Jaemin menoleh ke belakang saat mendengar suara pintu kafe dibuka. Yoona muncul dengan ekspresi lebih cerah dari sebelumnya dan Jaemin tahu bahwa wanita itu sudah merasa lebih baik.
"Maaf karena kau sampai harus pulang semalam ini, Jaemin. Kau menjadi sibuk karena Jeno."
"Pembicaraannya—"
"Semua yang perlu dibicarakan sudah kukatakan padanya." Yoona tersenyum, "Pasti Jeno juga memiliki banyak hal yang perlu dipikirkan."
Jaemin terdiam. Ia tersentak saat Yoona memanggil namanya.
"Ya?!"
"Aku beruntung bertemu denganmu." Senyuman itu tidak luntur sedikit pun dari wajah Yoona, justru semakin menghangat.
😪
"Jeno, kau tak apa-apa?" tanya Jaemin begitu memasuki kafe kembali.
"Ya." jawab Jeno singkat, tetapi membuat Jaemin dapat menghembuskan nafas lega.
"Oh ya, ada yang ingin kuberikan padamu." Jaemin mengeluarkan sesuatu berwarna hitam dari tasnya, "Ini."
Jeno menerima benda itu kemudian menatapnya kebingungan.
"Bukan apa-apa, hanya parfum. Aku membelikannya untukmu sebagai balasan karena kau telah membayar pesanan kita waktu itu. Ini memang kurang cocok, tetapi aku tidak memaksamu untuk menggunakannya. Aku tahu kau tidak suka parfum, namun mungkin suatu saat kau akan menyukainya." jelas Jaemin, "Karena urusanmu sudah selesai, aku akan pulang. Oh ya! Aku tahu kau tak akan peduli, tetapi nama parfumnya memang agak... Karena itu memang konsep brandnya, jadi... Aroma parfum itu sepertinya paling cocok denganmu sehingga aku... Pokoknya ambil saja! Sampai jumpa lagi!"
Jeno belum sempat memahami kata-kata Jaemin karena lelaki manis itu sudah keluar dari kafe dengan cepat. Jeno menatap kemasan parfum berwarna hitam di tangannya dan ia baru menyadari bahwa nama parfum itu memang agak...
PANDORA
Parfum Pria
NO. 3 LAMARAN KEKASIH
😪
Tidak lama setelah kejadian itu, hari pertama festival yang ditunggu-tunggu pun tiba.
"Ini seragamnya?!" Jaemin tidak tahu apakah ia bisa mengenakan seragam itu atau tidak.
"Mengapa memangnya? Bukannya kau sudah melihat saat rapat?" tanya Nayeon.
"Pakaiannya keterlaluan! Aku tidak menyangka." Tangan Jaemin terus menarik-narik bagian bawah bajunya.
"Ini memang tradisi kita. Tahan saja."
Sementara itu, bar mereka sudah mulai ramai dan Jaemin mau tak mau harus melayani para pengunjung tanpa bisa protes lagi.
"Buchimgae satu dan es jeruk dua!"
"Baik!"
(Pokoknya model seperti itu)
Pakaian itu menjadi beban bagi Jaemin karena jelas-jelas festival itu adalah acara kampus, tetapi bajunya tidak senonoh.
"Tumis daging satu!"
"Baik." Renjun tersenyum manis selama melayani pelanggan.
(Ini versi Renjun)
"Pesanannya kapan keluar?"
"Maaf. Saya akan menanyakannya." Felix membungkukkan tubuhnya sopan.
(Anggap saja Felix seperti ini. Dilarang tertawa :D)
Selain tidak senonoh, pakaian itu juga sulit digunakan untuk bekerja karena setiap kali mereka mengangkat tangan, perut mereka akan terekspos dengan jelas.
"Sup oden sudah siap!"
"Hebat. Kupikir Gangnam beauty." Jaemin dapat mendengar kalimat itu ketika ia melewati salah satu meja pelanggan. Jaemin sungguh lelah sehingga ia memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya sejenak.
"Aku sudah mengira akan seperti ini, tetapi ternyata lebih berat dari perkiraan. Aku pasti tidak boleh tidak ikut jika keadaannya sesibuk ini." gumam Jaemin.
"Sibuk?"
Lelaki manis itu menoleh dan ternyata Minhyung sudah berdiri di sebelahnya.
"Apakah semua orang datang untuk melihat Jaemin?"
"Mana mungkin!" jawab Jaemin cepat, "Oh ya, selamat siang! Sudah lama tidak bertemu. Kakak ternyata benar-benar datang."
"Ini jauh lebih ramai daripada saat aku membuka bar di tahun pertama."
"Kakak juga pernah membuka bar?"
"Iya. Waktu itu bisa dibilang semua tamu perempuan datang karena aku."
"Wah!" Jaemin merasa kagum karena Minhyung berani sekali bicara seperti itu.
"Kau baru tahu bahwa aku juga pernah ikut bar kimia?"
"Iya."
