Forbidden Color

By althearaa

30.7K 4.8K 790

Dalam surat wasiat Carla. Wanita tengah baya itu menginginkan putranya Eren untuk menikahi Mikasa, gadis yang... More

Prolog
Tokoh
BLACK 1
BLACK 2
GREEN 1
BLUE 1
BLUE 2
MAGENTA 1
MAGENTA 2
GREY 1
GREY 2
NAVY 1
NAVY 2
TOSCA 1
TOSCA 2
FELDGRAU 1
FELDGRAU 2
YELLOW 1
YELLOW 2
WHITE 1
WHITE 2
RED 1
RED 2
MAROON 1
MAROON 2
BROWN 1
BROWN 2
GOLD 1
GOLD 2

GREEN 2

1K 196 35
By althearaa

BGM / Pink Sweat$; honesty

🌿

HIJAU daun tersaput kabut.

Semua di sekitar lecap. Awan berbondong-bondong membuat kesatuan tameng di angkasa. Menutup akses cahaya matahari menerobos langit-langit. Tatkala riak hujan menganggu, gadis berusia 18 tahun itu tetap menopang dagu di atas meja belajarnya. Serta mata terus mengarah ke seorang pria 27 tahun membelakangi papan tulis. Di dalam kelas yang sunyi suara bariton itu terus bernarasi. Menjabarkan secara relevan mengenai gagasan-gagasan karya sastra terkenal dari Inggris.

Seperti Mary Ann Evans atau yang biasa dikenal dengan George Eliot. Satu-satunya penulis novel wanita yang menggunakan nama pena seorang pria. Atau JRR Tolkien yang seorang profesor Anglo-Saxon di Universitas Oxford, fisiolog sekaligus ahli bahasa yang brilian. Melahirkan karya mendunia seperti The Hobbit dan Lord of The Rings. Bahkan membahas Sir Arthur Conan Doyle sosok pendongeng hebat, jurnalis perang, dokter medis, patriot yang tajam, dan imperialis yang teguh. Menciptakan karakter detektif terkenal sepanjang waktu---Sherlock Holmes.

Kaca jendela dipenuihi tetes-tetes jernih, menempel lalu bergerak turun ditarik gravitasi. Semua siswa dalam kelas senyap, fokus memandang lurus ke depan. Semua siswi mendesis. Mata mereka berbinar, tak peduli cuaca buruk di sana. Tidak peduli udara dingin merasuk lapisan kulit mereka. Eren, guru pengganti itu bergerak memukau di balik podium. Sesekali mencuri pandang ke arah sudut jendela. Seorang gadis berambut hitam dan bermata hazel duduk di sana sibuk menyimak---mungkin---tebaknya.

Mikasa menyisir setiap rupa Eren. Guratan otot di lengan pria itu kokoh, pembuluh darah nampak kasar terbentuk paripurna. Mikasa berfantasi, dia membelai halus lengan itu menyisirnya lembut. Kemudian tangannya menjalar naik menuju ceruk leher, meraba-raba menikmati garis kebiruan hingga merengkuh secara perlahan. Satu kancing kemeja slimfit Eren terbuka, Mikasa mengerang. Dia ingin melepaskan habis semua kancing tersebut.

Terus Mikasa kian berandai. Membayangkan dirinya duduk di atas podium, kemudian bergerak dinamis, menarik tubuh Eren ke dalam dekapannya. Menghirup aroma segar yang melingkupi Eren hingga membuatnya melambung. Napas Mikasa semakin terasa berat, berhembus cepat beradu napas kasar sang pemilik tubuh kekar. Mikasa melenguh, tatkala Eren membelai lekukan pinggulnya. Merasakan sensasi tubuh Eren yang luar biasa membangkitkan hasrat. Mikasa melirik nakal ke sebuah bibir lembab di hadapannya, lamat-lamat bibir itu seolah bicara. Dengan senang hati, cumbu aku. Mikasa menelan ludah. Suara jantungnya membuncah---menguak erotis---meneriakan jika itu terjadi maka Mikasa gembira. Ciuman pertamanya sukses direnggut oleh sosok yang paling dia cintai. Diam-diam di antara pangkal paha gadis itu berkedut.

"Mikasa?" suara bariton memanggil. Mikasa sontak mengerjap, lamunan indahnya porak poranda. Jantung Mikasa bukan lagi berdegup, tapi nyaris berhenti seketika. "Hn?" mata Mikasa membulat, tangannya yang sendari tadi beropang dagu, kini berubah posisi. Mikasa membetulkan letak duduknya tegak. Menyelipkan sebagian rambutnya kebelakang telinga mengusir gugup. "Kamu paham apa yang saya jelaskan?" tatapan Eren tajam cukup mengintimidasi. Eren berjalan beberapa langkah untuk mendekat. Melewati siswa yang terpana menikmati keindahan paras pria itu.

