Tentang Rasa

By LangitBercerita

306K 13K 2K

#Fanfiction Iqbaal dan Sasha pernah saling sayang, kala itu ketika hanya ada mereka berdua. Rasa yang tumbuh... More

1 - Canggung
2 - Mie Instan Di Balik Rindu
3 - Jangan Sedih
4 - Kencan
5 - The Kiss
6 - Terima Kasih Sudah Buat Senang
7 - Jangan ke Jakarta
8 - Girls Day Out.....and A Boy
9 - Kita Ini Apa?
10 - Selesai di Bandung
11 - You Are The Sun
12 - I Am Just Another Girl
13 - Is It Goodbye For Us?
14 - Karena Promo
15 - Cemburu
16 - Berpisah
17 - I Miss You
18 - Video Call
19 - Putus?
20 - 09.06
21 - Batal
22 - I Will Definitely See You
23 - Sepakat
24 - Sampai Besok
25 - Resepsi
26 - Seberapa Serius
27 - Malam di Kemang
28 - Lany's Concert
29 - The Talk After 1975
30 - I Love You But I'm Letting You Go
31 - Distance
32 - Penawaran Pura-Pura
33 - Santa Monica Date
34 - I Like You So Much
35 - Mau Dibawa Ke Mana
36 - Amin Paling Serius

37 - Me And You Against The World

12.8K 541 269
By LangitBercerita

I've been in love with her for ages
And I can't seem to get it right
I fell in love with her in stages
My whole life

Me & You Together Song – The 1975

***

Iqbaal membaca dengan seksama jadwal promo yang diberikan manajernya kepadanya. Jadwal yang padat ditambah lagi dengan jadwal latihan untuk tour Svmmerdose yang harus diselipkan di antar jadwal-jadwal tersebut. Belum lagi meeting-meeting yang entah di mana lagi harus ditaruh di antara semua jadwal tersebut. Dua puluh empat jam saja tidak cukup rasanya. Ia menarik napas panjang sambil menaruh semua jadwal tersebut di meja, "Oke, Bu." Katanya singkat.

"Oke, aku confirm ya jadwalnya." Sahut Ibu sambil mencatat sesuatu di kertasnya.

Iqbaal mengangguk pelan sambil membuka ponselnya. Ada beberapa notifikasi yang masuk. Ia membuka notifikasi pertama dari grup Dilan yang sedang ramai membicarakan mengenai jadwal dan siapa saja yang akan ikut ke media yang mana. Tentu saja sebagai pemeran utama, Iqbaal diharapkan ikut ke semua media, kecuali memang ada appointment yang sudah ia buat sebelum jadwal tersebut keluar.

"Bu," kata Iqbaal sambil melirik Ibu yang sedang mengatur jadwalnya yang lain.

"Ya?" tanyanya sambil tetap sibuk menulis.

"I think I'm going to date Sasha." Iqbaal bicara hati-hati seraya memperhatikan raut muka Ibu.

Ibu menaruh pulpennya dan menatap tajam Iqbaal. Raut wajahnya berubah tegang sambil menatap tajam Iqbaal, "Maksud kamu apa?" nada suaranya meninggi.

"Ibu tahu maksud aku." Iqbaal berusaha tetap tenang.

"Ibu nggak suka kamu ngomong nonsense gini, ya. Jangan bikin aku tambah pusing! Jadwal kamu udah banyak, tabrakan semua, tour, meeting, photoshoot. Jangan tambah masalah."

"Nggak, Bu. Aku nggak mau nambah masalah. This is nothing to do with all those schedules and plans. I'm gonna do it all with no flaws. This is my personal issue. Aku bilang ke Ibu karena Ibu orang yang penting buat aku. Aku nggak mau Ibu tahu dari orang lain."

"Kamu pacaran sama Sasha cuma bikin image kamu jelek aja. Orang cuma akan inget kamu pacaran sama Sasha, bukan karya kamu. We've talked about this."

"I know. I've considered all things. Aku nggak akan ngomongin soal personal issue ke publik. Ibu tenang aja. Percaya aku aja."

Ibu mendengus kesal. Ia masih terlihat tidak setuju dengan keputusan Iqbaal, tapi ia cukup tahu dengan keras kepalanya Iqbaal. Jika ia sudah memutuskan sesuatu maka ia akan melakukannya, "Terserah kamu. Tapi aku nggak pengen ada masalah cuma karena hal ini." Ibu menutup bukunya dan memasukkannya ke tasnya, "Hal-hal berkaitan dengan promo akan aku urus. Apa pun term-nya kamu ikut aku. Ini demi kamu."

Iqbaal mengangguk pasrah. Ia paham sekali ketika menyetujui term yang akan Ibu kasih berarti hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Dua tahun terakhir ini mengenal Ibu, ia tahu sekali manajemen ini sudah bekerja keras membantu dirinya dari pekerjaan hingga masalah personal. Kalau nggak ada Ibu, Bapak, dan Omen mungkin dia udah terpuruk. Walau ada hal-hal yang bertentangan dengan keinginannya, ia berusaha untuk berkompromi.

Beberapa hari setelahnya, Ibu menemuinya untuk membicarakan mengenai aturan selama promo yang wajib ia patuhi. Iqbaal membaca seksama setiap aturan yang tertulis. Dari sekian banyak aturan yang ada intinya Iqbaal tidak boleh terlalu berdekatan dengan Sasha sehingga publik tidak boleh mengindikasikan mereka pacaran. Gerak-geriknya dibatasi, ada hal yang boleh dibicarakan, ada yang tidak, pengamanan yang ketat, dan pembatasan lainnya. Kepalanya berdenyut pusing memikirkan hal-hal yang harus ia lakukan ini. Tapi ia juga sudah terlalu capek untuk membantah karena akan menyulitkan orang di sekitarnya juga nanti. Ia cuma menjawab, "Oke. Tapi di luar masalah promo, ini semua nggak berlaku ya, Bu. I have my own life to live."

