Project Big Boss / PBB [END]✅

Od PrimadonnaPinky

1.9M 79.4K 57K

Adult Romance 18++ Sepenggal kisah seorang pria dewasa yang sulit melupakan masalalu dan seorang wanita yang... Viac

Prolog
Part 1 [New Project started]
Part 2 [Keangkuhan keduanya]
Part 3 [Hukuman untuk Shelly]
Part 4 [Mandi bersama es?]
Part 5 [Antara benci dan Cinta]
Part 6 [Bunga Lily untuk Lily]
Part 7 [Derita Perkawinan bagian 1]
Part 7 [Derita Perkawinan bagian 2]
Part 8 [Manis dan Pahit++]
Part 9 [Cemburu]
Part 10 [Big Boss Murka]
Part 11 [Sakit hati Shelly++]
Part 12 [Kembali untuk Shelly]
Part 13 [First Love vs Last Love]
Part 14 [Salah Sasaran]
Part 15 [Sekali Lagi]
Part 16 [Tinggalkan Saja++]
Part 17 [Mr X and...?]
Part 18 [Pembalasan bagian 1]
Part 18 [Pembalasan bagian 2]
Part 19 [Sisi Jahat Arli]
Part 20 [Sex untuk Arli++]
Part 21 [Depresi jiwa bagian 1]
Part 21 [Depresi Jiwa bagian 2]
Part 22 [Kebenaran Hati bagian 1]
Part 22 [Kebenaran hati bagian 2]
Part 23 [Shelly di culik??]
Part 24 [Arli hyper sex]
Part 25 [Terciduk..?++]
Part 26 [Stupid Love]
Part 27 [Broken heart++]
Part 28 [Terulang lagi++]
Visual Karakter
Part 30 [Poor Rabbit]
Part 31 [Tangis Shelly]
Part 32 [Melunak..??]
Part 33 [Birthday Party]
Part 34 [Mr x is back]
Part 35 [Keikhlasan]
Part 36 [Rahasia hati]
Part 37 [Love you]
Part 38 [Only you]
Part 39 [Las vegas and you]
Part 40 [Kiss Me++]
Pengumuman!!!
Part 41 [Making Love++]
Part 42 [Casino and Fountain]
Part 43 [Us]
part 44 [Shelly's heart]
Part 45 [Open your heart]
Part 46 [Happiness]
Part 47 [Honeymoon++]
Part 48 [Between Us]
Part 49 [Troublemaker]
Part 50 [He was gone]
Part 51 [Flashback Yuda]
Part 52 [Romance]
Part 53 [Happy end]
Part 54 [How fast time flies]
are you ready?
Part 55 [Just the two of us]
Part 56 [Project finish]
Part 57 [Broken]
Part 58 [Flashback Arli]
Part 59 [Flashback Martin]
Part 60 [Mum, I'm home]
Part 61[Marriage]
BUKAN UP DATE
Part 62 [Sad Ending]

Part 29 [Senyum Shelly]

23.4K 992 1.3K
Od PrimadonnaPinky

Pemain: Shelly Cassandra
               Arli Juan Moreno

No Copas No Bully

"JANGAN PANDANGI ISTRIKU LEBIH DARI SATU DETIK YUDA!!"

Yuda sedikit tersentak memalingkan wajahnya dari menatap Shelly, membalikkan badan dan menundukkan wajah berjalan mendahului Arli, sedangkan Arli tanpa melihat Shelly melangkah menyusul Yuda dari belakang dengan wajah yang tidak lagi bersahabat.

Di luar kamar sudah ada Ion dan Mett yang berdiri tepat di depan pintu.

"Aku pergi! Aku ingatkan untuk berjaga sampe aku kembali, ngerti kalian!" titah Arli tepat di hadapan Ion dan Mett.

"Yes sir!" Mett dan Ion serentak berkata dan mengangguk paham.

Di dalam lift menuju lantai dasar Yuda yang sedari tadi bungkam akhirnya mengatakan yang mengganjal isi hatinya.

