DIA ACHA (PUBLISH ULANG)

By DinaRigita

1.8M 195K 15.3K

PLAGIAT DILARANG MENDEKAT ๐Ÿ“Œ (Follow sebelum membaca) -Revisi- Acha, gadis cupu yang berhasil menginjakkan ka... More

Prolog (โœ“)
Part 1 (โœ“)
Part 2 (โœ“)
Part 3 (โœ“)
Part 4 (โœ“)
Part 5 (โœ“)
Part 6 (โœ“)
Part 7 (โœ“)
Part 8 (โœ“)
Part 10 (โœ“)
Part 11 (โœ“)
Part 12 (โœ“)
Part 13 (โœ“)
Part 14(โœ“)
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26 (โœ“)
Part 27 (โœ“)
Part 28 (โœ“)
Part 29(โœ“)
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
PART 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41 (โœ“)
Part 42 (โœ“)
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46

Part 9 (โœ“)

36.1K 4.8K 334
By DinaRigita

"Selamat pagi sang mentari," gadis itu menyapa hangatnya pancaran sinar matahari yang menyapu wajahnya saat membuka gorden.

Gadis itu tersenyum membayangkan matahari juga ikut menyapanya dengan hangat. Sinarnya membuat semangat dalam tubuhnya kembali menyala.

Udara yang segar pagi hari ini dihirupnya dalam-dalam. Gadis itu membuang pelan hembusan demi hembusan dari bibir manisnya. Melihat pemandangan indah di jendela kamarnya membuatnya sangat tenang dan sejenak melupakan body shaming tentang dirinya.

"Pagi, Cha." sapa Gendis yang baru saja keluar dari kamar mandi dan sudah siap dengan pakaian santainya.

Gadis itu menoleh lalu tersenyum padanya, "Pagi juga Gendis," sapanya balik. "Lo jadi ke Dokter hari ini, kan?" tanyanya.

Gendis menganggukkan kepalanya berkali-kali. Gendis mengarahkan telapak tangannya menyentuh dada, ia merasakan jantungnya berdetak begitu kencang seakan mau meloncat keluar. "Gue nervous, Cha," ungkapnya.

"Gue udah bilang kan kalo lo gak salah santai aja." Gadis itu melangkahkan kaki ke meja belajar, dia memilih buku di jadwal hari ini.

"I-iya sih."

"Kenapa sih kok lo gugup banget?" Acha begitu penasaran kenapa Gendis sampai gugup sebegitunya, padahal dia tidak bersalah dalam hal itu.

"Lo melakukan kesalahan apa sampai lo ketakutan begitu?" tanya Acha tanpa melirik Gendis. Cewek itu memilih dan memilah buku.

Gendis mengerjapkan matanya lambat. "G-gue takut aja," katanya.

"Takut? Takut kenapa?" tanya Acha sembari memasukkan bukunya kedalam tas.

"Gue takut kalo nantinya gue juga bakal dipermalukan..."

"Seperti Anya?"

Gendis menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk. "Lo tau sendiri kan Riska seperti apa orangnya?"

"Gue tau," ucap Acha, gadis itu menoleh sebentar ke arah Gendis lalu kembali memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Dan gue juga tau lo itu orangnya seperti apa." Acha tersenyum smirk.

"Oh ya?"

Acha menganggukkan kepalanya berkali-kali, "he'em."

Acha menatap datar Gendis, ia menghentikan aktivitasnya sejenak. "Tapi kenapa lo yakin kalo Riska yang nglakuin ini sama lo?" tanya Acha kembali.

Cewek itu menghela nafas panjang. Dia mengambil salah satu pita rambut milik Acha lalu mengikat rambutnya asal.

"Apa yang udah terjadi sama Anya dan gue itu hampir sama Cha, gimana gue gak yakin kalo Riska pelakunya coba?" Rasanya begitu aneh jika dia berada dalam situasi yang hampir sama seperti Anya.