"Siapa novelis favoritmu berdasarkan dari cerita saya tadi?" Mikasa nyenyat, hanya bisa mengigit bibir. Selagi Eren bernarasi dia malah sibuk bergumam. Mikasa melewatkan semuanya, nyaris tidak ada ingatan yang tersangkut secuil pun di otaknya. Mikasa memutar mata ke kanan-ke kiri sembari berdeham, beberapa syaraf Mikasa mendadak kehilangan fungsi. Tapi beberapa syaraf yang lain hendak berkerja keras mencari jawaban dari pertanyan Eren. Mikasa membuang napas kasar, dia menjawab dengan lantang serta penuh percaya diri. "William Shakespeare?"

Spontan pasang mata yang sendari tadi mengiringi Mikasa berkelakar. Gelak tawa hadir memenuhi ruangan kelas yang senyap. Terlebih Eren, bibirnya melengkung sangat indah. "Kenapa tidak sekalian kamu menyebut Leonardo da Vinci? Saya tidak merasa sedang membahas sastra Inggris kuno, Mikasa, tolong perhatikan," tegurnya. Urat malu Mikasa menguar, dia hanya membuat senyum jenaka. Kemudian meruntuki dirinya dengan kata---bodoh. Tidak ada alasan lagi kenapa Mikasa menyebut William Shakespeare, lantaran hanya itu yang dia tahu. Sang pemilik kisah roman klasik bersejarah---Romeo and Juliet.

Riak hujan berhenti seiring melesatnya waktu. Sesaat siraman air langit itu mereda muncul semburat kekuningan dari salah satu arah mata angin. Embun-embun masih menyisakan diri di rerumputan dan semak-semak. Bagai kristal terpantul cahaya matahari. Di bawah pohon pinus yang menjulang tinggi terdapat bangku panjang tanpa senderan. Eren duduk di sana saat jam istirahat sambil membaca buku yang Mikasa duga, adalah buku yang dipenuhi aksara asing.

Seorang perempuan berjalan hati-hati, meredam langkah kakinya agar tidak terdengar. Dia tersenyum penuh makna berjalan mendekat dari balik punggung Eren. Pria itu sepertinya tidak menyadari keberadaan gadis itu, terbukti dia tetap sibuk ke arah buku yang dia pangku di atas kaki yang menyialang. Sejuk angin berhembus memainkan rambut dan rok pendek gadis itu. Suara desau antara ranting dengan ranting menimbulkan irama lembut. Segar udara mengelilingi pekarangan sekolah. Gadis itu berjalan semakin dekat, langkah-demi langkah menutup jarak di antara keduanya.

Dirasa dekat, gadis itu menutup sepasang mata milik Eren. Dia menutupnya dengan kedua telapak tangan membuat sang pemilik indera tak mampu melihat---kecuali warna hitam. Eren terkejut, tapi respon tubuhnya tetap tenang. "Si---a---pa?" tanyanya patah-patah membuat rima lucu. Eren tahu, sang pemilik suara ingin bergurau. Cukup setengah detik Eren menjawab dalam hatinya, dia tersenyum.

"Hentikan," gadis itu menggeleng. "Jawab dulu pertanyaanku, baru aku akan melepaskannya" imbuh si gadis. Lamat-lamat dia bisa mencium bau harum mint dari rambut Eren. "Aku gurumu sekarang, jangan main-main." Kemudian bibir gadis itu cemberut. "Hanya beberapa bulan kan? Padahal aku berharap kamu berada di sini sampai kelulusanku tiba," Mikasa masih mempertahankan posisi, menatap wajah Eren yang sebagian tertutup tanganya. Kepala Eren tepat berada di dada Mikasa, Eren mendongkak sembari melepaskan telapak tangan lentik dari wajahnya. Sekejap. Eren menerobos ke dalam mata hazel-kemerahan milik Mikasa. Hanya sedikit jarak yang tersisa di antara mereka. Sedikit lagi saja, mungkin akan bersatu.

