Forbidden Color

De althearaa

30.7K 4.8K 790

Dalam surat wasiat Carla. Wanita tengah baya itu menginginkan putranya Eren untuk menikahi Mikasa, gadis yang... Mais

Prolog
Tokoh
BLACK 1
BLACK 2
GREEN 1
GREEN 2
BLUE 1
BLUE 2
MAGENTA 1
MAGENTA 2
GREY 1
GREY 2
NAVY 1
NAVY 2
TOSCA 2
FELDGRAU 1
FELDGRAU 2
YELLOW 1
YELLOW 2
WHITE 1
WHITE 2
RED 1
RED 2
MAROON 1
MAROON 2
BROWN 1
BROWN 2
GOLD 1
GOLD 2

TOSCA 1

897 175 12
De althearaa

BGM/ Haruka nakmura ft.luca; helios

🌿


ORANG jatuh cinta itu seperti burung yang indah. Mereka ingin ditangkap tapi tidak mau disakiti.


***


BIRU pirus telaga yang Mikasa lihat. Telaganya luas dengan air jernih berkialauan. Mencerminkan langit yang tak tersaput awan, bersih, perpaduan antara biru dan hijau. Dikelilingi bukit serta pohon pinus sebagai perhiasan. Mikasa menutup mata lalu menarik napas dalam-dalam, kemudian hatinya menjadi tentram. Aroma segar menguar mengobati penat yang menumpuk. Burung bersahut-sahutan di angkasa, berpadu suara jangkrik dan gemerisik daun. Kupu-kupu terbang anggun mengitari ilalang. Begitu damai. Angin berhembus kian melembutkan hati. Mikasa berdiri di balkon besar yang menghadap ke arah telaga. Saat akhir pekan, keluarga Ackerman dan Jaeger memutuskan berlibur di villa milik Grisha. Keputusan itu dibuat secara mendadak guna menenangkan suasana, akibat ketegangan tempo hari.

Mikasa sempat menolak sebab Eren ikut hadir dalam liburan tersebut. Mikasa pikir, liburan ini sama sekali tidak berguna. Suasana hati Mikasa tidak akan berubah selama pria itu berada di dekatnya. Terlebih---Historia juga bergabung memperparah keadaan---Mikasa sontak geram, dia tidak terima, sebenarnya apa yang Eren rencanakan? Misi untuk menghancurkan Mikasa hingga lebur? Atau menjadikannya sebagai masokis kelas atas? Mikasa tidak habis pikir. Bahkan keluarga mereka pun sama saja---kalau mau---Mikasa dan Eren dipisahkan saja jauh-jauh.

Saat keputusan itu diumumkan Mikasa tidak tinggal diam. Pagi tadi Mikasa berlari menuju unit 805, dia gencar menekan bel berkali-kali hingga sang pemilik rumah kesal. Tak lama seorang pemuda keluar dari balik pintu. Wajahnya masam menyipit ke arah Mikasa. Jean menyisir rupa Mikasa yang mengenakan kaus besar dan celana pendek tenggelam dalam kausnya. "Ada apa pagi-pagi mencariku?" tanyanya parau, seolah sisa nyawanya belum sampai ke dunia nyata. Kedua netra Jean nampak sayu, serta rambut yang tidak tertata. Pemuda itu baru saja terjaga dari tidur.

"Ikut aku!"

"Kemana?" Jean bukan cenayang. Apa lagi dalam kondisi setengah sadar, jangankan menebak, berpikir saja Jean belum mampu.

Mikasa memaksa masuk. Kakinya melangkah maju, mendorong pemuda itu menjauh dari ambang pintu. "Cepat mandi, bersiap lah," tegasnya lagi. Menarik satu tangan Jean menuntunnya hingga tehuyung.

Jean dibawa masuk ke dalam beranda, Mikasa menoleh ke segala arah, mencari letak kamar mandi berada. Berhubung kediaman Jean sangat percis dengan kediaman milik Levi, tidak perlu banyak waktu untuk menemukannya. Mikasa berjalan gesit memasukan tubuh Jean ke dalam kamar mandi. Lelaki itu masih kebingungan, belum lagi kepalanya berdenyut hebat. "Tunggu!" Jean menahan pergelangan Mikasa yang sendari tadi mengenggamnya. "Apa yang kamu lakukan? Aku baru tertidur selama dua jam," dalih Jean berterus terang.