"Big Boss," serunya dengan rasa hormat. "Saya---"

"Nanti saja kalo mau bahas kerjaan di meja rapat direksi Yud," potong Arli dingin tanpa melihat ke arah Yuda di sampingnya.

"Saya bukan mau membahas masalah meeting hari ini Big Boss," seru Yuda membuat Arli akhirnya menoleh ke arahnya.

"So what Yud?"

"Nyonya Shelly,"  jawab Yuda datar.

"Apa aku sedang bertanya tentang dia?" Arli balik bertanya dengan ekspresi yang semakin tidak senang.

"Big Boss saya cu---"

"Jawab saja pertanyaanku!" nada suara Arli meninggi tidak ingin di bantah.

"Depresi," jawab Yuda dengan mimik wajahnya yang tetap tenang jauh dari gugup dan rasa takut.

"What the fuck you mean?" maki Arli tidak lagi bisa menahan emosinya. Dia menarik kerah jas hitam Yuda dengan kasar.

Ting!

Bersamaan dengan tangan Arli yang masih mencengkeram erat kerah jas Yuda pintu lift terbuka lebar. Lalu Arli melepas tangannya dari jas Yuda dan melangkah keluar dari dalam lift berdua dengan Yuda.

Saat satu langkah keluar dari pintu lift yuda kembali bersuara.

"Bebaskan Nyonya Shelly Big Boss."

Degh!

Kalimat Yuda bagai hantaman palu yang sangat keras di hatinya. Menghantam sangat sakit.

Seketika jantung Arli berdetak sangat cepat secepat matanya yang langsung melirik tajam ke arah Yuda.

"Apa kau bilang?" cicit Arli sangat marah.

Arli melangkah berdiri tepat di hadapan Yuda.

"Kau sadar yang kau ucapkan barusan hah!?"

"Kau ingin aku membebaskan Lily begitu!"

"Menceraikannya!"

"Lalu membiarkan dia bersama masa lalunya begitu!"

Yuda akhirnya menghela napas berat mendengar rentetan-rentetan kata Arli yang berasumsi bodoh terhadap maksud ucapannya tadi.

"Big Boss maksud saya biarkan Nyonya Shelly keluar bebas dari kamarnya! Bukan keluar dari kehidupan Big Boss."

Arli terdiam. Dahinya berkerut. Arli berpikir mencoba mengerti omongan Yuda barusan.

"Kau?"

"Terus-terusan mengurung Nyonya Shelly di dalam kamar hanya akan membuatnya semakin tertekan. Lama-lama Nyonya Shelly bisa depresi lagi seperti dulu. Seharusnya Big Boss pikirkan itu?"

Tangan Arli gemetar seketika menahan diri ingin menonjok bibir Yuda karena kata-kata Yuda barusan sangat tidak dimengerti olehnya.

"Yuda kenapa Lily bisa depresi!? Aku cuma tidak mengizinkannya keluar dari kamar! Bukan mengurungnya di ruangan gelap! Lagipula fasilitas kamarku lengkap! Apa pun bisa Lily lakukan di sana."

"Apa pun?" wajah Yuda terlihat tidak percaya bag detektif yang sedang mengintrogasi.

"Yeah..., jangan melihatku dengan wajah seperti itu Yuda. Tentu saja tidak ada fasilitas wifi untuknya. Aku tidak ingin dia berkomunikasi dengan siapa pun! Siapa pun itu kecuali pelayan manssion," jelas Arli jujur.

"Itu saja sudah bisa membuat Nyonya Shelly tertekan di tambah lagi kalian sering bertengkar setiap hari," terang Yuda yakin sambil melihat wajah Arli.

"Kau jangan sok tau Yuda ingat derajatmu!" maki Arli tidak terima.

"Baik! Terserah Big Boss! Mungkin apa yang saya lihat barusan sarapan kalian yang jatuh berantakan karena gempa bumi bukan akibat pertengkaran."

Crap!

Arli tidak bisa berkata apa-apa lagi sindiran Yuda sangat tepat sasaran. Kejadian barusan di kamar adalah salah satu pertengkaran mereka.

