Meaning Of Love

By elysianauthor_

45.6K 6.6K 1.9K

Sooji Melihat orang yang kucintai tersenyum, walau hatiku hancur. Itulah arti cinta bagiku.. Myungsoo Melaku... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
M.E.E.T.U.P.W.I.T.H.C.A.S.T
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
Part 49
Part 50
Part 51
Part 52

Part 22

798 149 77
By elysianauthor_

Happy Reading .. 🌻🌻🌻


Myungsoo terlihat mencoba menghubungi seseorang berkali – kali. Mengabaikan makanannya yang mulai dingin.

"Kau sedang memastikan sekretarismu sampai di rumah dengan selamat ya?" tanya Hayoung dengan mulut yang penuh sushi.

Myungsoo mendengus sambil menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Hayoung. "Kakek memintaku mengatur makan malam dengan rekan bisnisnya. Tapi orang itu tak bisa dihubungi. Tak ada respon."

Hayoung yang mendengar hanya mengangguk – angguk tanda paham. "Mungkin sedang sibuk. Ayo habiskan makananmu oppa, sudah mulai dingin."

Myungsoo menyerah. Mungkin Hayoung benar. Tn. Bae memang sedang sibuk. Dia akan mencoba menghubunginya lagi nanti. Dia meletakkan ponselnya di meja dan mengikuti suruhan Hayoung untuk mulai makan. Mereka berdua memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu sebelum pergi ke rumah sakit.

Hayoung menghubungi Myungsoo untuk menemaninya menjenguk sahabatnya yang baru saja melahirkan. Hayoung belum lama pulang ke Korea setelah menyelesaikan studinya di luar negeri, akibatnya dia tak punya banyak teman. Jadi dia tak punya pilihan selain mengajak Myungsoo hari ini.

"Kapan kekasihmu akan datang?" tanya Myungsoo.

"Entah. Dia bilang masih sibuk menyiapkan tesisnya."

"Kau yakin dia tidak selingkuh disana?"

Hayoung menghentakkan sumpitnya ke meja dengan suara keras. "Kau berniat membuat hubunganku rusak ya? Aku tidak suka padamu. Jadi jangan berusaha mendapatkan aku."

Myungsoo tertawa. "Dia tahu tentang aku?"

Hayoung mengangguk sambil kembali mengambil sushinya lagi di piring.

"Dia tidak cemburu?"

"Untuk apa cemburu denganmu? Dia bukan tipe pencemburu."

"Kau yakin? Aku kan sangat tampan. Wajahku bahkan menduduki peringkat pertama sebagai model wajah yang paling diinginkan untuk konstruksi operasi plastik."

Hayoung tersedak. "Kau sudah gila. Kupikir kau adalah manusia tanpa emosi saat pertama kali bertemu. Kau seperti es batu. Tapi ternyata aku tertipu. Kau manusia paling tidak tahu malu yang pernah kutemui oppa."

Myungsoo tertawa keras.

"Kau sedang bahagia ya? Kuperhatikan dari tadi sikapmu sangat aneh."

"Seperti apa misalnya?"

Hayoung meneguk minumannya sambil mengangkat bahu.

"Sangat terlihat ya?" Myungsoo ikut meneguk kopinya.

"Jadi benar kau sedang bahagia? Kenapa? Ayo ceritakan." Hayoung berseru antusias sambil menopang dagunya dengan dua tangan di atas meja.

"Kau batal menjenguk temanmu?" tanya Myungsoo mengalihkan perhatian sambil mengiris potongan terakhir daging steaknya. Entah kenapa dia merasa ini belum saatnya untuk menceritakan tentang Sooji pada orang lain selain keluarganya.

"Masih banyak waktu. Lagipula Oppa juga belum selesai makan."

"Akan kuceritakan nanti." Myungsoo meneguk kopinya sebelum mengelap mulutnya dan berdiri. "Kita pergi sekarang."

Mobil Myungsoo mulai meninggalkan pelataran restoran saat Hayoung menagih janjinya untuk bercerita. Myungsoo menghela nafas. Bertambah satu lagi wanita keras kepala di sekitarnya.

"Kau ingat aku menghampiri seorang wanita saat menemanimu ke acara pernikahan temanmu beberapa hari yang lalu?" tanya Myungsoo untuk mengawali ceritanya.

