Comeback [SasuSaku Fanfiction...

Door MandaNawa_

225K 22K 2K

Sepuluh tahun setelah kegagalannya dalam menjalin rumah tangga dengan Uchiha Sasuke, Sakura akhirnya dapat me... Meer

Prolog
1
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30 (End)
Epilog

2

8.6K 862 36
Door MandaNawa_

Sakura ingat kalau dirinya masih mencoba untuk tidur beberapa saat lalu, tapi kini dia tengah berlari terbirit-birit setelah turun dari taxi, dia tau bahwa semua sudah terlambat tapi dia tetap berlari seolah dia bisa mencegah kecelakaan itu terjadi jika dia berlari sekencang mungkin. Terus berlari, sampai dia tidak menyadari bahwa sejak tadi dia menembus tubuh-tubuh banyak orang yang lewat di depannya. Ah dia tidak peduli itu semua, dia harus segera menemui anaknya. 

Di ujung lorong terlihat suaminya berkacak pinggang dan berjalan mondar-mandir, terlihat betapa gelisahnya wajah itu. Di sana juga ada mertuanya dan kakak ipar suaminya yang saling berpelukan dan menangis. Dia terhenti beberapa langkah sebelum sampai pada tempat mereka berdiri, tepat saat Sasuke menatap tajam kearahnya. Tatapan itu, baru hari itu dia melihatnya, selama mereka bersama tidak pernah Sasuke menatapnya dengan cara seperti itu., sekalipun dia melakukan sebuah kesalahan yang membuat Sasuke marah. 

"Dari mana Kau?" Suara itu keras dan tegas. Sakura terpaku dia mulai ketakutan, air mata yang sedari tadi mengalir terhenti sejenak. "Aku bertanya dari mana kau?

"Aku mengikuti test masuk pergur_"

"Test? hoh dan meninggalkan anakmu di rumah sendirian?" Saat itu mereka tinggal sendiri, setelah kematian ayah Sasuke, Mikoto meminta untuk keluar dari rumah itu karena tidak ingin teringat terus pada Fugaku, akhrinya Mikoto memilih untuk tinggal di apartement Itachi sementara waktu. "Cerdas sekali." Lanjut Sasuke.

"Aku tidak meninggalkannya sendiri, aku sudah menyewa pengasuh untuknya, dan aku hanya meninggalkannya selama 3 Jam. "

"Pengasuh? Kau tau aku tidak percaya dengan mereka. Dan kenapa kau tidak mendiskusikannya denganku dulu?"

"Sudah, dan aku sudah meneleponmu kemarin, kau bilang iya lalukan apa yang aku mau. "

"Tapi kau tidak pernah mengatakan tentang pengasuh, dan Ya Tuhan aku sedang rapat kemarin Sakura dan kau mengeluhkan tentang hal sepele. Apa yang kau harapkan dari jawaban tidak sepenuhnya fokus itu? Aku kira kau cukup cerdas untuk mengerti situasinya."

"Impianku bukan hal sepele Sasuke!"

"Dan kau mengatakan bahwa Sarada hal sepele yang bisa kau tinggal sendiri di rumah?"

"Aku tidak meninggalkannya sendiri, sekali lagi aku kataka_"

"TAPI DIA AKU TEMUKAN DI LANTAI SENDIRI, dengan pergelangan tangan yang membengkak, kau tau kenapa itu terjadi? karena dia berusaha turun dari ranjangnya." Bentakan Sasuke membuat Sakura mundur beberapa langkah, air matanya tidak bisa terbendung lagi. 

"Aku tidak meninggalkannya sendiri, aku tidak begitu Sasuke, aku menyayangi anak kita."

"Jika kau menyayanginya kau tidak akan meninggalkannya pada seorang pengasuh Sakura."

"Tapi aku harus pergi tadi atau tidak aku akan ketinggalan beasiswa kedokteran itu."

"Tuhan,,," Sasuke mengacak rambutnya kasar. "Pesetan dengan beasiswa Sakura, aku bisa membiayamu sekolah ke luar negeri sekalipun, setelah hal ini selesai. Kenapa kau begitu tidak sabar? Oke aku tau sekarang ini untuk biaya sekolah aku tidak mampu, tapi aku sedang memperjuangkannya. Kenapa kau menjadi seperti ini? Kau tidak peduli dengan anakmu lagi?"

