"Kau sudah mandi?" tanya Jaemin.
"Belum. Kau dulu saja."
"Iya." jawab Jaemin gugup sembari berbalik menuju kamar mandi. Mereka merasa pembicaraan tadi sangatlah aneh.
🤚
Setelah mandi, Jaemin kembali membaringkan dirinya di atas kasur Jeno dengan selimut yang membalut tubuhnya. Jam menunjukkan pukul setengah enam kurang tujuh pagi dan Jaemin merasa bosan sehingga ia mengajak Jeno berbicara.
"Hei."
"Apa?" sahut Jeno yang duduk di sofa.
"Apakah kau pernah berjerawat?"
"Apa?" tanya Jeno heran.
"Aku hanya ingin tahu."
"Harusnya pernah, waktu kecil."
"Kau pasti tidak butuh concealer."
Jeno tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Jaemin sehingga ia tidak menjawab.
"Kau suka warna apa?" tanya Jaemin lagi.
"Warna... hitam?"
"Hitam?" Jaemin menggerakkan kepalanya untuk menatap Jeno, "Aku juga suka warna hitam walaupun tidak cocok denganku."
"Kau?" tanya Jeno balik.
"Aku juga suka warna wine, khaki, dan trench coat."
"Itu warna yang kau gunakan sehari-hari, bukan?"
"Iya."
Beberapa saat mereka terdiam, kemudian Jaemin melanjutkan pertanyaannya, "Selama hidup, kau pasti populer sekali."
"Tidak."
"Bohong. Selama hidup, kau belum pernah sekali pun mendapat pernyataan cinta?"
"Aku tidak begitu ingat. Serius."
Jaemin memejamkan matanya, "Jika berpikir aku bertepuk sebelah tangan padamu, rasanya menyebalkan sekali."
"Kau sedang mengigau?" tanya Jeno. "Tetapi, kenyataannya aku yang mengejarmu."
"Apa maksudnya?"
"Dan lagi aku terlihat tidak keren."
"Dasar aneh kau. Aku tidak mengerti mengapa kau suka padaku. Aneh."
"Mengapa kau suka padaku?" tanya Jeno balik.
"Aku suka padamu karena kau menyukai warna hitam."
Jeno tertegun. Jaemin juga. Ia sudah sangat mengantuk sehingga kata-katanya mulai melantur.
"Apa yang kukatakan tadi? Aku lupa."
Jeno meremas rambutnya ketika mendengar pertanyaan Jaemin, "Bagaimana jika aku menjadi sangat menyukaimu?"
"Memangnya tidak boleh?"
"Nanti jika kau tiba-tiba menjadi kacau, bisa saja aku akan tetap suka padamu dan membelamu."
"Misalnya?" tanya Jaemin dengan mata yang masih terpejam.
"Misalnya kau terlibat judi."
"Tidak akan. Aku tidak bisa bermain."
"Selingkuh."
"Kau satu-satunya kekasihku."
"Gila kerja."
"Aku mementingkan keharmonisan keluarga di atas pekerjaan."
"Terlalu rendah diri."
"Sekarang kau sedang membicarakan sifatku yang tidak kau suka?"
🤚
Renjun memasuki ruangan kelas dengan pikiran kalut. Bagaimana jika ia dibuang? Bagaimana jika ia ditinggal sendiri?
CEKRIK
Jantung Renjun berdegup lebih keras ketika mendengar suara kamera di belakangnya. Ia menoleh dan menemukan Gowon yang sedang mengambil foto dirinya sendiri.
"Hai, Renjun." sapa perempuan itu ketika mendapati Renjun menatap ke arahnya. Renjun tidak membalas sapaannya. Ia langsung pergi begitu saja.
"Ia mengabaikanku?" tanya Gowon.
"Akhir-akhir ini gosip tentangnya tidak bagus, bukan?" kata Yerim.
"Sekarang terlihat dengan jelas."
🤚
"Sudah datang?" kata Woojin ketika Renjun memasuki ruang jurusan.
"Tetapi, bukankah Renjun suka menebar pesona. Bukankah kau juga merupakan korbannya?"
Kata-kata Jinyoung tempo hari itu membuat Renjun berpikir bagaimana jika mereka kecewa padanya? Bagaimana jika ia menjadi tidak dibutuhkan? Bagaimana jika ia dibuang?
"Halo." sapa Renjun setelah meyakinkan dirinya sendiri.
"Kemarin kau ke Ayam BBQ dengan Kak Yootae? Ia menguploadnya ke Instagram." kata Woojin.
"Iya. Kemarin aku pergi bersamanya, tetapi karena ada urusan akhirnya aku pulang lebih dulu sebelum makan."
"Benarkah? Urusan apa?"
Renjun tersenyum, "Bukan apa-apa. Lain kali kalian ikut saja."
"Baiklah." Woojin tiba-tiba saja memotret Renjun tepat di depan wajahnya sehingga lelaki mungil itu terkejut.
"Apa yang kau lakukan?"
"Tidak. Aku hanya melakukannya karena kau cantik."
"Jangan." Renjun mencoba meraih ponsel di tangan Woojin.
"Kenapa? Bukankah kau juga merasa tidak masalah?" Woojin kembali memotret Renjun, "Sekarang kau cantik sekali di foto."
"Kau terlihat lebih kurus."
"Berhenti." ujar Renjun lagi.
"Yang ini bagus sekali." Woojin tetap saja memotret Renjun. Berkali-kali Renjun menyuruhnya untuk berhenti, tetapi Woojin tidak mengindahkan.
"Hentikan!" Akhirnya, Renjun pun berteriak.
🤚
"Jaemin? Mengapa pakaianmu sama seperti kemarin." tanya Tzuyu ketika mereka bertemu di depan mesin penjual otomatis.
"Apa?" tanya Jaemin, "Memang iya, tetapi tenang saja! Tidak ada apa-apa!"
"Hei. Apa yang kau katakan?" ujar Jeno di belakangnya. Tiba-tiba saja, suara teriakan Renjun terdengar dari ruang jurusan sehingga mereka bertiga serempak menoleh. Sebenarnya bukan hanya mereka bertiga saja. Semua orang yang ada di ruang jurusan juga menoleh ke arah Renjun. Woojin tampak sangat terkejut ketika Renjun membentaknya.
"Aku sudah menyuruhmu berhenti. Hapus fotonya." kata Renjun dengan ekspresi yang sangat berbeda dari biasanya.
🤚
🦄nanapoo