Cewek itu melirik Acha yang sedang menatapnya dengan alis yang tertaut jadi satu. "Siapa lagi kalo bukan Riska? Apapun yang Riska ingin miliki harus tercapai saat itu juga, sampai-sampai dia akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya. Apalagi Bokapnya selalu nurutin semua permintaan anak tunggalnya." Tutur Gendis.

Acha hanya mengangguk-angguk saja. "Lo itu orangnya berani ya," ungkap Acha. "Berani mengambil resiko," kata Acha sambil menarik sudut bibirnya.

Kening Gendis membentuk kerutan, "Resiko? Resiko apa maksud lo?" tanya cewek itu bingung.

"Lo inget gak? Waktu kita latihan cheers, lo sampai rela lawan Vania demi gue. Padahal Vania salah satu anteknya Riska."

Gendis menghela nafas lega. Dia kira Acha akan menuduhnya yang tidak-tidak. Tapi mengingat tentang Vania, Gendis semakin yakin jika Riska lah yang membuat dirinya di usir dari rumah.

Entah apa yang membuat Riska akan melakukan hal itu padanya, padahal Gendis tak pernah mencari masalah dengannya. Bahkan Riska selalu bersikap baik padanya, karna Gendis juga temannya.

"Gue pikir berani apaan Cha," tawa Gendis memukul keras pundak Acha.

Acha terkekeh dan mengelus pundaknya yang terasa sakit. Acha juga masih penasaran kenapa Gendis sampai berani mengambil resiko hanya karna membelanya.

Gadis itu menghentikan tawanya. "Btw, kenapa kok lo berani melawan Vania demi gue?" tanya Acha penasaran.

"Karna lo gak pantes di bully mereka."

Acha tersenyum mendengar ucapan Gendis. "Gue gak merasa di bully kok."

Gendis ikut tersenyum pula. "Lo tu baik banget sih Cha, mereka melakukan hal jahat sama lo, tapi tetep aja lo itu sabar menghadapinya." Gendis menepuk bangga pundak Acha.

Acha hanya tersenyum menanggapinya.

"Tapi, lo harus tetep hati-hati sama orang seperti Riska." Gendis menasehatinya kembali.

Tanpa lo suruh gue juga bakal hati-hati sama si Riska, tawanya dalam batin.

"Pasti."

Gendis berjalan menuju jendela kamar Acha menghirup udara segar. Rasanya ada yang mengganjal dalam hatinya tapi dia tak tau apa. Dan tentang Riska, entah kenapa dia begitu yakin jika teman baiknya yang telah melakukan hal ini. Pikirannya memang berkata seperti itu, tapi hatinya berkata lain. Riska tidak akan tega melakukan hal keji itu pada teman baiknya.

"Tapi kenapa gue semakin yakin kalo Riska yang bikin gue kayak gini ya, Cha?"

"Lo punya bukti?"

Gendis membalikkan badan menatap Acha yang juga menatapnya dengan alis kanan yang terangkat. Gendis menggelengkan kepalanya. "Gak sih, tapi apa yang terjadi sama Anya-"

"Kenapa sih lo selalu nyakutin Anya dalam masalah ini?" Acha sedikit kesal karna Gendis selalu membawa nama Anya.

"Atau jangan-jangan lo juga ada sangkut pautnya dalam masalah Anya?" tuding Acha enteng.

Gendis menatap Acha tak percaya, matanya sukses menatap tajam padanya. "Apaan sih lo Cha!!" sergah Gendis yang tak terima Acha menuduhnya. "Kenapa nyangkutin gue sih!!"

Acha mencebik lalu kembali mengambil lipbalm dan mengoleskannya pada bibirnya agar tidak kering. "Ya lagian elo sih, selalu berpikir kalo masalah lo sama kek kisah Anya. Padahal kan belum tentu sama juga."

Gendis mengacak rambutnya kesal. "Isshh! Gue itu cuma gak mau Riska jadiin gue korban selanjutnya. Lo tau sendiri kan apa yang udah Vinda ceritain sama lo tentang Anya waktu itu? Itu semua ulah Riska Cha. Dan gue gak mau apa yang gue rasain saat ini sama seperti kisah Anya."