"Bagaimana denganmu? kau bahkan jarang pulang, jarang ada waktu untuk kami. Kau tau betapa kesepiannya aku di rumah itu sendiri? Kami juga membutuhkanmu. Jangan mengatakan aku tidak peduli dengan anakku sendiri Sasuke, kau lebih tidak peduli, apa kau ada selama 9 bulan aku mengandungnya? Apa kau ada saat aku melahirkannya? Saat aku kesakitan sendiri di rumah itu, kau tau bagaimana aku ke rumah sakit sendiri saat aku tau aku sudah akan melahirkan? Kau tidak peduli pada kami Sasuke, kau hanya peduli pada pekerjaanmu itu, oh dan ya mungkin kau betah sekali di kantor karena ada wanita itu. Aku lihat dia memang cantik dan Sexy. Apa dia lebih menggairahkan Sasuke_"

Plakk 

Tamparan keras mendarat di pipinya, dulu tamparan itu begitu sakit, begitu panas dan membuat pipinya terasa terbakar. Tapi saat ini dia sudah merasa kebal akan rasa sakit itu, sakitnya lebih di dadanya, bagaimana lelaki yang selalu lembut padanya melakukan hal sekasar itu.

"Aku ingin cerai." Ucap Sakura lirih, karena suaranya saat itu benar-benar tenggelam dalam tangis yang meledak. 

"Sasuke apa yang kau lakukan?" Mikoto sedari tadi diam karena dia merasa tidak berhak ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka, tapi dia pikir saat itu anaknya sudah sangat keterlaluan. 

"Baiklah jika itu maumu! Nikmatilah waktumu beberapa hari ini untuk bersama Sarada setelahnya aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuhnya. " Sasuke pergi menghilang di persimpangan lorong. Ucapan itu bukan hanya sekedar ancaman untuk Sakura, dia benar-benar kehilangan anaknya. 

Seharusnya dia tau kalau Sasuke akan melakukan segala cara untuk mendapatkan hak asuhnya, lelaki itu begitu mencintai Sarada. Dia akan melakukan apapun untuk Sarada, termasuk menceraikannya. Bukan berarti dia cemburu, justru dia senang karena memiliki suami yang begitu menyayangi anaknya tanpa terlihat kesan memanjakan. Sasuke adalah suami idaman setiap wanita, jika saja dia punya lebih banyak waktu untuk keluarganya. 

"Sakura ku mohon tarik ucapanmu itu nak, kasihan Sarada dia masih begitu kecil."

"Maaf ibu aku merasa tidak lagi cocok dengan Sasuke, aku tidak lagi mengenalinya semenjak ayahnya meninggal. Dia tidak mencintaiku lagi."

"Oh Tuhan, dia masih sangat mencintaimu nak, maafkan sikap kasarnya tadi, mungkin dia capek dan dia hanya khawatir pada anaknya, kau bisa menghampirinya sekarang dan peluk dia, minta maaflah semua akan baik-baik saja."

"Aku tidak bisa ibu, aku tidak mau bersamanya lagi. Dan aku juga akan berjuang untuk Sarada. "

"Sakura, tunggu Sakura" Panggilan itu terus menggetarkan gendang telinganya, sampai dia menemukan dirinya sendiri sedang duduk di tangga darurat rumah sakit menangis meraung, mengucapkan kata maaf berulang-ulang sambil mengusap lembut pipinya yang memerah. Suara panggilan itu masih terus terdengar, bahkan lama kelamaan suaranya berubah menjadi lebih berat dan_

"Sakura!" 

Dia tersentak dan mendapati dirinya di ruang istirahat dokter, ruangan itu sudah terlihat terang dan kosong. Padahal sebelumnya dia harus meraba-raba dan mengendap-endap untuk memasuki ruang itu dan merebahkan diri di ranjang yang kosong, tidak ingin mengganggu tidur dokter lain, yang mungkin lebih kelelahan dari pada dirinya. 