***

Iqbaal menelepon Sasha sehabis selesai syuting Ali. Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat itu. Belum terlalu malam kalau ia mau menemui Sasha. Ia belum membicarakan aturan-aturan yang diminta oleh manajemennya. Ia masih bingung bagaimana harus memberitahu Sasha kalau saat ini keadaan promo akan jauh berbeda dari dua promo sebelumnya. Membayangkan Sasha dan yang lainnya akan kecewa membuatnya merasa tidak anek. "Ya, lagi di mana?"

"Di rumah aja. Kamu masih syuting?" sambut Sasha dengan nada ceria seperti biasanya.

"Baru selesai scene terakhir, nih. Aku ke rumah kamu, ya."

"Kamu nggak capek?" nada Sasha terlihat khawatir karena sejak pulang dari LA hampir tidak ada waktu kosong buat Iqbaal. Ia tahu Iqbaal senang sekali dengan banyak kegiatan, tapi ia juga tahu badannya pasti lama-lama kelelahan.

"Capek. Tapi kangen kamu." Jawabnya singkat. Iqbaal masuk ke dalam mobilnya, duduk di samping Pak Ahmad sambil memberi tahu Pak Ahmad untuk menuju Bintaro ke rumah Sasha, "See you, Ya."

Perjalanan menuju Bintaro walau disertai macet khas Jakarta tapi cukup memberi waktu untuk Iqbaal tidur di mobil untuk mengembalikan energinya. Pak Ahmad memarkir mobilnya di depan rumah Sasha. Beberapa mobil terparkir di dalam pagar. Sepertinya sedang ada tamu.

"Ya, aku udah sampai." Ketik Iqbaal di whatsapp.

Tidak beberapa lama Sasha keluar dari rumahnya dan membuka pintu pagar untuk Iqbaal, "Hey, Baal."

Iqbaal tersenyum sambil mengelus pelan rambut Sasha. Malam ini Sasha memakai kaos oversized berwarna putih dan celana pendek berwarna hitam. Rambutnya diikat acak-acakan tapi membuatnya semakin cute. She's effortlessly beautiful.

"Kak Jevin, Kak Nini, sama Nord lagi datang, nih."

"Kamu lagi ada acara? Ganggu nggak?" ia merasa tidak enak kalau ternyata mengganggu acara keluarga Sasha. Ia melirik ke teras dan semua keluarga Sasha ada di sana.

"Nggak, kok. Lagi datang aja. Yuk, masuk."

Iqbaal mengangguk ragu. Sebenarnya walau ia tidak pernah bermasalah dengan Jevin, tapi ia merasa hubungannya dengan Jevin menjadi canggung sejak ia dan Sasha pernah bermasalah dulu. Sejak itu walau tidak pernah secara terang-terangan, tapi ia merasa Jevin menjaga jarak dengannya. Ia paham sekali kalau sebagai abang, Jevin pasti berusaha untuk melindungi Sasha tapi sekaligus tidak ingin mengekangnya jadi ia lebih banyak memperhatikan dari jauh.

Mama Ida dan Rifat yang menyambut Iqbaal datang pertama kali. Mereka sekeluarga sedang memanggang barbeque di depan rumah. Iqbaal menyapa satu-persatu anggota keluarganya. Semua bersikap hangat menyambut Iqbaal, tidak berlebihan, tapi juga tidak dingin. Mereka langsung menawarkan Iqbaal untuk makan duluan setelah tahu Iqbaal langsung dari lokasi syuting dan belum makan. Walau sungkan karena sebagai tamu ia jadi makan duluan, tapi ia juga tidak menolaknya karena perutnya benar-benar kelaparan.

Setelah selesai makan, mereka semua main kartu bareng. Iqbaal duduk di belakang sambil bermain gitar kepunyaan Sasha. Anggota keluarga lainnya ikut menyanyi dan saling request lagu. Jevin membawa dua kaleng coke dan memberikannya satu pada Iqbaal. Kemudian ia duduk di samping Iqbaal, "Main gitar lo makin bagus." Kata Jevin singkat.

"Eh, makasih, Kak." Kata Iqbaal yang kaget dengar pujian Iqbaal. Ia menggaruk-garuk kepalanya karena gugup.

"Lo sibuk apa sekarang?" tanya Jevin lagi sambil menawarkan rokoknya untuk mencairkan suasana antara mereka. Walau ucapannya tidak terasa mengintimidasi tapi cukup membuat Iqbaal berhati-hati dengan perilakunya.

Iqbaal menggeleng pelan. Walau ia dengan senang hati mau merokok sekarang tapi rasanya tidak tepat ia merokok di depan keluarga Sasha saat ini, "Lagi syuting film baru, nih. Sama lagi mau siapin promo Milea. Mau tour juga bulan depan, Kak."

"Udah mau jalan tour? Keren juga band lo." Jevin memuji dengan tulus sambil menghisap rokoknya.

"Hehehe, mumpung lagi bisa."

Jevin menepuk punggung Iqbaal, "Iya mumpung lagi ada kesempatan. Sikat aja, Baal."

Jevin menceritakan pengalamannya saat tour dengan Soundwave, kemudian berbagi pengalamannya tentang musik yang bikin Iqbaal kagum karena musikalitas Jevin tinggi sekali. Iqbaal juga bertukar pikiran mengenai konsep yang ingin dia lakukan untuk tour Svmmerdose nanti. Ia selalu senang kalau bisa bertukar pikiran dengan musisi lainnya sehingga bisa menambah ilmunya.

