"Ternyata benar-benar Jeno." ujar Jeongyeon ketika mereka sudah berdiri di sebelah lelaki tampan itu.
"Halo." sapa Jihoon gugup.
"Halo." jawab Jeno setelah memastikan bahwa Jaemin sudah masuk ke dalam toilet.
"Mengapa sendiri? Atau kau datang bersama siapa?" tanya Jihoon.
"Aku datang sendiri."
Jeongyeon dan Jihoon tertegun, "Kau makan sendiri di tempat seperti ini? Lucunya."
"Iya." jawab Jeno serius sehingga membuat Jeongyeon dan Jihoon bingung harus mengatakan apa lagi.
"Ternyata seperti itu." ujar mereka pada akhirnya.
"Aku pergi duluan ya." Jeno bangkit berdiri.
"Iya. Sampai bertemu nanti."
Jeno berjalan menuju keluar restoran sembari mengawasi Jaemin dari luar. Lelaki manis itu keluar dari toilet ketika Jihoon dan Jeongyeon sedang sibuk berbincang. Ia menggunakan buku untuk menutup wajahnya agar tidak terlihat oleh kedua orang itu."
"Maaf." ujar Jaemin setelah mereka berdua bertemu di depan restoran.
"Apa? Sudahlah."
"Tidak menyangka bisa bertemu kakak-kakak itu."
"Untung kita sudah selesai makan. Jika mereka datang saat kita sedang makan..."
"Maaf. Maaf sekali. Gara-gara aku... Bagaimana jika ke kafe? Kubelikan kopi."
Dan mereka benar-benar berakhir di kafe. Jaemin menanyakan pada Jeno ia hendak minum apa dan Jeno menjawab bahwa ia ingin teh adlay.
"Pfft!" Jaemin menahan tawanya.
"Mengapa tertawa?" tanya Jeno.
"Kau selalu minum teh adlay jika datang ke kafe?"
"Memangnya kau minum apa?"
"Aku biasanya americano. Jika seharian tidak banyak makan biasanya cafe latte."
"Oh! Jaemin dan Jeno!"
Mereka berdua serentak menoleh. Dahyun dan Changbin sudah berada beberapa langkah di belakang mereka. Jaemin benar-benar tidak tahu harus berbuat apa karena kemunculan temannya itu sangat mendadak.
"Halo." sapa Dahyun.
"Ha-" Jaemin tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Lidahnya terasa kelu.
"Pantas kalian berdua rapi sekali hari ini. Ternyata selesai kelas kalian pergi bersama?"
"Apa?! Bukan seperti itu!" jawab Jaemin cepat.
"Kita kebetulan bertemu di sini." Jeno membantu Jaemin menjawab.
"Iya! Sedang ingin ke kafe lalu saat datang ke sini kebetulan kami bertemu."
"Ternyata seperti itu? Bagaimana jika kalian berbincang bersama kami?" ujar Dahyun gembira. Kelihatannya ia sama sekali tidak sadar bahwa Jeno dan Jaemin berbohong.
"Apa?!" Jaemin terkejut.
"Kami juga ingin berbincang."
"Iya." sahut Changbin.
Akhirnya, Jeno dan Jaemin menuruti ajakan Dahyun. Mereka duduk berempat di satu meja. Dahyun dan Changbin tertawa keras, Jaemin berpura-pura ikut tertawa, dan Jeno hanya diam saja. Mereka baru pulang ketika hari menjelang malam.
"Maaf." ujar Jaemin setelah dirinya dan Jeno berada di luar kafe.
"Kau ingin meminta maaf berapa kali dalam sehari?"
"Memang tidak nyaman menyembunyikan ini."
"Tidak, tetapi sejujurnya aku memang agak kekanak-kanakan. Sayangnya-"
"Kekanak-kanakan?" tanya Jaemin.
"Hanya..."
"Hanya apa?"
"Aku ingin semua orang tahu jika kau dan aku saling suka." ujar Jeno dengan wajah bersemu.
Jaemin terkesiap, "Aku tidak tahu kau berpikir seperti itu!"
"Tidak perlu dipikirkan. Aku mengerti mengapa kau tidak ingin memperlihatkannya. Sekarang seperti ini juga tidak apa-apa. Tidak perlu memikirkanku."
"Aku benar-benar bodoh!" Jaemin memegangi kepalanya dengan kedua tangan.
"Bukankah sekarang kau harus pulang?" Jeno mengalihkan pembicaraan.
"Iya. Benar juga. Sudah hampir malam."
"Boleh kuantar ke rumahmu?"
"Apa?!" Jaemin terkejut.
"Waktu itu kau mati-matian menolak saat aku hendak mengantarmu pulang."