Hayoung menelengkan kepalanya. Dia mengingat-ingat. "Entahlah. Aku tidak yakin."

"Sepertinya aku menyukainya."

"Lalu?"

"Apanya?"

"Hanya itu? Begitu saja?"

Myungsoo mengangguk. Hayoung melotot tak percaya. "Kau sungguh sangat buruk dalam bercerita."

Myungsoo terkekeh. Hal kemarin malam terulang lagi. Di hadapan keluarganya saja dia tak tahu harus bicara apa. "Aku tidak tahu apa yang harus kuceritakan."

"Kau mengenalnya?"

Myungsoo mengangguk. "Dia adik sepupu sahabatku."

"Aku ingin bertemu dengannya."

Myungsoo mengerutkan keningnya. "Untuk apa?"

"Kita masih akan sering bertemu kan? Dari ceritamu sepertinya kalian masih dalam tahap saling mengenal. Jika aku tidak bertemu dengannya, dan dia melihat kita di suatu tempat dia bisa cemburu dan salah sangka nanti."

Myungsoo tertawa. "Konyol. Dasar wanita dan pikirannya."

"Ish.. aku serius oppa. Kau mau jika nanti dia menjauhimu karena dia berpikir aku kekasihmu, seperti sekretarismu tadi?"

Myungsoo geleng – geleng sambil masih saja tertawa. "Ayo turun. Kita sudah sampai."

Myungsoo lagi – lagi mengecek ponselnya sambil menunggu Hayoung bertanya pada resepsionis dimana kamar rawat temannya.

"Tn. Bae belum menghubungiku. Sepertinya dia benar – benar sibuk." gumam Myungsoo. Dia ragu harus menghubungi Tn. Bae lagi atau tetap menunggu.

Myungsoo mengangkat kepalanya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling lobi rumah sakit. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia pergi ke rumah sakit. Dia tak punya alasan untuk sering pergi kesana. Setiap bulan akan ada dokter keluarga yang datang ke rumah untuk mengecek kondisi kesehatan anggota keluarga Kim. Jadi mereka tak perlu datang ke rumah sakit.

Pandangan Myungsoo terhenti pada satu sudut. Dia memperhatikan seorang wanita yang berjongkok disana sendirian. Wanita itu memeluk tubuhnya sendiri sambil menunduk dalam. Tak lama kemudian dia bersandar pada dinding rumah sakit. Tak ada tanda – tanda keluarganya di sekitarnya.

Myungsoo melangkah berniat menghampirinya, merasa wanita itu membutuhkan bantuan. Tapi langkahnya terhenti saat Hayoung memanggilnya dan mengajaknya pergi. Myungsoo menoleh lagi mencari wanita yang tadi dia perhatikan.

Seorang pria sudah bersamanya. Pria itu membantunya berdiri dan berjalan. Wanita itu terlihat sangat lemas. Bahkan sepertinya untuk berdiri saja dia tidak sanggup. Dia terlihat menyandarkan tubuhnya pada pria disampingnya.

Myungsoo mengernyitkan dahinya. Merasa tak asing dengan wanita itu. Dia seolah mengenali sosok itu meski hanya terlihat dari belakang. Rambutnya juga hanya terikat asal.

"Sooji.." nama itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

"Oppa.. ayo cepat." Hayoung menarik tangan Myungsoo dan mengajaknya pergi dari sana. Sementara Myungsoo masih belum bisa mengalihkan pandangannya dari sudut lobi rumah sakit meski wanita itu sudah menghilang dari sana.

"Sooji.. apakah itu kau?"


*****


"Apa yang kau lakukan di luar?" dokter Kang menuntun Soomi kembali ke tempat tidur.

"Aku hanya ingin menghirup udara segar dokter. Bosan sekali terus di dalam kamar." Terlihat wajah Soomi yang ditekuk. Tak ada semangat. Dokter Kang tersenyum melihatnya.

"Jika seperti ini kau benar – benar mirip dengan Sooji. Dia juga selalu memasang wajah seperti itu jika sedang merajuk." Soomi membuang pandangannya ke arah taman di sebelah ruang rawatnya yang terlihat dari jendela. "Kenapa tidak ke kamar Sooji jika memang bosan? Kamarnya hanya beberapa kamar dari sini."