"By the way, hubungan lo sama Sasha gimana?" tanya Jevin tiba-tiba ketika ada jeda di antara meraka.

Iqbaal menelan ludahnya, terkejut dengan pertanyaan Jevin yang tidak ia antisipasi sebelumnya. Iqbaal tersenyum gugup. Otaknya memikirkan berbagai jawaban diplomatis yang bisa ia keluarkan sehingga dapat diterima oleh Jevin.

Sebelum Iqbaal menjawab pertanyaan Jevin, Jevin sudah melanjutkan perkataannya lagi, "Apapun hubungan kalian sekarang, gue nggak mau kejadian dua tahun lalu kejadian lagi." Jevin dan Iqbaal sama-sama tahu apa yang dimaksud dengan 'kejadian dua tahun lalu' saat terjadi miskomunikasi di antara mereka, patah hati, saling tidak bicara, saling menggunakan orang lain untuk menyakiti satu sama lain. Masa-masa penuh rasa sakit hati tidak hanya buat Iqbaal dan Sasha, tapi juga buat keluarga Sasha yang melihat adiknya menangis setiap hari. "Kalau lo nggak yakin sama Sasha, it's okay to leave." Jevin melipat tangannya di dada sambil memperhatikan Sasha yang sedang tertawa terbahak-bahak bersama Cindy, Sissy, dan Rinni, "Dia adik gue satu-satunya, Baal. Sejak nggak ada bokap, dia tanggung jawab gue. Gue tahu usia kalian masih muda dan hubungan kalian masih panjang. Tapi mending kita bikin ini gampang aja, deh. Kalo lo serius, silahkan deketin. Kalo lo masih ragu sama diri lo atau Sasha, jangan deketin."

Iqbaal mengangguk. Ia memahami kekhawatiran Jevin melihat hubungannya dengan Sasha. Ia sendiri pun kadang suka bingung sendiri dengan kerumitan dan kesalahpahaman yang mereka ciptakan sendiri, "Gue serius sayang sama Sasha. Hurting her is the least thing I wanna do." Ia menghela napas panjang sambil melirik Sasha yang duduk di depannya, "Banyak yang gue pikirin sih, Kak. Tapi lo benar, let's make it simple this time."

Jevin tertawa kecil, "Gue ngerti banget situasi lo dan Sasha. Dulu gue dan Rinni ngalamin situasi yang hampir sama. Orang bisa ngomong apa aja, tapi yang penting lo dan Sasha gimana. Kalau lo berdua aja udah nggak yakin sama hubungan kalian, gimana mau ngadepin orang lain."

Tiba-tiba Sasha menghampiri Iqbaal, lalu menarik tangannya, "Baal, ayo main. Kamu ngobrol apa sih sama Kak Epi?" katanya menatap curiga pada Jevin sambil memicingkan matanya, "Kakak ngapain Iqbaal hayo?"

"Ya, sini, deh." Ia menarik tangan Sasha sehingga duduk di sebelahnya.

"Mau apa?" tanya Sasha bingung tapi akhirnya menuruti untuk duduk di samping Iqbaal.

"Ditanya Kak Jevin tadi hubungan kamu sama aku gimana?" kata Iqbaal jahil.

"Ih, kok nanya aku, sih?" Sasha tersipu malu. Ia menepuk lengan Iqbaal.

"Adiknya udah ditembak sejak dari LA, Kak. Dia belum jawab sampai sekarang. Gue digantungin gitu aja." Adu Iqbaal sambil tertawa menggoda Sasha, "Bener kan, Ya?"

Jevin tertawa kencang, "Lo belum jawab, Sha?"

"Ih, apaan, sih." Sasha mencubit lengan Iqbaal, "Tukang ngadu, ih."

"Ouch! Sakit beneran, Ya." Iqbaal mengelus-elus lengannya yang dicubit.

"Jawab tuh, Sha. Kasihan anak orang lo gantungin mulu."

"Biarin aja, wle!" Sasha menekuk mukanya, pura-pura ngambek.

"Sasha gue pinjem bentar ya, Kak. Jalan-jalan di depan aja." Iqbaal menoleh pada Jevin.

Jevin tertawa kecil, "Hati-hati adik gue dibalikin lagi, ya. Jangan kemalaman." Sebut Jevin pura-pura galak.

"Dibalikin nggak pake lecet, Kak. Hahaha. Yuk, Lia." Ia menarik pelan tangan Sasha sambil meminta ijin keluarga Sasha yang lain untuk mengajak Sasha jalan-jalan sebentar di depan. Benar kata Jevin, tidak akan pernah ada waktu yang tepat sampai situasinya lebih sederhana kalau mereka tidak menyederhanakan sendiri situasinya. Lagipula ada banyak hal yang harus Sasha tahu mengenai promo sehingga ia tidak menjadi salah paham dan kesal nantinya.

"Kita jalan kaki?" tanya Sasha saat baru keluar gerbang rumahnya. Jalanan malam ini cukup sepi. Ada beberapa orang yang lewat, sesekali diselingi mobil dan motor yang masih melintas.

Iqbaal mengangguk, "Biar bisa berduaan aja sama kamu. Dari tadi rame banget." Iqbaal menggandeng tangan Sasha dan menautkan jari-jarinya ke jari-jari Sasha. Genggamannya terasa hangat, seperti hatinya yang juga hangat setiap bersama Sasha. Bersama Sasha membuat dunianya terasa aman dan tenang.