Begitu pun Mikasa, dia menyelam ke pancaran netra tajam dan bening. Indah. Dua-duanya saling terpana. Lambat laun perasaan halus menyusup ke dalam relung Mikasa yang rapuh. Rasa ingin lebih dekat---rasa ingin menjamah---menyentuhnya---merasakannya----bahkan memilikinya. Mikasa membuat tatapan penuh afeksi. Dia mengelus lembut permukaan bibir lembab Eren. Mikasa elus menggunakan ibu jari, digerak-gerakan seperti menyentuh benda berharga. Mikasa nekat mendekatkan wajahnya, dia tidak memikirkan apa pun lagi. Lelaki itu sudah lama memenuhi sanubari, ditaruh dalam tempat paling istimewa dalam tubuh manusia yang berjiwa. Sebuah ruang absrak yang tidak diketahui percis di mana letaknya. Ruang yang tidak bisa lihat mau pun disentuh dengan indera perasa.

Eren tidak sadar, jika gadis yang dulu pernah dia remehkan kini telah tumbuh dan berkembang. Fisik mau pun psikisnya. Payudara berukuran dewasa milik Mikasa, menggetarkan hasratnya. Bibir Mikasa merekah seperti mawar tetap dari dulu terlihat sama, namun terasa berbeda.

"Ini di sekolah," Eren menyetop pergerakan Mikasa. Otomatis perempuan muda itu terdiam. Bukan---itu masalahnya. Eren menolak bibir Mikasa mendarat di bibirnya sebab Eren pikir, gadis itu sedang bergurau. Alasan lainnya adalah, bibir Eren hanya milik Historia seorang, kemudian hubungan di antara guru dan murid bukah kah tidak lazim?

Sesuai janji dewa matahari kembali ke peraduan saat petang tiba. Pikiran Mikasa kembali melayang. Kegusaran serta merta ikut campur dalam hatinya. Entah lah, dia memilih untuk tidak ambil pusing. Karna dia sadar, tingkah dingin Eren semakin lama semakin ketara seiring bertambahnya usia. Tidak seperti dulu Eren yang gemar mengelus puncak mahkota Mikasa, atau memanjakannya dengan ujaran-ujaran lembut. Sekarang Eren terlihat canggung jika berhadapan dengan Mikasa.

"Mikasa, panggilkan kakak-kakakmu bahwa makan malam sudah siap," titah Agatha yang berdiri sejajar dengannya di depan meja besar. Eren yang kebetulan menetap di desa untuk sementara selama dia bekerja di sekolah menengah atas---menggatikan guru kesenian Mikasa yang dalam masa cuti melahirkan. Sesekali dia juga pulang ke kota untuk mengurusi sisa studinya yang kini mencapai starta dua. Levi yang juga sibuk dalam masa intern memutuskan pulang berkumpul dengan keluarga---atau mungkin Eren yang mengajaknya kembali ke desa karna dia kesepian.

Mikasa berjalan lambat sampai langkah kakinya tak bersuara. Perempuan itu berjalan melewati lorong menuju pintu yang berada di sebrang kamarnya. Pintu tersebut terbuka sedikit, terdengar suara riuh percakapan antara orang dua pria dewasa. Semakin Mikasa mendekat, suara mereka kian terdengar jelas. "Apa? Mikasa berusaha untuk menciummu?" Levi tertawa keras.

"Jangan berisik, nanti dia dengar" Eren menepuk kasar pundak Levi. Dia menceritakan apa yang terjadi tadi siang. "Aahahaha! Tidak apa-apa, anak itu sedang di bawah" Levi menyeka ekor matanya karna puas tertawa. Tanpa sadar membuat Mikasa sebagai objek lelucon. "Kalau pun kalian berciuman pasti rasanya sangat berbeda dengan Historia, atau bahkan Hanji. Tahu apa anak itu, astaga ..." timpal Levi perutnya masih terkelitik geli. Eren tersenyum remeh. "Lagi pula aku tidak minat dengan anak kecil. Dia bukan seleraku, gila saja."

"Tapi kasihan juga anak itu. Harusnya dia mengencani laki-laki seusianya bukan? Ada-ada saja. Nanti akan kuceramahi dia." Eren tidak merespon, enggan ikut campur. Biarlah. Eren serta Levi yang tengah berbaring di atas karpet sambil memainkan ponsel, seketika mengguling---menengok ke arah pintu yang terbuka secara tiba-tiba. Hampir memotong percakapan mereka.

"Kakak ... Makan malam sudah siap."

Mandadak wajah Eren dan Levi mengeras. Tengang. Apa Mikasa dengar apa yang mereka bahas barusan?



Continue Reading

You'll Also Like

442K 4.6K 85
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
55.4K 5K 45
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
663K 50.8K 62
Abigaeil, namanya manis dan imut anaknya si buntalan daging mengemaskan yang selalu menjadi primadona para tetangganya. si bucin Pai coklat dari nene...
35.9K 7.3K 10
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...