Biasanya mereka akan mendapat kamar rawat bersebelahan tapi kali ini tidak. Karena kamar rumah sakit penuh, jadi mereka tak bisa mendapat kamar yang bersebelahan. Orang tua si kembar pernah meminta dokter Kang untuk menempatkan mereka dalam satu kamar rawat agar mudah menjaga mereka. Tapi hal itu tak bisa dilakukan. Dokter beralasan bahwa mereka membutuhkan ruangan steril untuk masing – masing.

"Dia.. bagaimana?" gumam Soomi perlahan.

"Aku tidak akan berbohong padamu. Dia kesakitan. Dan kau juga sudah pasti tahu tentang itu."

Soomi mengangguk tak kentara. Masih menatap ke arah jendela dia mengajukan pertanyaan yang membuat dokter Kang terkejut. "Berapa lama waktu yang kupunya dokter?"

Soomi beralih menatap dokter Kang. "Aku tahu semua hal yang kita lakukan selama ini sia – sia kan? Tak ada yang berubah. Dan tak ada kemajuan."

"Soomi.."

"Jangan coba berbohong padaku. Ini tubuhku. Dan aku tahu pasti bagaimana kondisi tubuhku."

Dokter Kang tak bisa mengatakan apapun. Dia tercekat.

"Berapa lama?" ulang Soomi.

"Aku tidak tahu. Aku sudah pernah bilang padamu, aku tak bisa menentukan umur manusia."

"Aku hanya ingin semua ini segera berakhir dokter. Aku tidak ingin adikku kesakitan lagi." Air mata mengalir di pipi Soomi. Selalu seperti ini setiap dia selesai menjalani donor. Perasaan bersalah dan sedih menyergapnya kuat.

Ditambah lagi perdebatannya dengan sang ibu tadi pagi. Kondisi emosinya masih belum stabil. Meski sudah berteriak dan menangis, masih ada beban besar yang mengganjal di dalam hatinya.

Tak ada lagi yang mampu diucapkan Soomi. Dia hanya bisa menangis dan terisak. Melihat itu dokter Kang tak menyelanya sama sekali. Dia hanya duduk disana dan sesekali menepuk punggung Soomi untuk menenangkannya.

Meski dokter Kang lebih punya kedekatan emosional dengan Sooji, tapi dia tahu bahwa Soomi juga sama menderitanya seperti adiknya.

Tak ada kakak yang ingin menyusahkan adiknya. Tak ada kakak yang ingin melihat adiknya bersedih. Apalagi sampai menahan kesakitan hanya demi dirinya. Dokter Kang paham betul apa yang dirasakan Soomi, karena dia juga seorang kakak. Jika dia berada di posisi Soomi mungkin dia akan merelakan hidupnya hanya sebentar saja dibanding dengan dia harus menempatkan Choco pada posisi Sooji.

Sejak perdebatannya dengan Soomi, Ny. Bae belum bicara lagi dengan Soomi. Ny. Bae keluar dari kamar mandi setelah Soomi tertidur kelelahan menangis. Dan setelah itu Ny. Bae meninggalkan rumah sakit.

Saat Soomi terbangun dia hanya mendapati suster yang menjaganya. Suster mengatakan ibunya kembali ke rumah untuk mengambil beberapa keperluan Soomi dan Sooji selama di rumah sakit.

Soomi tahu itu tidak benar. Itu hanya alasan yang digunakan ibunya untuk menjauh dari mereka semua. Ibunya adalah orang yang paling teliti untuk urusan persiapan proses donor mereka setiap bulan. Jadi kecil kemungkinannya sang ibu melupakan sesuatu.

Dan benar saja, sesampainya di rumah Ny. Bae tak kuasa menahan tangisnya kala memasuki kamar Sooji. Tangisnya pecah saat memeluk guling yang setiap malam digunakan putrinya. Dia berteriak, menangis, memanggil nama Sooji dan meminta maaf. Dia belum mampu untuk bertemu putri – putrinya lagi. Dia tak sanggup melihat wajah mereka.


*****


"Tunggu. Aku akan memanggil dokter."

Junho terlihat panik setelah membawa Sooji kembali ke kamarnya. Bagaimana tidak tadi dia menemukan Sooji berjongkok sendirian di sudut rumah sakit dengan wajah yang pucat dan sangat lemas. Dan sekarang suhu tubuh gadis itu sangat panas.

Sooji menarik ujung baju Junho saat dia akan pergi. Dia menggeleng.

"Sooji kau sekarat. Lepaskan." sentak Junho.