"Kau baik-baik saja?" 

"Ya, hanya mimpi buruk." Sakura menerima pelukan lelaki itu, setidaknya pelukan itu selalu membuatnya lebih tenang walau tidak bisa menghilangkan mimpi buruknya. "Terima kasih Sasori."

"Ayo pulang. Kau kosong kan hari ini?" Ucap Sasori sambil membantunya berdiri. 

"Ya aku akan mengganti pakaianku dulu." Sakura beranjak dan menuju ruang ganti. 

"Hei" Ino sedang mengganti pakaiannya dengan pakaian hijau. 

"Ada operasi? "

"Ya, hanya usus buntu. Mau pulang?" Ucap Ino sambil mengikat tali di bahu kirinya. Sakura hanya mengangguk untuk menanggapi itu. "Jadi kapan kalian akan menikah?"

"Oh ayolah kami baru satu bulan bersama. Lagi pula aku masih tidak yakin untuk hal itu."

"Dia mengejarmu sudah lebih dari 15 tahun Sakura. Pikirkan, apakah dia akan seperti mantan suamimu, aku rasa tidak." Ino menutup kembali lokernya dan melewati Sakura yang masih sibuk dengan bajunya. "Lagi pula apa kau tidak ingin ada yang menemani di ranjang, tidak perlu berbohong untuk kebutuhan itu. Dah sampai bertemu besok." 

Ino ada benarnya juga, sudah terlalu lama dia melajang, dan sebenarnya ibunya juga sudah menanyakan tentang hal itu. Tapi mereka tidak tau apa yang sebenarnya ada di dalam hati seorang Sakura. Dia terlalu trauma, dia telah mempercayai betapa bulshitnya pernikahan itu, dia pernah begitu tersanjung, begitu dicintai dengan begitu besar tapi pada akhirnya hanya kekecewaan yang dia terima. Dia juga pernah benar-benar diperjuangkan seperti Sasori memperjuangkannya selama itu. Memang tidak ada yang bisa menjamin kalau kejadian yang menimpanya sepuluh tahun itu tidak akan terulang kembali melalui Sasori, begitu juga tidak ada yang bisa menjamin kalau semua itu akan terulang kembali. 

Jadi, dia memilih untuk hidup dengan dunianya sendiri saja sampai akhirnya dia menemukan kepercayaan diri kembali untuk menikah. Dia begitu menikmati kehidupannya yang sekarang, misalnya menjadi ibu bagi banyak sekali anak di dalam bangunan besar di hadapannya saat ini. Bagunan belanda kuno, dulunya memang rumah itu milik keluarga dari belanda mereka membangun rumah itu bertujuan sebagai tempat yang menampung anak-anak yatim piatu. 

Pagi itu cukup sepi, biasanya dia akan disambut oleh anak-anak kecil yang berlarian memeluknya. 

"Kenapa sepi sekali?"

"Ini musim dingin Sakura, mungkin mereka memilih untuk menghabiskan waktu di dalam rumah." Jawab Sasori yang berjalan di sampingnya. 

Ternyata di dalam tidak sesepi di depan rumah, ramai sekali sekitar 20 anak berbeda umur saling berbicara saling memerkan mainan yang mereka dapatkan. Sakura sampai tidak bisa mendengar jelasnya apa yang sedang mereka semua bicarakan. Seorang anak 3 tahun berlari mundur dan akhirnya menabraknya. 

"Mammy" Panggil anak itu, wajahnya terlihat bahagia sekali, Sakura mengangkatnya dan membawanya dalam gendongan "Lihat, Kakak itu membawa banyak mainan." Sakura mengikuti arah telunjuk kecil itu yang mengarahkannya pada seorang gadis berkaca mata, rambut hitam pekat sebahu. 

Sedangkan gadis itu menatapnya kagum, Sakura bisa melihat ada genangan air di mata gadis itu, mata indah dengan manik gelap segelap rambutnya. Itu anaknya, tidak butuh lama untuk seorang ibu mengenali anaknya, dan mana mungkin dia bisa melupakan sosok yang setiap malam hadir dalam mimpinya. 