"Kenapa harus Riska yang lo tuduh? Mungkin aja kan pelakunya orang yang lo percaya dan dekat sama lo?" tebak Acha.

"Gue itu paham tentang Riska, Cha. Dia gak bakal mudah untuk melepaskan korbannya begitu aja sebelum korban merasakan kesengsaraan hidup," Acha bergidik mendengarnya.

"Dan gue takut jika Riska akan melakukan hal yang sama ke gue," ungkap Gendis dengan raut wajah gelisah.

Acha mengedikkan bahunya dan memilih untuk menaburkan sedikit bedak bayi diwajahnya.

"Lo dengerin gue gak sih Cha?" Gendis kesal karna Acha sibuk dengan bedaknya. Dia berjalan ke kasur sambil menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil.

"Hm,"

Gendis berdecak kesal mendengar jawaban singkatnya.

Acha menaruh kembali bedak bermerek Jhonson itu. "Emang lo udah buat kesalahan apa sampe Riska mau mengorbankan teman baiknya?"

Gendis terkejut mendengar penuturan Acha. Gendis tak menyangka jika Acha akan tau bahwa dia berteman baik dengan Riska. Tapi, Gendis juga takut bila nantinya Acha menjauhinya hanya karna berteman dengan Riska.

"Kok-"

Acha menolehkan wajahnya pada Gendis. Gadis itu tersenyum manis padanya. "Benarkan? Lo sahabatnya Riska?"

"I-iya, tapi gue beda sama Riska."

"Hm, gue juga tau kok. Lo emang beda sama Riska, lo itu baik dan tulus berteman sama gue."

Gendis mengembuskan napasnya lega. Ia beralih mengambil tas selempang didalam kopernya.

Acha membututinya di belakang. "Lo jangan asal nuduh orang sembarangan jika belum punya buktinya. Apalagi sampe menuduh teman baik lo sendiri. Kan kita masih belum tau siapa pelakunya. Lagian gak mungkin juga kan Riska tega menyakiti sahabat karibnya? Sejahat-jahatnya dia pasti masih ada rasa kasihan, dan gak mungkin lakuin hal itu sama sahabat." Acha menepuk-nepuk bahu Gendis, lalu ia mengambil tasnya dan bersiap untuk berangkat sekolah.

Gendis tertohok mendengarnya. Kini dia merasa bersalah telah menuduh Riska sembarangan. Walaupun Riska egois dan kejam, tapi tetap saja dia teman baik Gendis. Riska memang sahabatnya, tapi dia tak pernah ikut campur dalam hal bully-membully.

"Lo bener Cha, gue merasa bersalah karna udah nuduh Riska sembarangan," sesal Gendis.

"Mending lo pikirin masalah keluarga lo dulu deh,"

Gendis melengkungkan bibirnya membentuk sebuah senyuman. "Lo bener Cha, hari ini gue akan membuktikan pada keluarga gue."

Acha tersenyum, mengambil kaos kaki di dalam lemari dan memasangnya diatas kasur. "Oh iya, lo deketin gue bukan karna Riska kan?"

Gendis terdiam. Gendis sudah mengira jika Acha akan berfikir seperti itu. Dia menghampiri Acha yang masih sibuk memasang kaos kakinya dan ikut duduk disamping Acha.

Gendis tersenyum lalu menggelengkan kepalanya."Enggak lah Cha. Gue itu gak pilih-pilih orang buat jadi temen gue, dan ngapain juga gue berteman sama orang karna di suruh Riska?" Gendis tertawa disamping Acha, merangkul pundaknya.

"Iya, gue percaya sama lo."

Acha membalas rangkulan Gendis lalu tersenyum padanya. "Lo gak perlu khawatir, kebenaran akan terungkap dan keluarga lo pasti percaya dan meminta lo kembali pulang,"

Gendis mengagguk senang mendengar ucapan Acha yang menenangkan hatinya. "Makasih, Cha."