Pipi Sasha memerah. Walau sudah berkali-kali pergi berdua saja dengan Iqbaal, tapi jantungnya masih berdetak cepat ketika bersama Iqbaal, "Muka kamu kelihatan capek." Sasha melihat Iqbaal dengan cemas. Kantong mata Iqbaal terlihat jelas.

"Iya, nih. Belum sempat istirahat. Tapi besok udah hari terakhir syuting." Iqbaal menjawab lembut sambil mengelus genggaman Sasha dengan ibu jarinya.

"Sebentar lagi kita bakal promo bareng." Mata Sasha berbinar semangat, "Promo terakhir. Aku antara senang dan sedih."

"Iya. Tiga tahun selalu sama kamu tiap promo. Tahun depan nggak bisa lagi ya, Ya." Jawabnya dengan sendu. Iqbaal melirik Sasha, "Ya?"

"Ya, Baal?"

"Jadi pacar aku, ya?" tanya Iqbaal lugas sambil menatap Sasha lembut.

Jantung Sasha berdebar lebih cepat, kupu-kupu di perutnya menari berputar-putar, dan pipinya memerah. Ia balik menatap Iqbaal dengan gugup. Dari tatapan matanya, Sasha tahu Iqbaal sayang sekali dengannya. Akhir-akhir ini, Iqbaal benar-benar membuktikan kalau ia serius dengan Sasha, termasuk dengan menepati janjinya memperkenalkannya ke manajemen Iqbaal dan bertemu dengan Zidny. Walau tidak berjalan semulus yang diharapkan Sasha, tapi ia tahu Iqbaal benar-benar berusaha. Saat ini ia merasa diinginkan dan diusahakan. Perasaan yang dulu belum berani Iqbaal tunjukkan.

"Jadi?" tanya Iqbaal memastikan lagi karena Sasha belum menjawab dari tadi.

Sasha menatap mata Iqbaal sambil tersenyum kecil. Ia mendekatkan wajahnya, kemudian mengecup pipi Iqbaal lembut.

Mata Iqbaal membulat lebar, memperhatikan jawaban dari wajah Sasha.

Sasha mengangguk, "Iya."

"Yes!" Iqbaal mengepalkan tangannya ke udara dan langsung memeluk Sasha erat. Kemudian ia mengelus lembut rambut Sasha, "Pacarnya Iqbaal Ramadhan." Ia menyebutkan pernyataan itu untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa gadis di depannya ini sudah benar-benar menjadi kepunyaannya.

Sasha mengangguk seraya berusaha menahan air mata senang di pelupuk matanya. Ia menenggelamkan kepalanya di dada Iqbaal dan mempererat pelukannya. Nyaman sekali.

"Aku udah boleh cemburu kalau ada cowok-cowok yang deketin kamu ya, Ya."

Sasha mengangguk.

"Udah boleh nelepon kamu tiap malam kalau aku balik ke Melbourne nanti?"

"Itu sih belum jadi pacar juga udah boleh." Sasha cekikikan mengingat yang kemarin-kemarin mereka lakukan sudah seperti ini.

"Iya, tapi kan kemarin belum boleh bilang 'Halo, sedang bicara dengan pacarnya Iqbaal?' Sekarang kan udah boleh."

"Ih, apa, sih." Sasha mengacak-acak rambut Iqbaal malu.

"Udah boleh aku ajak ke rumah aku juga?"

"Buat apa?" Sasha melepaskan pelukannya bingung.

"Buat kenalin ke Ayah Bunda calon mantunya."

"Iqbaal!" Sasha menutup mukanya malu. Wajahnya sudah berubah menjadi merah seperti kepiting. Ia mendorong Iqbaal pelan.

Iqbaal tertawa renyah melihat wajah Sasha yang memerah dan salah tingkah, "Sini. Jangan jauh-jauh." Kemudian ia merangkul Sasha lagi, "Kamu gemes banget sih, Lia. Aku sayang banget sama kamu."

"Aku juga." Jawab Sasha tersipu-sipu.

"Juga apa?" pancing Iqbaal.

"Juga sayang kamu, Iqbaal. Sayang banget." Ia merekatkan genggamannya, menyenderkan kepalanya pada bahu Iqbaal.

"Ya?" panggil Iqbaal pelan.

"Ya, Baal?"

Iqbaal ragu-ragu untuk bicara. Ia takut merusak suasana, tapi permasalahan mengenai promo harus Sasha ketahui dari dirinya sendiri. Kalau Sasha tahu dari orang lain, ia takut Sasha menjadi marah dan membuat keadaan menjadi runyam lagi, "Soal promo."

"Promo kenapa, Baal?" tanya Sasha bingung.

Iqbaal menarik napas berat, "Kamu nggak papa kalau hubungan kita ga perlu publik tahu?"

"Maksudnya?"

"Bukannya aku nggak pengen ngakuin kamu ke semua orang, Ya. Aku pengen banget. Sekalian biar cowok-cowok yang sampai sekarang deketin kamu tuh pada mundur semua." Iqbaal tahu sekali bagaimana banyak cowok-cowok yang berusaha pdkt dengan Sasha karena status single Sasha saat ini, belum lagi yang DM ke Instagramnya banyak, ditambah komen-komen para pria di Instagram yang menggoda dan merayu Sasha. Diam-diam Iqbaal selalu memperhatikan dan itu membuatnya cemburu, "Tapi aku nggak pengen ada kejadian dulu lagi. Waktu semua orang tahu tentang kita, semua merasa punya hak berkomentar dan ikut campur, lalu bikin kita jadi harus dengerin kata orang. Aku pengen hubungan kita sekarang buat kita aja. Orang-orang dekat kita aja yang perlu tahu."

"Iya, aku juga nggak mau kayak dulu lagi. Stres banget dihujat orang-orang. Sedih rasanya." Jawab Sasha sendu.