Sialan kau Yuda! Walaupun aku tidak ingin melakukannya tapi demi Lily... Dari pada dia depresi seperti dulu...

Brengsek! Kenapa dia selalu tahu tentang Lily?

Awas saja! Sampe kau jatuh cinta padanya kuhabiskan kau! Tidak peduli Lily melindungi kau atau tidak! Kau pasti mati di tanganku.

Dengan wajah masam Arli merogoh saku celana mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Mett! Biarkan Lily keluar dari kamar, izinkan dia keluar ke mana pun yang dia mau tapi hanya di sekitar manssion! Awasi dia! Kau mengerti!" titah Arli arrogan dari balik ponselnya.

Setelah mendengar jawaban dari Mett, Arli menatap Yuda sambil menyimpan kembali ponselnya di saku celananya.

"Kau senang?" seru Arli dingin.

"Seharusnya Big Boss melakukannya sejak seminggu yang lalu."

"Shut up Yud and don't say anything else! Aku ingin tenang sampe ke kantor!"

Yuda menundukkan kepalanya sekali tanda mengerti. Tapi tanpa Arli sadari diam-diam sebenarnya Yuda tersenyum miring karena rencananya hampir berhasil.

"Semoga dia menemukannya," harap Yuda di hatinya.

***

--Di kamar--

Shelly menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis akibat kelakuan Arli beberapa menit yang lalu. Dia terduduk di pinggiran tempat tidurnya. Berusaha mengalihkan pikirannya yang kalut. Tapi tetap saja hanya kejadian itu yang terbayang.

Kenapa rasanya sakit sekali? Kenapa sesakit ini? Jahat sekali dia! Jahat sekali iblis itu! Padahal ini udah kesekian kalinya tapi kenapa rasanya tetap sesakit ini.

Sampai kapan aku menderita seperti ini? Kapan?

Shelly mungkin akan menangis jika seseorang yang datang tidak menyapanya pagi itu.

"Nyonya Shelly," seru Mett ke arah Shelly. Wanita itu menoleh dengan matanya yang merah.

"Ke...kenapa Mett?" Shelly menyeka ke dua matanya. Berusaha bersikap seakan dia baik-baik saja. "Ada yang ingin kamu sampaikan?"

"Big Boss mengizinkan Nyonya Shelly keluar dari kamar, asal hanya di sekitar manssion. Silahkan Nyonya," Mett menggerakkan satu tangannya, sedikit membungkukkan badan memberi hormat pada majikannya.

"Apa?" Shelly berdiri kaget dan hampir tidak percaya dengan apa yang di dengarnya barusan. "Aku boleh keluar?"

"Sungguh?!" wajah Shelly seketika merona senang seakan kesedihannya sirna seketika.

Mett yang melihat senyum bahagia di wajah Shelly ikut-ikutan kikuk karena bagi Mett bias wajah majikannya kali ini benar-benar membuatnya takjub salting luar biasa.

"Astaga..., Cantik sekali dia," batin Mett memuji.

Tapi sedetik kemudian Mett sadar dia baru saja memikirkan hal yang tidak boleh! Mett menggeleng kepalanya sambil memejamkan mata melafalkan kalimat untuk dirinya sendiri.

Apa yang baru saja kau pikirkan Mett! Dia itu majikanmu! Dasar kau bodoh!

Karena terlalu asyik pada pikirannya sendiri Mett tidak menyadari Shelly sudah lenyap dari pandangannya.

"Loh? Nyonya Shelly? Mana dia?" cicit Mett kaget melihat sekelilingnya tapi perempuan itu sudah tidak ada di kamarnya.

Oh God! Cepat sekali menghilangnya.

Mett bergegas berlari keluar kamar sambil berteriak lantang memanggil Shelly.

"Nyonya Shelly! Tunggu!"

***

Dua puluh menit kemudian Shelly sudah sampai di taman bunga yang penuh dengan bunga Lily kesukaannya di susul Mett yang ikut-ikutan berlari mengejar dirinya.