"Tentu, bangkai kejahatan akan terungkap kok sedikit demi sedikit."

***

Acha sudah siap dengan sepatunya, dia dan Gendis akan berangkat ke tujuan mereka masing-masing. Acha berangkat ke sekolah, sedangkan Gendis ke rumah sakit seperti apa yang disarankan oleh Acha.

Gendis mencekal tangan Acha. Gadis itu berhenti lalu berbalik menatap Gendis. "Kenapa?"

"Gue merasa bersalah, Cha," seru Gendis yang membuat Acha bingung.

"Bersalah apa?"

Gendis menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Gue salah, Cha."

"Sama siapa?"

"Kejadian itu,"

Acha mengangkat alisnya saat tau apa maksud dari pembicaraan Gendis lalu gadis itu tersenyum dan mengelus lengan Gendis."Sstt! Lo gak salah apapun, jadi jangan nyalahin diri lo."

Gendis tersenyum senang mendengar Acha yang ada untuknya dikala sedih, padahal dia baru kemarin kenal dengan seorang Acha. Dan kini Gendis tau, hati Acha benar-benar baik. Cewek itu lalu memeluk Acha erat. "Gue salah Cha, gue menyesal."

"Menyesal?" Acha melepaskan pelukannya dan menatap bingung Gendis.

"Apa yang harus lo sesalin sih?" sahut Acha. "Kan setelah ini lo bakal buktiin ke mereka."

Gendis memegang tangan Acha erat, dia mencoba untuk kembali tersenyum meski sulit. "Bukan masalah itu Cha, tapi gue nyesel karna udah menyakiti sahabat gue sendiri."

Acha mengerutkan keningnya. "Maksud lo? Riska?"

Jika Gendis berkata seperti ini, itu artinya pelakunya adalah-

Gendis menggeleng. "Bukan Riska Cha, tapi sahabat gue yang udah jauh sekarang." ujarnya. "Gue pernah memisahkan dia dengan orang yang dicintainya."

"Kenapa lo bisa sampe tega sama dia?"

Acha semakin tak mengerti apa maksud Gendis. Acha pikir Gendis menyalahkan dirinya tentang kejadian yang dialaminya tadi malam, ternyata Acha salah besar. Tapi kenapa Gendis malah membahas hal lain yang jelas menyeleweng dari masalah intinya? Semakin difikirkan Acha semakin tak mengerti, otaknya sulit untuk mencerna keadaan ini.

Acha hanya membiarkan saja Gendis mengeluarkan isi hatinya padanya, itu artinya Gendis sudah percaya pada Acha.

Gendis menggelengkan kepalanya, "Maaf gue belum bisa cerita." Acha memaklumi dan memberikan senyuman tulus padanya.

Walaupun sebenarnya ia sangat penasaran, tapi itu bukan hak Acha untuk mengetahui permasalahan Gendis dengan sahabatnya.

Acha tau jika Gendis sangat terpuruk dengan masalah yang sedang dihadapinya. Sangat sulit untuk menerima semua kenyataan pahit ini. Difitnah dengan seseorang yang sama sekali tak dikenalnya, hingga diusir dari rumah oleh keluarga yang begitu harmonis.

Acha pun tak akan sanggup jika berada di posisi Gendis saat ini.

"Udah, jangan terlalu dipikirkan. Sekarang mending lo cepet ke Dokter."

"Masih pagi emang Dokternya udah ada ya, Cha?"

Acha nampak berpikir sejenak. "Ada. Pokoknya lo kesana aja dulu."

Gendis mengangguk mengerti. "Yaudah yuk berangkat, hari ini gue bakal mengungkap semuanya."

Acha menarik sudut bibirnya.

"Termasuk rahasia lo."

Tbc....

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 83.9K 40
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
183K 17.6K 25
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
2.5M 258K 61
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
416K 43.8K 19
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...