"Aku nggak mau kamu di-bully lagi. Kamu tahu kan kelakuan netizen gimana. You stay out of it. I'm gonna keep you for myself this time. Let's keep it private, ya Lia."

"Iya." Sasha tersenyum tipis.

"Balik lagi ke soal promo. Ibu nggak mau hubungan kita jadi highlight buat promo nanti. Ada beberapa aturan yang harus aku ikutin. Intinya aku nggak bisa dekat-dekat sama kamu. I know this will suck big time, Ya. But I'm protecting you. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa, nggak pengen ada bully lagi. Kalau ada yang harus di-bully biar aku aja. Kamu jangan. Nggak mau kalau di masa depan orang akan hire kita karena kita pacaran doang. Buat karir kamu, buat karir aku."

"Aturannya pasti parah banget ya, Baal, sampe kamu harus bilang ke aku gini?" tebak Sasha.

Iqbaal mengangguk pelan, merasa tidak enak harus mengabarkan hal yang buruk malam ini, "Sabar ya, Ya. Cuma pas promo aja. Personally, mereka nggak bisa ganggu kita kalau bukan berhubungan dengan kerjaan. I'm so sorry I have to end the promo this way. Nggak bisa semanis dulu lagi. This is the best I can do to get us together. Sorry ya, Ya. I know you love this movie with all your heart. I'm terribly sorry to put you this way."

Sasha menggigit bibir bawahnya. Ia paham sekali kalau promo terakhir ini akan berbeda, akan sulit bersama-sama dengan Iqbaal di depan umum, akan sulit becanda seperti dulu lagi, dan tidak akan semenyenangkan dulu lagi. Tapi Sasha menyadari bahwa ada harga yang harus dibayar bagi mereka untuk bersama. Hubungan ini sudah terlanjur menjadi konsumsi publik, semua merasa punya hak terhadap kehidupan mereka, semua bebas berpendapat. Terlalu naif jika mengharapkan semua akan sama seperti pertama kali mereka memulainya ketika mereka bertindak tanpa berpikir panjang dan menjadi headline di media. Lelah sekali rasanya saat itu. Dengan menjadikan hubungan ini milik mereka berdua akan membuat hubungan ini lebih mudah dijalani.

"Iya, aku tahu. Kita jalanin sama-sama, ya. Yang penting ada kamu di samping aku." Sasha memeluk Iqbaal, "Ada aku. Kamu jangan takut." Ia mengelus punggung Iqbaal lembut. Ia bangga sekali dengan Iqbaal yang sekarang jauh lebih dewasa dari tiga tahun sebelumnya. Iqbaal yang maju untuk melindunginya, "I'm proud of you, Baal."

"Thank you for making it easier for me to handle, Ya." Ia melepas pelukannya dan menatap Sasha dalam-dalam, merapikan rambut Sasha yang jatuh menutupi wajahnya agar ia bisa melihat jelas wajah Sasha di tengah kegelapan malam ini. Kemudian ia mengecup lembut bibir Sasha singkat dan berbisik di telinga Sasha, "Aku sayang kamu, Vanesha Prescilla." Lalu mengacak-acak rambut Sasha sambil tertawa kecil, "Tapi ayo kita pulang sebelum ketahuan satpam dikira mesum malam-malam gini. Hahaha."

Sasha terkejut karena baru sadar mereka sedang di jalan umum dan orang-orang bisa saja lewat, "Iqbaal rese!" Ia mendorong punggung Iqbaal, "Kamu ngapain cium aku di jalan, sih?" Sasha menutup mukanya sambil ngambek kecil.

"Habis nggak tahan. Kamu gemesin banget. Udah pacar boleh dicium bebas, lah." Iqbaal tertawa lepas menggoda Sasha yang semakin ngambek dan mencubitnya berulang kali. Lalu menggandeng tangannya, "Ayo pulang sebelum Epi nelepon nanyain adiknya diculik ke mana malam-malam gini."

"Rese." Sasha mencubit pinggang Iqbaal lagi.

"Rese gini kamu sayang, kan?"

"Tau, ah!"

"Cium lagi, nih." Iqbaal mendekatkan dirinya menggoda Sasha yang kegelian.

"Iya, sayaaaang. Hahaha." Sasha menjauhkan Iqbaal dari dirinya sambil tertawa lepas.

Malam itu Bintaro hujan rintik-rintik. Mereka harus mempercepat langkah supaya tidak kehujanan. Tapi di bawah langit mendung Bintaro, hati mereka terasa hangat. Untuk pertama kalinya dalam tiga tahun, mereka saling memiliki satu sama lain sepenuhnya. It's us against the world now.

***

Iqbaal menutup laptopnya dan menaruhnya di tas saat Sasha membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Ia baru saja selesai reading untuk film barunya bersama Sissy. Sissy melambaikan tangannya saat melihat Iqbaal membuka kaca, "Pergi dulu ya, Kak." Pamit Iqbaal kepada Sissy.

"Jangan kemalaman ya pulangnya. Besok masih reading."

"Siap, Kak."

Iqbaal menyalakan mobilnya. Kali ini Pak Ahmad diliburkan karena Iqbaal yang akan menyetir sendiri. Besok ia akan kembali ke Melbourne sehingga ia ingin menghabiskan hari ini bersama Sasha, "Tadi reading-nya gimana?"

"Seru banget. Akhirnya kesampaian bisa main film bareng Kak Sissy. Kamu tahu kan aku pengen banget main film musikal." Mata Sasha berbinar saat menceritakan pengalamannya tadi.

"Suara kamu bagus, Ya. Jangan malu-malu kalau nyanyi." Iqbaal tahu Sasha masih kurang percaya diri dengan kemampuannya di musik.