Puluhan pelayan dan bodyguard yang bertugas hanya melihat tidak percaya ke arah mereka berdua.

"Kenapa mereka berlarian seperti anak kecil?" tanya salah satu pelayan yang sedang mengepel di halaman samping manssion tersebut.

"Mungkin Tuan Arli yang nyuruh," bisik pelayan yang lainnya terkekeh geli.

--Taman Bunga--

Mett berusaha mengatur napasnya naik-turun. Mett tidak menyangka jika Shelly berlari dari lantai tiga tanpa menggunakan lift. Bisa bayangkan manssion seluas itu Mett harus mengejar Shelly hingga ke taman bunga yang lumayan jauh dari dalam manssion.

"Astaga! Nyonya Shelly! Lari anda cepat sekali! Kenapa tidak berjalan saja?" tanya Mett di sela-sela napasnya yang terasa mau habis.

"Hitung-hitung olahraga Mett," goda Shelly dengan senyuman manisnya. "Aku sudah lama tidak lari-lari seperti tadi, seru sekali ternyata!"

Mett melihat wajah Shelly yang tersenyum membuatnya sekali lagi salting tidak menentu. Bola mata Mett dialihkannya entah ke mana.

"Untung kamu istri Big Boss jika tidak mungkin sekarang sudah kubawa kabur," batin Mett.

"Mett?" panggil Shelly karena Mett masih saja tidak mau melihat ke arahnya. "Kamu baik-baik saja?"

Mett menoleh ke Shelly melihatnya bingung, "Saya baik-baik saja Nyonya Shelly. Memang kenapa Nyonya?"

"Oh syukurlah, soalnya wajah kamu merah banget. Aku pikir kamu kenapa-napa," tunjuk Shelly ke arah wajah Mett.

"Eh? Eh?" Mett yang semakin salting dan gugup segera mencari cara agar segera keluar dari obrolan berbahaya tersebut. "Merah? Mungkin ini karena saya kehausan ngejar Nyonya. Saya permisi dulu minta minuman. Nyonya jangan ke mana-mana di sini saja. Sebentar lagi saya kembali."

"Oh..., okay," Shelly mengangguk patuh lalu kembali menoleh dan melangkah ke arah taman yang di tanami berbagai warna bunga Lily, bunga kesukaannya.

Sebelum pergi Mett kembali bersuara ke arah Shelly, "Saya juga akan membawakan minuman buat Nyonya Shelly."

Shelly menoleh, lagi-lagi mengangguk tersenyum, "Boleh! Terima kasih Mett."

***

Tangan Shelly mengambil beberapa tangkai bunga Lily yang berwarna putih dan kuning yang di tanam langsung di taman tersebut lalu tiba-tiba entah datang dari mana dia seperti mendengar suara dari tumpukan bunga Lily tidak jauh dari arah matanya.

Awalnya shelly tidak peduli, tapi suara itu terus saja mengganggunya.

Seetth...

Seetth....

Semakin lama, suara itu semakin mengusik ketenangan Shelly karena sepertinya bunga Lily di taman itu bisa rusak karena binatang yang tidak terlihat itu.

Mungkin itu tikus, anak kucing, anjing atau...

Shelly tidak sanggup memikirkannya, dia lebih memilih memanggil Mett, pelayanan atau penjaga kebun. Siapa saja asal manusia yang bisa di mintai tolong olehnya.

Seeettth...

Seeetthh...

"Mett!" teriak Shelly tapi matanya tetap fokus ke arah taman bunga Lily yang terus bergerak-gerak tersebut. "Mett!"

"Penjaga!"

"Hey! Siapa saja! Tidak ada-kah yang mendengar suaraku!!" pekik Shelly sedikit takut.

Sreeethh...

"Gimana nih...?" batin Shelly takut. "Kenapa Mett lama sekali? Kenapa di saat seperti ini tidak ada yang nyariin aku sih?"

Sreeettthh....

Sreertthh....

Suara daun tanaman bunga Lily terus saja bergoyang bergerak semakin cepat dan membuat jantung Shelly berdegup kencang.