"Memang ini hal yang sudah pasti, tetapi ternyata aku tidak tahu banyak tentang Jaemin." ujar Minhyung ketika mengingat cerita Tzuyu tentang Jaemin yang diperlakukan kurang baik saat awal semester, "Jaemin juga pasti tidak tahu banyak tentang diriku, bila kita mencoba lebih mengenal satu sama lain secara perlahan, kita pasti bisa saling mengerti. Jika kau berkenan, ceritakanlah tentang dirimu padaku."
"Jaemin! Kau sedang apa?! Kita sedang sangat sibuk!" Tiba-tiba saja Nayeon menghampiri mereka, "Mengapa anak itu selalu mengikutimu?"
"Iya! Aku segera membantu."
"Sibuk? Ya sudah, cepat bantu temanmu yang cerewet itu. Aku akan pergi karena alasanku datang ke sini hanyalah untuk melihatmu."
"Iya. Nanti bertemu lagi?" tanya Jaemin sebelum pergi.
"Pasti!"
Entahlah. Mungkin benar yang dikatakan Minhyung, mereka bisa saling mengenal secara perlahan.
😪
Mentari sudah tenggelam, tetapi orang-orang yang bertugas di bar kimia masih saja sibuk. Jeno datang ketika bar sudah hampir tutup dan orang pertama yang dilihatnya adalah Chou Tzuyu. Perempuan jangkung itu langsung menyerocos begitu melihatnya.
"Mengapa kau datang?! Jika yang lain sampai melihatmu, aku bisa kena marah lagi! Dari tadi aku sudah kena marah karena tidak bisa membawamu kemari!"
"Soal itu..."
"Jeno? Kau datang ke festival juga? Kukira kau tak akan datang. Kau ingin melihat artis?"
Mata Jeno membelalak begitu melihat Jaemin dengan pakaiannya yang seperti itu. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain sembari menjawab, "Iya."
"Jaemin, telurnya sudah siap!"
"Iya!" Lelaki manis itu segera beranjak begitu Guanlin memanggilnya.
"Aduh, pakaiannya..." gumam Jeno.
"Jaemin, kau lupa? Kau memiliki kesan yang kuat, maka itu kau harus tersenyum."
"Iya, maaf."
"Lihatlah Renjun. Ia selalu memasang senyum menjual." Jeno dapat melihat dari jauh saat Renjun menghampiri Guanlin dan Jaemin.
"Menjual? Tidak ada kata yang lebih bagus, ketua?" Lelaki mungil itu pura-pura merajuk.
"Bagaimana dengan senyum dewi kimia?"
"Sudah kukatakan jangan seperti itu lagi!"
"Kau benar-benar tidak akan pergi?" Perkataan Tzuyu membuat Jeno tersadar dari lamunannya, "Kau ingin melihat aku terkena amarah? Jika kau ingin membantu sekarang, tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah sekarang kau tidak mungkin ingin membantu."
"Aku akan ikut membantu." jawab Jeno final.
"Apa yang kau katakan?"
"Besok aku akan datang."
😪
"Ada berita bagus. Jaemin, kau tidak perlu ikut bekerja besok."
"Apa maksudnya, kak?"
"Komite siswa sudah memberi izin. Kau sudah lelah sejak rapat, bukannya beruntung karena kau tidak perlu bekerja lagi?"
"Apa? Benarkah? Mengapa tiba-tiba seperti ini? Padahal kita kekurangan orang."
Tzuyu kembali mengingat perkataan Jeno padanya tadi.
"Jadi, sebagai gantinya, kau meminta Jaemin tidak perlu ikut lagi?"
"Jangan memberitahukan ini padanya."
"Itu agak... Sebenarnya ini berita bagus karena aku juga terus merasa telah berbuat salah pada Jaemin. Lalu, jika kau yang akan ikut sebagai gantinya, sepertinya bisa dibicarakan dengan komite. Tetapi, mengapa kau... Oh, kalian sudah menjadi sepasang kekasih?"
Jeno tidak mengatakan apa pun karena ia tidak suka menjawab pertanyaan yang tidak memiliki nilai untuk dijawab.
"Baiklah. Itu bukan hal yang sulit."
"Pokoknya seperti itu. Kau tidak perlu bekerja lagi." Tzuyu terlihat memikirkan alasan yang bisa digunakan agar Jaemin percaya, "Kau terlihat sangat lelah, jadi aku mencoba membantu."
"Aku jadi merasa tidak enak karena yang lelah pasti bukan hanya aku. Lalu, jika aku tidak ikut, Renjun juga pasti tidak mau ikut."
"Besok Renjun akan pergi di tengah-tengah karena ada urusan di klubnya. Tidak apa-apa. Pokoknya kau tidak perlu datang." Tzuyu tersenyum.
😪
"Ayah pulang terlambat?"
Donghae menatap putra sulungnya, "Kau belum tidur?"
"Iya. Ada yang ingin kutanyakan."
😪
🦄nanapoo