"Aku baik – baik saja." Sooji berujar lemas.

Junho meraih tangan Sooji dan melepaskan pegangannya pada bajunya. Junho menggenggam tangan Sooji dan kali ini berkata dengan lembut, "Sooji.. kau butuh dokter sekarang. Jadi biarkan aku memanggil dokter Kang huh?"

Sooji masih saja keras kepala. Dia tetap menggeleng. Junho bingung. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan. Kini Sooji menggenggam tangannya dengan erat.

Hoeekkk!

Sooji memuntahkan semua makan siangnya yang dia makan satu jam yang lalu. Sebagian bajunya terkena muntahan, begitu juga dengan seprai kasurnya. Junho dengan sigap langsung mengambil sebuah handuk basah yang sudah disiapkan di sebelah tempat tidur Sooji. Dengan perlahan dia membersihkan sisa muntahan yang masih ada di baju Sooji.

Kondisi gadis itu makin mengkhawatirkan. Saat ini Sooji meringkuk seperti bayi di tempat tidur. Dia memeluk tubuhnya sendiri dengan satu tangan. Seluruh tulangnya terasa ngilu. Dia menahan sakit yang teramat sangat di sekujur tubuhnya.

Junho ingin segera memanggil dokter tapi Sooji bahkan tak melonggarkan genggamannya sama sekali. Pikiran panik Junho sama sekali tak membantu. Dia bahkan lupa pada tombol darurat untuk memanggil dokter.

Dengan sebelah tangan dia menghubungi dokter Kang lewat ponselnya. Dengan panik dan setengah meracau dia meminta dokter untuk segera datang ke kamar Sooji.

Saat ini tak ada yang paling diinginkan Junho selain melihat Sooji baik – baik saja. Dia tak pernah bisa melihat gadis itu dalam kesulitan apalagi mengalami kesakitan seperti saat ini. Sooji benar – benar terlihat lemah. Bukan seperti Sooji yang dia lihat biasanya.

Tak lama kemudian, dokter Kang datang dengan dua suster bersamanya. Dengan cekatan mereka merawat Sooji. Junho pun menyingkir ke sudut ruangan membiarkan para perawat dan dokter menangani Sooji.

Sooji sudah setengah pingsan saat suster mengganti bajunya. Dokter Kang terus memanggil nama Sooji agar gadis itu tetap sadar.

Tn. Bae kembali di saat semua kepanikan itu masih terjadi. Dia terkejut mendapati ruang rawat putrinya penuh dengan orang. Seketika perasaan cemas menghampiri Tn. Bae melihat putrinya tergeletak lemas tak berdaya.

Dia hanya meninggalkan Sooji kurang dari 30menit untuk mengurus biaya administrasi karena Soomi dan Sooji sudah bisa meninggalkan rumah sakit besok pagi. Dia tak menyangka harus melihat pemandangan yang menakutkan seperti ini saat dia kembali.

Seharusnya melihat Sooji muntah dan pingsan setelah melakukan donor bukanlah hal yang asing bagi Tn. Bae, hanya saja saat ini Sooji terlihat sangat berbeda. Putrinya terlihat lebih pucat dari biasanya. Firasatnya mengatakan ada yang salah kali ini dengan kondisi Sooji.

"Paman.. biarkan mereka menangani Sooji lebih dulu."

Junho merangkul pundak Tn. Bae yang melangkah akan mendekati Sooji dan menariknya ke sudut ruangan. Mereka berdua hanya bisa melihat Sooji tanpa bisa melakukan apapun kecuali tak berhenti berdoa. Agar Sooji baik – baik saja.


*****


"Kau baik – baik saja oppa?"

Myungsoo tak menanggapi pertanyaan Hayoung. Raut wajahnya terlihat serius memikirkan sesuatu.

"Oppa.." panggil Hayoung kali ini dengan tepukan pelan di lengannya.

"Uh apa?"

"Kau tak terlihat baik. Sejak kita meninggalkan lobi tadi kau terlihat aneh. Apa kau sadar tadi temanku saja sampai merasa tak enak. Dia berpikir kau terpaksa datang menemaniku. Apa yang terjadi? Kau baik – baik saja tadi di restoran. Kau bahkan tertawa keras. Sekarang kau seperti ini. Kau membuatku khawatir. Atau jangan – jangan kau ini punya kepribadian ganda ya?" cerocos Hayoung tanpa henti.