"Iya. Ini juga lagi latihan. Besok mulai persiapan buat dance juga. Excited banget."

"Yang semangat latihannya." Iqbaal melirik Sasha sambil mengelus rambutnya, "Besok latihan dance kamu aja atau sama Kak Sissy?"

"Sama Megantara besok jadwalnya."

"Megantara." Iqbaal mengeja nama tersebut dan berusaha mengingat orangnya yang mana, "Lawan main kamu, ya?"

"Iya. Yang dulu jadi Si Boy di Catatan Si Boy versi TV. Kamu pernah tahu nggak?"

"Nggak kenal, sih. Sekilas mungkin tahu."

"Orangnya lucu banget. Bikin orang-orang ketawa mulu."

Iqbaal memicingkan matanya mulai tidak suka kalau Sasha memuji pria lain, "Awas ya, Ya. Nggak ada pendalaman chemistry pake ngobrol lama di luar reading, nggak ada jalan-jalan berdua, nggak ada panggil nama kamu Elsa di luar syuting, nggak pake nyanyi bareng sama dia. Pokoknya nggak ada."

"Itu kan sama kamu dulu." Sasha melirik Iqbaal geli.

"Iya, itu sama aku dulu. Makanya nggak boleh lagi sama yang lain kayak gitu."

"Kamu cemburu."

Iqbaal terdiam gengsi. Ia tidak menjawab pertanyaan Sasha. Ia paham benar bahwa Sasha sedang melakukan apa yang seharusnya semua actor sudah tahu untuk memperdalam karakternya. Tapi Iqbaal juga sadar, pria mana yang tidak jatuh cinta kalau lama-lama berada di dekat Sasha. Apalagi setiap hari selama beberapa bulan nanti. Membayangkannya saja sudah membuat Iqbaal panas.

"Cemburu nggak?" goda Sasha.

"Cemburu, Lia. Cemburu banget. Kamu udah tahu cemburu malah ditanyain, sih." Jawab Iqbaal sewot.

'Iya, nggak. Nggak kayak dulu lagi." Sasha menenangkan Iqbaal walau ia tersenyum geli melihat wajah Iqbaal yang cemberut.

"Janji, ya."

"Siap, bos!" Sasha melirik jalanan yang cukup tersendat, "Kita mau ke mana?"

"Ada, deh. Ikut aku aja."

Butuh waktu hampir 1,5 jam perjalanan menuju daerah Pondok Kopi, rumah Iqbaal. Sasha sempat tertidur karena kelelahan. Iqbaal tidak membangunkannya karena kasihan.

"Ya, udah sampai, nih." Iqbaal membangunkan Sasha pelan.

Sasha perlahan-lahan membuka matanya. Ia melirik sekitarnya dan berusaha mencerna sedang di mana mereka, tapi ia masih terlalu ngantuk untuk sadar mereka ada di mana.

"Ini di rumah aku." Kata Iqbaal yang memahami kebingungan Sasha, "Mau ajak kamu ketemu Ayah Bunda.'

"Hah, mau ngapain? Aku lagi acak-acakan gini, nih." Sasha panik sambil membetulkan rambutnya yang diikat asal-asalan. Ia mengambil cermin kecil di tasnya dan melihat wajahnya yang pucat karena tidak memakai make-up.

"Kamu udah cantik, kok, Ya." Jawab Iqbaal menenangkan.

"Kamu nggak bilang-bilang, sih. Sebentar aku pakai lipstick dulu." Sasha mengambil liptint dari kotak make-up-nya dan membubuhkannya di bibirnya. Kemudian ia memakai maskara agar matanya terlihat segar. Lalu ia membuka ikatan dan menggerai rambutnya, "Udah mendingan belum?" tanya Sasha tidak yakin.

"Perfect." Jawab Iqbaal sambil mencuri kecup pipi Sasha, "Turun, yuk. Bunda udah masak buat kamu."

Bunda menyambut hangat Iqbaal dan Sasha saat masuk ke rumah. Iqbaal masuk ke kamar memanggil Ayah, sementara Bunda memeluk hangat Sasha yang sudah lama tidak ditemui. Terakhir kali mereka bertemu di Bandung saat gala premier Milea tapi itu pun tidak sempat berbicara banyak. Bunda mengajak Sasha duduk di meja makan yang telah disediakan banyak makanan lezat masakan Bunda sendiri.

Ayah mengampiri Sasha sesaat kemudian. Sasha mencium tangan Ayah. Kemudian Iqbaal duduk di sebelah Sasha di meja makan.

"Teh Ody ke mana, Baal?" tanya Sasha karena dari tadi tidak terlihat ada Teh Ody dan Mas Adi.

"Teteh nggak pulang ke rumah, nih. Lagi nemenin Mas Adi di rumah dinasnya."

Sasha mengangguk-angguk canggung. Ia gugup sekali harus ngapain saat ini bersama orang tua Iqbaal. Tapi untungnya Ayah dan Bunda orangnya menyenangkan dan lucu sekali sehingga suasana menjadi cair dan mereka bisa ngobrol layaknya sudah lama kenal.

"Bunda, Sasha cocok nggak nih jadi calon mantu?" goda Iqbaal.

Sasha mencubit Iqbaal. Mukanya sudah bersemu merah, merasa malu di depan Bunda, "Baal, apaan, sih?"

"Ya tergantung Sashanya mau nggak sama kamu?" jawab Bunda tersenyum geli melihat kelakuan anak bungsunya yang suka becanda.

"Ya, mau nggak? Ditanya Bunda, tuh."

"Apaan, sih. Malu tahu."