"Benar juga. Ya sudah, boleh." jawab Jaemin pada akhirnya, "Tetapi, jika kau mengantarku, bagaimana kau pulang? Sebenarnya itu tidak perlu. Aku tidak apa-apa."
"Sudah kuduga pasti seperti ini."
Karena Jeno mengatakan itu, Jaemin jadi merasa tidak enak dan akhirnya ia menuruti permintaan Jeno. Tetapi, mereka merasa canggung ketika sudah tiba di depan apartemen Jaemin. Tidak ada yang tahu apa yang harus dikatakan jika hendak berpisah dan tanpa sengaja mereka berbicara bersamaan.
"Jeno!"
"Aku-"
"Kau dulu."
"Tidak. Bukan apa-apa. Kau saja yang lebih dulu."
"Aku hanya ingin berterima kasih karena sudah mengantar."
Jeno mengusap tengkuknya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Ada apa?" tanya Jaemin.
"Aku senang."
Perkataan yang keluar dari mulut Jeno itu membuat Jaemin refleks berteriak dengan wajah yang memerah. Ia segera berbalik hendak memasuki apartemennya, "Terima kasih! Aku pulang dulu! Aku keluar!"
"Kau ingin keluar ke mana? Bukankan harusnya masuk?"
Jaemin memasuki apartemennya dengan tergesa-gesa dan segera mengintip dari jendela di dekat tempat tidurnya. Jeno masih berdiri di depan sana ketika dua buah pesan masuk ke ponsel Jaemin.
Jeno
Aku pulang.
Selamat tidur.
Lelaki manis itu memejamkan matanya erat. Ia berharap semoga saja yang dilakukannya hari ini benar. Sekarang baru terasa lebih nyata. Mereka benar-benar menjadi sepasang kekasih dan mulai sekarang mereka akan melakukan semua hal layaknya pasangan. Jaemin bahkan tidak tahu hal apa yang biasanya dilakukan oleh pasangan. Bergandengan tangan? Tetapi, ketika Jaemin mengingat drama yang pernah ditontonnya, hal yang biasa dilakukan oleh pasangan itu adalah...
"Kita coba perlahan?"
"Iya. Perlahan."
CUP
Dan begitu menyadari pikirannya yang mulai melantur, Jaemin merasa dirinya sungguh gila dan mesum.
Lelaki manis itu mendudukkan dirinya di kasur dengan lutut yang ditekuk. Ia takut ada yang mengetahui hubungan mereka, tetapi di sisi lain ia juga merasa sedih karena tidak bisa mengatakannya pada siapa pun.
💗
"Sudah datang?"
Begitu menatap wajah Jeno, Jaemin kembali mengingat adegan dalam drama yang pernah ia tonton. Hal itu membuatnya berteriak sembari memegangi kepalanya.
"Ada apa lagi?" tanya Jeno, "Ada apa denganmu?"
Jaemin berbalik membelakangi Jeno, "Tidak! Bukan apa-apa! Aku memang sampah. Tidak!"
Jeno merasa kebingungan melihat tingkah aneh kekasihnya itu. Tiba-tiba saja, Renjun dan teman-temannya lewat sembari menyapa mereka.
"Hai, Jaemin, Jeno."
"Malas sekali ujian. Kapan selesainya?" gerutu Yeeun.
Tzuyu juga datang dari arah lain. Ia melambaikan tangannya untuk menyapa Jeno dan Jaemin, "Hai. Kalian benar-benar ingin menyembunyikannya?"
Jaemin tampak terkejut. Renjun menoleh ke arah mereka, "Jeno dan Jaemin dekat sekali, bukan?"
"Jika dilihat benar juga. Kalian berpacaran?"
"Benarkah?" Salah satu orang di sana tertawa.
"Apa?" cicit Jaemin.
"Tidak." jawab Jeno, "Memangnya orang yang dekat berarti berpacaran?"
Lelaki yang tadi ikut serta dalam pembicaraan mereka menyenggol perempuan di sebelahnya sembari tertawa, "Ia tidak pernah memiliki kekasih sehingga jika melihat orang dekat pasti dikira berpacaran!"
"Apa-apaan? Menyebalkan!"
Jaemin menatap Renjun yang tampak tersenyum. Ia tidak ingin terlihat menyedihkan di hadapan lelaki mungil itu sehingga dirinya terdorong untuk mengatakan hal yang sebenarnya.
"Iya. Sebenarnya kami berpacaran."
Semua orang di sana tampak terkejut, tak terkecuali Jeno. Dan Jaemin menggerutu dalam hatinya karena ia begitu impulsif.
💗
🦄nanapoo