestin edisi Spesial Ramadan) Season 1 : Asrama Lantai 7 Season 2 : Sapta Harsa Puasa bareng lagi nih sama Kla...
3.5M 205K 56
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
584K 48.3K 32
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...