Shelly yang dilanda ketakutan menarik diri hendak mundur menjauh. Baru saja melangkah dua langkah ke belakang tiba-tiba Shelly dikagetkan dengan binatang yang meloncat ke arahnya.

"Kkyyyaaaa!!"

Mata Shelly terpejam kaget dan refleks bunga-bunga yang baru di petiknya bersama tangkai jatuh berserakan di tanah yang berumput hijau terawat itu.

"Pergi! Pergi! Hush! Hush!"

Dengan mata yang masih terpejam Shelly mengusir binatang entah itu apa, tangannya menyibak ke sana kemari membuat seseorang yang baru datang bertanya bingung ke arahnya.

"Nyonya Shelly? Nyonya kenapa?"

"Eh?!" mata Shelly terbuka dan segera berlindung di belakang Mett. "Itu! Itu! Di sana ada binatang buas! Itu Mett!"

Dengan tubuh yang masih di belakang Mett, Shelly menunjuk melalui jari telunjuknya tepat di depan Mett.

Mett melihat binatang yang di maksud Shelly dan meletakkan dua minuman yang baru di bawanya. Meletakkan di rumput yang Mett rasa tidak akan membuat minuman itu tumpah.

Lalu Mett melangkah lambat dan...

"Oohh.. Anak kelinci! Nyonya Shelly takut kelinci," Mett berjongkok dan mengelus bulu putih anak kelinci tersebut. "Padahal kelinci ini manis tidak ada seram-seramnya."

Mata Shelly terbuka dan melihat ke depan, tepat sekali seekor anak kelinci berhasil membuat Shelly histeris kesenangan.

"Huuuwaaahh... Maniiiisnyaa," Shelly tidak tahan untuk tidak menyentuh anak kelinci kecil tersebut.

Tanpa menunggu persetujuan Mett Shelly mengelus dan menggendong kelinci berukuran kecil tersebut.

"Mett punya siapa kelinci ini?" tanya Shelly dengan mata yang berbinar-binar.

Mett menggeleng tidak tahu. Sebenarnya Mett masih bingung, bagaimana bisa ada binatang nyasar di manssion milik Big Boss-nya itu, mengingat penjagaan manssion Arli sangat ketat lengkap dengan sensor dan cctv di mana-mana.

"Saya tidak tau nyonya Shelly mungkin kelinci dari hutan, berikan pada saya biar saya suruh seseorang untuk membuangnya," tangan Mett sudah terulur ingin mengambil anak kelinci tersebut.

"Jangan!!" Shelly langsung mendekap kelinci tersebut disamping pinggangnya melalui ke dua tangannya.

"Jangan di buang! Kasian.., di sini aja biar aku yang pelihara kelinci ini. Boleh ya Mett?" pinta Shelly semangat.

Apa katanya?

Mett bingung harus bersikap bagaimana. Mengizinkan anak kelinci itu di pelihara Shelly tanpa izin dari Arli. Mungkin pria itu akan marah besar, mengingat Arli pernah memperingatkan mereka semua untuk tidak memberikan apa pun pada Shelly tanpa persetujuannya terlebih dahulu.

"Tapi Big Boss melarang kami semua memberikan apa pun itu pada Nyonya Shelly tanpa seizin darinya," Mett berusaha mencari alasan agar Shelly melepaskan anak kelinci itu.

"Kan aku yang menemukannya bukan kamu atau siapa pun jadi bolehkan aku pelihara kelinci kecil ini? Boleh kan Mett?" mata Shelly semakin memohon gemes ke arah Mett.

Oh God! Kenapa harus aku yang di tugaskan mengawasi wanita ini? Manis sekali dia.

"Hufh! Tapi Nyonya...," Mett masih tetap pada pendiriannya.

"Tenang saja! Nanti kalo Ali pulang aku sendiri yang akan bilang dengannya. Aku yakin dia pasti bolehin aku pelihara kelinci manis ini," jelas Shelly yakin masih memeluk anak kelinci tersebut. "Jadi boleh ya?"

Lagi-lagi Mett dibuat salah tingkah. Mau tidak mau Mett akhirnya mengangguk pasrah.