"Hahaha. Malu dia, Bunda." Jawab Iqbaal pada Bunda, "Besok aku balik ke Melbourne, titip Sasha ya, Bun."

"Kok nitipnya ke Bunda?" tanya Bunda bingung.

"Biar Bunda bisa bilang ke orang-orang udah punya calon mantu perempuan. Siapa tahu nanti ketemu Mama Sasha biar bisa sekalian lamarin."

"Ada-ada aja kamu, dek." Jawab Bunda sambil tertawa terkekeh geli, "Sekolah dulu yang benar biar bisa bikin bangga orang tua."

"Siap, Bunda. Itu mah wajib."

"Pacaran boleh, tapi jangan aneh-aneh, ya. Jaga nama baik orang tua." Pesan Bunda saat Iqbaal dan Sasha pamit untuk mengantarkan Sasha pulang, "Apapun yang kalian lakukan, jadikan itu hal yang positif. Saling dukung satu sama lain."

"Iya, Bunda." Jawab Sasha sambil memeluk Bunda.

"Baik-baik ya kalian. Bunda dukung selama itu baik."

"Siap, Bunda." Iqbaal memberi tanda hormat seperti tantara, "Aku antar Sasha pulang dulu, ya."

Iqbaal menyalakan mobilnya dan membunyikan klakson mobilnya supaya Sasha masuk ke dalam mobil. Sasha masih ngobrol-ngobrol dengan Ayah dan Bunda di teras. Sasha buru-buru masuk ke dalam mobil sambil melambaikan tangannya ke arah Ayah dan Bunda.

Iqbaal langsung mengantarkan Sasha pulang ke rumah karena besok pagi Sasha harus reading sehingga ia tidak ingin membuat Sasha kecapekan nantinya. Walau sebenarnya ia masih rindu untuk bersama-sama dengan Sasha karena besok ia sudah harus kembali ke Melbourne.

Ia mengikuti Sasha turun dari mobil sekalian mau pamit pada keluarga Sasha. Saat itu di rumah cuma ada Sissy dan Rifat saja. Mereka menyambut hangat Iqbaal dan mengajak ngobrol di ruang tamu.

"Kak, besok aku balik ke Melbourne. Titip Sasha, ya."

"Pasti, Baal. Berangkat jam berapa besok?"

"Jam 10 malam kalau nggak salah. Besok boleh ya Sasha ikut nganterin ke bandara." Iqbaal melirik Sasha yang duduk di sebelahnya, "Bisa kan, Ya?"

Sasha mengangguk, "Iya, aku besok selesai cepat, kok. Bisa anterin kamu."

"Nanti kamu dianterin Pak Ahmad aja pulangnya."

"Iya."

"Baik-baik ama Sasha. Jangan suka berantem-berantem." Pesan Rifat, "Sasha juga jangan suka ngambek kalau nggak ditelepon."

"Ih, itu kan jarang-jarang, Kak."

Rifat tertawa, "Jarang, sih. Tapi kasihan Iqbaal-nya siapa tahu lagi ngerjain tugas."

"Iya, iya."

Setelah pamitan dengan Sissy dan Rifat, Sasha mengantarkan Iqbaal masuk ke dalam mobilnya.

"Ya, masuk dulu sini ke mobil." Iqbaal menggandeng tangan Sasha dan mengajaknya masuk ke mobil, "Aku kirim e-mail ke kamu. Nanti kamu baca pas aku udah take off, ya."

Sasha mengangguk. Air mata sudah hampir jatuh dari pelupuk matanya. Ia sedih sekali harus melepas Iqbaal. Rasanya sebulan bersama tidak cukup untuk menuntaskan rasa kangennya.

"Jangan nangis, Ya." Iqbaal menghapus air mata yang mulai jatuh di wajah Sasha, "Nanti kalau libur aku pasti balik, kan."

"Jangan lama-lama nanti aku sedih." Kata Sasha yang sudah sesenggukan.

"Iya, nggak. Sini aku peluk dulu." Iqbaal menarik tubuh Sasha ke dalam dekapannya. Lalu ia mengelus lembut rambut Sasha. Ia merasakan air mata Sasha membasahi kausnya. Ia membiarkan Sasha menangis karena buat dirinya sendiri pun tiap berpisah dengan Sasha selalu berat.

"Vanesha Prescilla, aku serius sama kamu. Jadi kamu baik-baik di sini sampai nanti kamu ikut aku ke sana, ya."

Sasha mengangguk. Tangisannya semakin deras. Membayangkan kalau mulai lusa tidak ada Iqbaal yang akan memeluknya erat seperti ini lagi. Ia harus mulai menyesuaikan dengan kesendiriannya lagi dan waktu yang berjarak di antara mereka.

Iqbaal melepaskan pelukannya dan menatap wajah sembab Sasha. Ia mengapus air mata di wajah Sasha dengan kedua tangannya perlahan-lahan. Ia menyusuri wajah Sasha dengan jari-jarinya, memperhatikan matanya yang indah, alisnya yang rapi, hidungnya yang mancung, pipinya yang tersipu, dan bibirnya yang memerah. Ia mengelus lembut bibir Sasha dengan jarinya. Besok semua yang tampak nyata di depannya hanya akan bisa ditemui melalui layar ponsel atau laptop berupa visual saja. Damn, I already miss her so much!

Iqbaal mendekatkan wajahnya ke wajah Sasha dan mengecup lembut bibir Sasha, merasakan bahwa ini kecupan terakhir sampai beberapa bulan lagi saat mereka akan bertemu kembali. Saat ini, detik ini juga, mereka berharap waktu akan membeku dan membiarkan mereka menghabiskan rindu yang tersisa. Walau mereka tahu, rindunya tak akan pernah habis. Semakin dirasakan, semakin rindu.