"Tunggu. Diamlah." Myungsoo segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Sooji.

Tersambung.

"Ayo angkat.. kumohon. Angkatlah Sooji." gumam Myungsoo khawatir. Hayoung mengernyit mendengar nama yang disebut Myungsoo.

Sooji? Apa dia wanita pemeran utama dalam cerita Myungsoo oppa?

Tak ada jawaban. Myungsoo mencoba menghubungi Sooji lagi sampai beberapa kali. Tapi hasilnya tetap sama. Teleponnya tidak diangkat. Masih dengan perasaan tak enak, Myungsoo membuka aplikasi pesannya. Pesan yang dia kirimkan pagi tadi bahkan belum dibaca. Dia mengetik sebuah pesan menanyakan keberadaan Sooji saat ini.

Hayoung yang merasa aneh dengan sikap Myungsoo ikut mengintip ke arah ponsel Myungsoo.

"Kau panik karena dia? Kenapa memangnya dia? Apa dia menghilang?"

Myungsoo masih tak menanggapi semua pertanyaan Hayoung. Dia masih tak berkedip memandangi layar ponselnya. Berharap tanda R akan segera muncul. Dan itu artinya kemungkinan besar semua perasaan tak enak dan pikiran buruknya tak benar. Kemungkinan yang dia harapkan adalah Sooji baik – baik saja hingga dia bisa membalas pesannya.

"Kau ternyata tipe pria posesif ya oppa. Dia menghilang sebentar saja kau sudah panik setengah mati begini."

"Ish.." gerutu Myungsoo sembari menoyor kepala Hayoung. "Bukan begitu. Aku hanya khawatir. Perasaanku tiba – tiba saja tidak enak."

"Maksudmu?"

"Terakhir bertemu kemarin dia hanya mengatakan akan pergi ke rumah sakit untuk check up rutin. Tapi tadi di lobi aku seperti melihat sosoknya menggunakan pakaian rumah sakit. Dan sekarang dia juga tak bisa dihubungi. Itu membuatku khawatir."

Hayoung akhirnya mengerti semua sikap aneh Myungsoo. Myungsoo yang selama ini selalu menjaga sikapnya saat di restoran tadi bahkan bisa sampai tertawa keras. Dan sikap Myungsoo yang tiba – tiba berubah jadi khawatir seperti ini. Bukan memiliki kepribadian ganda, tapi Myungsoo sedang kasmaran.

"Oppa.. kurasa kau tidak menyukai gadis itu.."

Myungsoo menoleh bingung.

"Kau mencintainya. Kau jatuh cinta padanya."

Dan disaat yang sama di hati dan pikiran Myungsoo seolah terdengar bunyi klik yang menyetujui perkataan Hayoung. Sejujurnya Myungsoo juga tak memahami kenapa dia bisa sampai secemas ini. Padahal selama ini dia hanya cemas jika terjadi sesuatu pada keluarganya. Tapi kali ini bukan anggota keluarganya yang menjadi penyebab tingkahnya seperti ini.

Benar. Myungsoo telah jatuh sejatuh – jatuhnya pada gadis itu. Kini dia menyadari hal itu sepenuhnya. Kecemasan dan kekhawatirannya sebagai bukti atas perasaan yang dia rasakan. Dan kecemasannya tak akan mereda sampai dia bisa melihat wajah wanita – yang dicintainya – itu dengan mata kepalanya sendiri dan memastikan bahwa dia baik – baik saja.


Continue...

Ps: sudah kukasih warning di awal yaa kalo alurnya bakal a lil bit slow. Karena memang storyline nya agak rumit dan banyak cast yang terlibat. Ini udah masuk ke part 20 lebih tapi belum sampai konflik puncak meski dari awal udah banyak konflik :"D

Yang merasa bosan, silahkan pindah lapak yaa..

Yang masih penasaran sama endingnya si kembar, silahkan stay..

and..

Thankyouuuuu :*

Continue Reading

You'll Also Like

49.5K 4.6K 43
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...
62.7K 6.5K 20
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
46.8K 4K 84
#taekook #GS #enkook "Huwaaaa,,,Sean ingin daddy mommy. Kenapa Sean tidak punya daddy??" Hampir setiap hari Jeon dibuat pusing oleh sang putra yang...
228K 34.3K 62
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...