"Ma...ma." Sarada berjalan mendekat, membuat beberapa anak yang sudah cukup besar terdiam, menyisahkan anak-anak yang lebih kecil tetap berkutat dengan mainan mereka. 

"Sarada." Sakura meletakan anak yang tadi dia gendong dan berjalan cepat memeluk gadis kecilnya. "Maaf, maaf, maaf, maaf" Ucap Sakura dengan air mata yang berlinang. "Maafkan Mama sayang, Mama meninggalkanmu, maaf." Sakura merasa punggungnya di tepuk-tepuk oleh tangan kecil. Dia merasa begitu buruk saat itu, begitu tidak berguna, ibu macam apa dia yang tidak tau perkembangan anaknya, hingga anaknya menjadi gadis secantik itu. "Oh Tuhan kau cantik sekali." Sakura mengecupi pipi anaknya. 

"Hehehe Mama juga." Ucap Sarada dengan senyuman terlebarnya, bahagia rasanya, tapi kebahagiaan itu tidak pernah bisa terpuaskan, kecuali dia bisa melihat Papa dan Mamanya bersama lagi. 

"Wah jadi kau Sarada?" Sasori mendekat dan mengusap lembut rambut Sarada, senyuman tulus tidak lupa dia hiaskan pada wajahnya. 

"Ini Sasori, umm_"

"Teman Mamamu." Lanjut Sasori, dia terlalu mengeti kalau Sakura tidak bisa menjelaskan hubungannya, lagi pula hubungan itu baru satu bulan dia tidak bisa menuntut banyak. 

"Oh Hai, Uncle." 

"Wah anakmu ramah sekali."

"Ya aku juga baru tau, kau kesini dengan siapa sayang?" Ucap Sakura yang sebenarnya tidak mau memalingkan matanya dari putri kecilnya, tapi matanya harus menyapu ruang takut lelaki itu hadir.

"Dia bersamaku," Izumi baru keluar dari ruang pengurus bersama Yakushi selaku pengurus tertinggi di panti ini. 

"Oh Kak," Sakura menghampirinya dan memeluk Izumi, kemudian cipika-cipiki singkat. 

"Ini rahasia, tenang saja Sasuke tidak tau tentang hal ini. Oh ya, mungkin kau akan sedikit kerepotan satu bulan ini, ya tepatnya aku membawa tiga anak yang harus kau asuh selama satu bulan." Sakura menatap juga kearah yang Izumi tatap, ada dua anak laki-laki seumuran Sarada sedang berdiri kikuk tidak jauh darinya. "Aku harus menemui suamiku di korea, mungkin sekitar tiga minggu, jadi maaf aku titip mereka." 

"Oh tidak, aku tidak keberatan. Terimakasih malah."

"Ya, dan kita punya sedikit masalah, ternyata tidak ada kamar kosong untuk mereka di sini."

"Oh sungguh Kak, aku tidak berniat membiarkan mereka tidur disini, mereka akan tidur di rumahku. Setelah 10 tahun apa kau pikir aku akan rela tidur terpisah dengan anakku, tidak akan."

"Mam masalah kita teratasi." Ucap Izumi pada Yakushi.

"Ya, sekali lagi maaf Sakura kau tau bulan ini banyak pendatang baru."

"Oh sungguh tidak apa-apa." Ucap Sakura, yang benar saja dia tidak akan membiarkan anaknya tidur di kamar lain, satu bulan sebenarnya kurang untuk dia melepas kerinduan tapi dia harus bersyukur. 

"Baiklah anak-anak ayo pulang dulu nanti kita kesini lagi." Setelah berbincang-bincang sebentar,  Izumi langsung berpamitan padanya dengan berat hati.

Rumahnya tidak jauh dari panti, mereka hanya harus melepati dua rumah, dan sampailah di sebuah bangunan sederhana, tapi cukup luas. Rumah yang masih memepertahankan model kuno jepang. Lantainya masih papan kayu, tapi rumah itu bersih dan nyaman. Kelihatan begitu rapuh dan dingin, tapi percayalah rumah itu sudah dihuni 7 turunan oleh pemilik sebelumnya, dan saat kau masuk ke dalam, kehangatan langung menyelimuti kalian. Apa lagi bau masakan yang begitu menyengat dari dapur. 