"Tunggu aku ya, Lia."

Sasha mengangguk dan memeluk Iqbaal, "Jangan nakal di sana."

"Nggak. Nanti sama kamu aja."

"Iqbaal! Masih becanda aja sih kamu. Hahaha." Sasha yang tadinya menangis langsung tertawa. Cuma Iqbaal yang tahu caranya membuat Sasha tertawa.

"Biar kamu nggak sedih, Ya."

"Iya, nggak sedih lagi."

Sasha menghapus air matanya dan tersenyum untuk Iqbaal. Ia juga nggak mau bikin Iqbaal kepikiran kalau ia menangis terus.

Makasih ya, Baal. Kamu selalu bikin aku senang. Aku sayang kamu. Sasha menatap lekat-lekat wajah Iqbaal yang masih berusaha mengajaknya becanda dan menceritakan cerita-cerita lucu. Iqbaal dengan gerak-geriknya yang kadang suka berlebihan, dengan tawanya yang keras, dengan caranya merapikan poninya yang selalu jatuh menutupi matanya, dengan senyum tiga perempatnya yang bikin kangen, dengan bahasanya yang campur-campur, dengan tatatapan lembutnya setiap memandang Sasha, dengan nada lembutnya yang mengalah kalau sudah berdebat dengan Sasha.

Aku kangen kamu. Bahkan sejak kamu masih ada di depan aku.

***


Dear Lia sayang,

Sebelum kamu baca e-mail ini, aku pengen kamu dengerin lagunya Ed Sheeran yang How Would You Feel. Lagunya buat kamu. <3

Lia, kalau kamu baca e-mail ini, aku udah ada di Melbourne lagi kangen sama kamu, tapi nggak punya pintu ajaibanya Doraemon jadi nggak bisa nemuin kamu dalam sekejap. It's been a month since our Bintaro date. Nggak ada satu hari pun di mana aku nggak bersyukur ada kamu di samping aku. Kalau aku bilang, aku sayang sama kamu mungkin kamu udah bosan. Tapi aku mau ulang kata-kata itu terus supaya kamu nggak pernah lupa kalau apapun yang terjadi, aku sayang kamu.

Walau promo yang diharapkan nggak ideal buat kita semua, but I'm glad you stayed and never complained about it. Aku ingat malam-malam di mana aku capek banget rasanya karena harus ngerjain banyak hal dalam satu hari, kamu bisa tiba-tiba datang dan nemenin aku. I love how easy it is to feel loved by you.

Maaf ya, Ya, aku belum bisa ajak kamu ikut tour-ku. Kamu tahu aku suka ngayal kamu ada di backstage nungguin aku selesai manggung. It will be one of the days I'm longing for one day. Sekarang mungkin belum bisa. Aku tahu kemarin kamu kesal waktu Zidny ikut manggung di Bandung, walau kamu berusaha nggak bilang ke aku. Pasti rasanya sama kayak aku kesal sama Omara yang bisa jagain kamu waktu promo kemarin karena aku nggak bisa. I got jealous; I was angry. We had our first fight. And that was one of the days I don't want to remember. Bayangin ada cowok lain yang bisa jagain kamu terang-terangan, bisa ajak kamu becanda tanpa takut ini-itu, bisa merangkul kamu tanpa ragu, dan bisa bikin kamu tertawa lepas waktu kamu sedih. Semua itu harusnya jadi bagianku. Aku yang harusnya ada di samping kamu. I hate that even though we're trying  hard to make it simple; it's still complicated for us.

Aku sedih lihat tatapan kamu yang sendu waktu kita harus duduk jauhan pas gala premier. Aku masih ingat dengan jelas tahun lalu aku duduk di samping kamu. Diam-diam aku elus tangan kamu waktu kamu nangis lihat adegan di mana Dilan dan Milea putus. Tapi tahun ini, kamu nangis saat lihat adegan sedih dan aku nggak bisa ada di samping kamu. Aku nggak bisa konsentrasi nonton film karena dari jauh aku merhatiin kamu. Aku lihat Omara kasih kamu tissue. I was supposed to be the one who wiped away your tears. But it wasn't me. I was upset more of myself to be not able being there with you. Aku bingung mau marah sama siapa, Ya? Marah sama Omara? He's my best friend since we were kids and I know him well. Aku juga yang minta Omara buat jagain kamu kemarin. Tapi ternyata lihat kamu sama Omara jadi dekat bikin aku cemburu. I want you to be with me only.

I hate to leave you now. I used to tell you how I don't like having long distance relationship. I hate it even more now since we're together. I can't see you, hug you, or kiss you. It's frustrating. Kamu nenangin aku dengan bilang akan video call setiap hari. We're on this together, kata kamu. Iya Lia, let's make it work this time.

Lia, kamu janji ya tahun depan kamu kuliah di sini bareng aku. Aku nggak bisa lama-lama jauh dari kamu.

I miss you so much, it hurts sometimes. And I love you as big as the universe.

Thank you for being with me through it all. It's us against the world now.

See you soon, Sayang.


- Iqbaal Ramadhan


*** THE END***

PS: Thank you for reading this, everyone. See you when I see you. <33

Continue Reading

You'll Also Like

779K 48.1K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
57K 3.1K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
1.4M 122K 64
Ziel adalah candu. Tawanya Candanya Aroma tubuhnya Senyum manisnya Suara merajuknya dan Umpatannya. . . . "Ngeri bang." - Ziel "Wake up, Zainka."...
399K 14.6K 85
Katanya, tidak ada persahabatan yang abadi antara laki-laki dan perempuan. Lalu bagaimana jika keduanya menemukan seseorang yang berhasil meraih temp...