Mikasa menelan saliva sebelum menjawab. "Temani aku liburan, cepat mandi, kita berangkat sekarang."

"Ha? Alasanmu tidak masuk akal." Mata Jean berputar malas, mencoba melepaskan tangan Mikasa. Hendak kembali ke kamar untuk melanjutkan aktifitas tidurnya.

"Tidak! Cepat mandi, perlu aku mandikan?" Mikasa berusaha menguasai pintu dengan merentangan tangan lebar-lebar.

"Oke. Baik lah, tapi beri aku satu jam untuk tertidur. Aku sangat mengantuk. Hn?"

"Kamu bisa tidur di mobil nanti. Cepat basuh wajahmu dan sikat gigi. Aku tunggu, mengerti?" mata hazel Mikasa menajam. Sampai mengacungkan satu telunjuknnya ke arah Jean. Pria itu menghembuskan napas kasar. Dengan berat hati, dia memenuhi keinginan Mikasa.

Tidak sampai lima belas menit, Jean keluar dari kamar mandi bersama kepulan uap dan rambut basah. Memandang Mikasa duduk di sofa sembari bersedekap, ada sebuah ransel yang nampak terisi penuh di sampingnya. Halis Jean naik, ransel itu miliknya, sebelumnya tidak ada di sana? Apa benda itu memiliki kaki sehingga bisa berjalan sendiri? Jean kian gemas, kali ini apa yang akan Mikasa perbuat.

"Sudah siap? Ayo berangkat, yang lain sudah menunggu."

"Yang lain?" dahi Jean kian berkerut dalam. Seraya tangan menggosok-gosokan handuk ke rambut.

"Keluargaku," jawab Mikasa cepat, kemudian segera bangkit menyambar ransel yang tepat di sisinya. Ransel yang sudah Mikasa siapkan diam-diam selagi Jean membersihkan diri. Mikasa masuk ke dalam kamar Jean tanpa permisi, menggeledah isi lemarinya dan memasukan baju secara random ke dalam tas.

Sedikit banyaknya kata-kata yang Jean serap, Jean tidak bisa menjawab. Lagi-lagi, Mikasa menarik tangannya tanpa menlejaskan apa pun, dan dia hanya pasrah. Mengikuti langkah kaki Mikasa, gadis itu menuntun Jean lebih lembut kali ini keluar dari unit 805. Mereka menuju lobby apartemen, kemudian sesampainya di sana nampak dua mobil terparkir, serta beberapa orang yang juga menunggu. Mikasa dan Jean lantas mendekat dengan berjalan sejajar. Terlebih tangan mereka yang saling berpaut menciptakan spekulasi bagi siapa pun yang melihat. Jean mengamati orang-orang di sana. Nampak kedua orang tua Mikasa, satu orang pria tengah baya berkaca mata, kemudian Eren, dan sesosok perempuan asing berparas cantik. Jean tidak tahu siapa, rambut perempuan itu mencolok berwarna pirang. Jean mengamati Historia lebih lama, sambil sibuk membuat pertanyaan, siapa orang itu? Jean tidak pernah melihatnya.

"Hallo Jean, maaf kami menganggu akhir pekanmu. Mikasa memaksamu untuk bergabung dengan kami. Semoga kamu tidak keberatan," Charlie menyapa lebih dulu. Jean yang sudah memperkenalkan diri kepada pasangan Ackerman itu, menjawab ramah.

"Selamat pagi paman, sebenarnya aku ..." tahu Jean hendak berkata jujur, Mikasa menginjak sepatu Jean keras-keras. Seolah memberi tanda, aku tidak menerima penolakan! Jean melirik wajah Mikasa yang menyeringai sedingin es, bergidik. "Ah ... Sebenarnya aku sangat senang bisa bergabung dengan keluarga Mikasa. Terima kasih." Jean tersenyum miring seraya dalam hati berkata, sakit!

"Charlie, biar aku ikut denganmu. Anak-anak bisa pergi dengan mobil Eren" Grisha mendekati mobil SUV bergaya lama beberapa langkah. Mikasa tentu menolak keras.