Anggukan Mett di balas senyuman oleh Shelly lalu wanita itu kembali melihat kelinci-nya berjalan pergi sambil berbicara pada binatang itu.

"Kau pasti laparkan Miu? Kita cari sayuran untukmu di dapur okay?"

Belum apa-apa Shelly sudah punya nama untuk anak kelinci itu membuat Mett gundah.

Apa Big Boss tidak akan marah jika istrinya memelihara binatang itu?

Tapi daripada memikirkan itu Mett lebih antusias melihat senyum riang majikannya. Rasanya senyuman lebar kali ini adalah senyuman kebahagiaan yang tidak pernah Shelly perlihatkan pada siapa pun termasuk big Boss-nya.

***

Pukul 13.34 wib

Tepat di gedung kantor milik Arli.

--Private room--

Seorang pria yang tengah duduk di pinggiran king size sedang menyisir rambutnya dengan dua tangannya membiarkan wanita yang tadi tidur tepat di belakang punggungnya kini duduk manis di kedua paha Arli.

Wanita itu hanya menutupi tubuhnya dengan sehelai handuk putih yang di lilit di dadanya yang berukuran cukup besar.

"Nggak mau main lagi sayang," godanya membelai tubuh Arli yang tidak berbalut kemeja. Otot-otot kekarnya dibelai jari lentik wanita itu.

"Turun Yunka," titah Arli dingin. "Aku mau ke meja kerjaku."

Wanita itu menolak, dia menyilangkan kedua tangannya di leher Arli lalu menggeleng, "No! Aku masih mau di sini honey."

"Kau mau kakakmu melihat kita lagi begitu? Baik! Jika kau siap di marahinya lagi. Aku tidak apa-apa," terang Arli masih dengan wajah datarnya.

"Aku tidak takut dia marah," jawabnya sambil mengecup bibir Arli. "Aku lebih takut kehilangan kamu sayang."

Arli menatap sekretarisnya dengan tatapan biasa saja. Tidak ada yang membuatnya tertarik kecuali percintaan mereka di ranjang.

"Really?" senyum dingin Arli membuat wanita di hadapannya semakin melilit tangannya diri leher Arli.

"What do you doubt about me baby?" godanya genit.

Arli menggeleng lambat, "Tidak penting Yunka. Kiss me now."

Tanpa ragu Yunka kembali mengecup bibir Arli. Lebih lama dari yang tadi.

"Tentu sayang."

"Uugghh...," Yunka ingin membuat Arli kepanasan tapi malah hasratnya sendiri yang semakin menggila. Selesai berciuman Arli memerintahkan sekali lagi sekretarisnya itu turun dari pangkuannya.

"Turun Yunka, aku buru-buru," titah Arli tegas.

Dahi Yunka berkerut bingung. Tapi kali ini Yunka melunak dia turun dari pangkuan Arli. Sedangkan pria itu segera mengenakan kembali kemeja dan jasnya membuat Yunka semakin penasaran.

"Apa sih yang membuatmu terlihat berbeda lima bulan ini?" Yunka bertanya karena dia masih tidak tahu jawabannya.

"Karena ada seseorang yang menungguku di rumah," batin Arli.

Pria itu menoleh ke arah Yunka setelah selesai berpakaian, "Tanyakan pada kakakmu Yuda jika kau ingin tau. Tapi itu pun kalo dia mau cerita pada kau Yunka."

"Iiiih Arli kok gitu sih," rengeknya berharap Arli luluh pada kata-katanya barusan.

"Jangan seperti bayi Yunka! Cepat pake baju dan kembali ke ruanganmu," titah Arli sangat tegas. "Aku keluar."

Ceklik!

Arli menarik daun pintu dan melihat seseorang yang berdiri dingin menatap Arli juga Yunka.

"Hey Yud."


--Tbc--

12.13
Rabu, 20 november 2019

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

316K 12.7K 32
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
179K 13.2K 27
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
691K 135K 45
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
SECOND Od FLO

Romantika

304K 28.5K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...