"Ibu, Ibu lihat siapa yang datang." 

"Siapa?" Mebuki, sama tuanya dengan ibu Sasuke, dia menatap lekat-lekat wajah-wajah baru yang datang ke rumahnya. 

Sasori meletakan barang-barang ketiga anak itu di sana. "Kenali cucumu mom" Ucapnya sambil berjalan kearah dapur, untuk mencari makanan atau apapun yang bisa mengisi perutnya, sejak tadi dia mengeluh lapar. 

"Oh Tuhan, dia cucuku?" Mebuki memeluk Boruto, dengan begitu erat, hingga Boruto kesulitan bernapas. 

"Ayolah Ibu, sejak kapan aku punya anak laki-laki." 

"Oh ya aku lupa, jadi yang mana cucuku?" Mebuki meneliti satu persatu anak-anak di depannya, dengan tawa Sarada memeluk neneknya. 

Aroma balsem dan bercampur aroma masakan entah mengapa aroma itu membuat Sarada lebih tenang, rasanya seperti kerinduan yang terobati. "Aku cucu nenek."

"Oh kau cantik sekali, cucu nenek." Sepertinya hari itu pipi Sarada akan menghilang dari tempatnya, karena Mebuki bukan hanya menciumnya tapi sedikit menggigit dengan bibir keriputnya sangkin gemasnya. 

"Ini temanku nek, Boruto dan Mitsuki."

"Oh Boru dan Suki"

"Nek Boruto dan Mitsuki" Sahut Boruto menjelaskan. 

"Iya Nenek tau tapi terlalu panjang, lebih baik Boru dan Suki lebih cepat." Semua tertawa. 

"Baiklah anak-anak, ayo aku tunjukan kamar kalian."

"Apa aku akan tidur dengan mama?" Ucap Sarada. 

"Pasti sayang." 

"Biar aku saja yang mengantar mereka, kau urus saja, kucing kelaparan itu." Sakura tertawa mendengar suara barang jatuh di dapurnya. 

Sakura langsung meraih spatula kayu yang dipegang Sasori, lalu mengambil alih menggoreng telur. 

"Aku kepalaran, sejak semalam belum makan."

"Mau dibuat sandwich?"

"Tidak aku mau makan sama nasi saja."

"Oke, kau bisa ambil nasinya." Lelaki itu langsung melesat dan mangambil nasi di piring dan kembali di sebelah Sakura untuk menunggu telur ceplok di atas nasinya. 

"Kau senang?"

"Tentu saja."

"Aku tau kau sedikit ketakutan tadi." Sakura meletakan telur di piring Sasori, mematikan kompornya dan membiarkan benda-benda itu tetap di sana. Dia mengikuti Sasori yang sudah duduk di meja makan menyantap makanannya. "Kau takut kalau mantan suamimu ada di sana juga."

"Dan ternyata tidak."

"Jika dia datang apa yang kau lakukan?" Terlihat sekali kecemburuan di mata Sasori. 

"Apa kau tidak menyukai Sarada?" 

"Aku tidak mengatakan itu Sakura, aku menyukainya, aku bisa menyayanginya." 

Sakura memang sempat kacau saat melihat Sarada, takut kalau Sasuke juga datang. Pertanyaan Sasori padanya tidak akan pernah ada jawabannya, dia sendiri tidak tau harus bersiap seperti apa saat lelaki itu datang. "Kau tau aku mencintaimu Sakura, dan aku pasti juga akan mencintai Sarada. Jangan pernah berpikir kalau aku akan membencinya, karena dia anakmu dengan Sasuke. Dan berhenti berpikir buruk tentangku."

"Maaf, aku selalu mengecewakanmu."

"Jadi apa kau pacar Mamaku? 

____________

TBC

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

194K 9.5K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
74.7K 7.5K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
72.1K 3.2K 49
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...
44.8K 3.2K 48
"Jika ada yang harus berkorban dalam cinta ini, maka itu cintaku yang bertepuk sebelah tangan" - Dziya Idzes "Sekat-sekat ruang yang tertutup layakn...