"Ayah! Aku ingin satu mobil dengan Ayah."

"Aku setuju, para orang tua harus memberi ruang untuk kalian. Anak-anak kita pergi secara terpisah, ya? Mikasa, Eren, Jean, Historia, silahkan menikmati liburan ini," tutur Agatha seraya tersenyum penuh arti, lalu masuk ke dalam mobil. Charlie serta Grisha menyusul tanpa meninggalkan banyak kata-kata, mobil yang mereka tumpangi akhirnya melaju. Menjauhi Eren, Mikasa, Jean, serta Historia yang tengah mematung bingung.

Eren berdeham sesaat SUV milik Charlie menghilang dari peredaran. Wajah mereka seketika mengeras. Historia tahu jika Mikasa membencinya. Jean juga tahu kisah asmara Mikasa yang rumit. Mereka bisa merasakan ketegangan satu sama lain. Tidak Historia, tidak, Jean tengah berpikir keras untuk menghancurkan ketegangan tersebut. "Hai kamu teman Mikasa? Kenalkan aku Historia," mata perempuan itu menatap Jean teduh. Perempuan bercitra lebih dewasa, nampaknya lebih tua dari Jean dan Mikasa.

"Ya, aku Jean salam kenal," bibir Jean melengkung indah secara otomatis.

Eren berinisyiatif beringsut ke kursi kemudi. Memberi aba-aba bahwa mereka juga harus segera pergi. "Ayo masuk," ajak Historia dengan nada lembut. Dia mendekati kursi penumpang di bagian depan.

Jean terdiam menunggu persetujuan Mikasa, jujur saja dia sangat dilema.

"Kamu punya SIM? Mobil?" tanya Mikasa. Jean yang merasa pertanyaan itu untuknya segera menjawab.

"Ya, belum lama ini. Ada mobil dinas Ayahku di area parkir basement, Kenapa?"

"Kalau begitu kita pergi saja dengan mobilmu, ide bagus, kan? Dengan begini semuanya lebih baik." Mikasa berbalik menghindari tatapan Historia dan Eren. Pendangan Mikasa berkabut, tiba-tiba gelisah.

"Eh? Tunggu ..." Jean menatap mobil Eren dan wajah Mikasa secara bergantian. "Mikasa dengarkan aku dulu. Aku sangat mengantuk sekarang. Aku memang memilki SIM---tapi jika seperti ini aku tidak menjamin keselamatan kita. Jangan egois! Jangan keras kepala! Kamu mau aku kembali lagi ke apartemenku? Aku sangat mengantuk, kamu lupa?"

Mikasa memincing. "Mikasa ... kamu sudah dewasa. Sudah kukatakan berulang kali, tidak usah dipikirkan. Anggap saja dia hanya kesalahan kecil dalam hidupmu, kemudian meredam ego dengan menahan diri. Memaafkan adalah salah satu kunci untuk bahagia---dan kamu sedang di jalan menuju itu---Mikasa tidak akan pernah kalah, apa lagi dengan hal seperti ini. Kamu harus punya harga diri, bahwa perasaan kamu terlalu berharga untuk disakiti. Maka benci lah dia sepuasmu, benci lah dia sebanyak-banyaknya. Tapi bukan berarti tidak memaafkan. Kamu sudah berjanji untuk menantangnya, bukan? Rencana Tuhan lebih indah. Jangan khawatir."

Jean mengelus telapak Mikasa yang masih mengenggamnya dengan lembut, memohon. Satu tangannya lagi mengelus puncak mahkota Mikasa pelan-pelan. Agar Mikasa tidak membuat masalah apa pun. Mikasa berusaha melunak, meski ada pilihan lain yang dia punya untuk menghindari situasi ini---dia tetap mempertahankan tekad---demi Jean, Mikasa rela tersiksa di dalam mobil Eren.



Selamat hari Minggu dan kembali beraktifitas lagi besok. Semangat 🖤
Jangan lupa reader setia / sider author ngemis vommentnya yaa. Terima kasih 🖤🖤

Continue lendo

Você também vai gostar

172K 14.6K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
311K 23.7K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
127K 9.1K 57
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
50.6K 8K 49
Rahasia dibalik semuanya