Water Fire Controllers

By OohYekti_sshi

7.8K 458 27

#Follow dulu sebelum membaca karena part akan di private Benarkah dunia ini hanya milik para manusia penuh ke... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
28
29
30
31
32
33
33.1
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

27

140 7 0
By OohYekti_sshi

Mata sejernih langit menatap pada hamparan luas lautan rumput hijau, lalu pada kupu-kupu kuning di sana yang mengepakan sayap pelan. Melaju mengikuti dayu silir angin membawanya pergi.

Ia masih menatap, tanpa mau berkata hingga langit yang semula secerah mata air berubah menggelap. Kumpulan kapas mengepul menjadi satu, membentuk kumpulan awan pekat yang terlihat berat nan abu. Dayunya angin berubah menjadi kencang. Para burung terbang rendah kembali kesarang mereka dengan kicauan parau menggema menusuk rungu.

Langit amat gelap, petir menyambar cepat bagai kilat putaran vidio yang beradu karena rusak. Pasukan air dari langit tiba-tiba saja menghambur, layaknya para awan yang berlebih beban. Menumpahkan segala kemarahan melalui air membasahi bumi Eropa hingga bau tanah menguar menyengat. Air hujan turut berdebur di sapu angin besar, memporak porandakan batang kayu rapuh hingga terlepas dari pohonya. Hal sama pula terjadi pada daunya.

Sang pemilik iris biru menangungi pandangan dengan punggung tangan. Derasnya hujan membahasi tubuhnya hingga kuyup. Gaun sewarna darah turut menjadi korban. Menyentakan kepala ke atas saat suara menggelegar terdengar. Petir saling bersautan hingga bola mata sang gadis sepenuhnya membuka lebar. Langit gelap menyerbu dengan sinar abu- abu layaknya kabut bagai membelah langit itu sendiri. Dari sana keluar siluet hitam dengan jubah yang sama hitamnya dengan malam.

Seketika badai berhenti, menyisakan kekacauan di sana sini. Padang rumput yang semula hijau terkotori oleh lautan sampah daun dan batang pohon tumbang. Sosok itu turun perlahan, ia amat hitam dengan aura yang sama hitamnya mengelilingi sosok itu.

Jubah yang di kenakan menyapu tanah, si gadis masih mematung. Tak tau harus mencerna hal apa yang baru ia lalui. Semuanya begitu rumit untuk di jabarkan hingga bulu kuduknya meremang membuat kulit kulitnya memanas saat sosok sehitam malam menyeringai di balik tudung jubahnya.

Ia terlihat sehitam malam, namun seputih mayat dalam waktu bersamaan.

"Siapa kau?" Tanya pemilik manik biru.

"Aku___" sosok itu menggantung kalimatnya. Angin gemuruh kembali, seirama dengan senyumnya yang semakin melebar membuat seringaian di wajah tak nampaknya.
"Kekuatanmu sangat harum."

Dan hanya seperti itu yang ia ingat.

Emelly terbangun dengan nafas tersengal.

Lagi lagi mimpi buruk.

Sejak ia tak sadarkan diri tempo lalu,  mimpi buruk itu sering kali datang padanya. Dengan kilasan yang sama. Ia masih belum mengerti apa arti dari mimpinya itu. Apakah suatu pertanda buruk? Atau hanya bunga tidur belaka?

Namun__ gadis tadi, Emelly seperti familiar dengan gadis itu.

Tapi siapa? Apa ia pernah bertemu dengan gadis itu sebelumnya?

Memilih mengabaikan mimpinya, Emelly beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya sejenak. Ia harus kembali pada rutinitasnya hari ini.


C O N T R O L L E R S



"Apa kau senang?" Adeline bertanya pada gadis kecil di sampingnya yang tengah memandang penuh minat pada jalanan beraspal kota Hamburg.

Emelly mengangguk terlampau antusias. Senyumnya merekah hingga menampilkan gigi putih kecil. Ia senang. Benar-benar senang karena pada akhirnya Edward dan adiknya,Adeline akhirnya memenuhi janji mereka untuk membawa Emelly ke dunia manusia yang tak pernah sekali pun Emelly datangi.

"Wahh rumah mereka tinggi sekali." Decakan kagum menguar dari mulut Emelly.

Dengan mata berbinar, ia terus menatap takjup pada bangunan tinggi disekitar jalan yang menjulang mencakar langit. Kepalanya ia condongkan keluar dari jendela mobil, menyambut hilir angin menerpa wajah hingga memainkan surai hitam legam Emelly hingga kusut.

"Jangan keluarkan kepalamu seperti itu,Sadako. Bahaya!" Tegur Edward.

Emelly terkikih atas tindakan bodohnya namun ia tetap menurut pada kata-kata Edward yang menyuruh Emelly kembali pada posisinya.

Jalanan cukup ramai dengan berbagai kendaraan manusia yang merayap pada jalanan kota Hamburg. Berbagai kedai dan ruko berjejer di sekitar pinggir trotoar. Banyak para manusia yang nampak tengah berjalan atau sekejar duduk bersantai dengan segelas kopi di kedai kopi kecil di sana.

Angin terus menerpa seiring dengan lajunya mobil hitam mengkilat yang di kendarai Edward. Mereka berhenti di sebuah gedung besar yang menjulang tinggi. Banyak pasang mata yang berlalu lalang dengan pakaian formal mereka.

Emelly lagi-lagi di buat terkagum kagum menatap pada puncak gedung sampai kepalanya mendongak tinggi. Rupanya dunia manusia memang seasing itu. Ada banyak barang atau kegiatan manusia yang tak Emelly ketahui. Untunglah Adeline dengan sabarnya mau menjadi guide dadakan untuk Emelly. Ia mulai mengenal apa itu sepeda motor, kamera, lampu lalu lintas yang berubah warna setiap lima belas detik juga pada hal sepele seperti garis-garis putih yang kontras dengan hitamnya aspal.

"Ed, pintunya terbuka sendiri. Pasti kau menggunakan sihir ya?"

Kedua kakak adik tertawa geli atas banyak pertanyaan aneh yang keluar dari imajinasi seorang Emelly. Mereka memasuki lobi perkantoran yang luas. Beberapa dari para karyawan yang mengenal Edward membungkuk hormat, lalu kembali disibukan pada pekerjaan mereka di balik kubikal dan layar komputer.

"Kita masuk ke tabung?" Lagi, Emelly bertanya saat mereka akan masuk ke dalam lift.

"Ini namanya lift. Benda ini akan membawa kita ke lantai berapapun yang kita inginkan." Jelas Adeline.

"Wahh benarkah? Baga___ huaaa benda ini bergerak naik."

Sontak tawa dari Adeline dan Edward pecah memenuhi ruangan sempit lift. Mereka menatap geli pada wajah Emelly yang di rundung raut panik sekaligus takut dengan bibir terkunci penuh dan tanganya yang mencekal sisi lift erat. Ia terlihat benar-benar syok namun terlihat lucu secara bersamaan.

"Jangan takut."

Langkah kaki dari ketiganya menggema dalam satu koridor luas. Menapaki setiap keramik lebar bertabur warna abu-abu. Setiap sisi tempok diisi dengan lapisan kaca besar yang menampilkan pemandangan Hamburg dari keatasan. Membuat gedung-gedung perkantoran serta rumah warga terlihat mini dari ketinggian.

"Selamat siang Tuan,Ricard." Seorang pria menyapa dengan membungkukan setengah badanya.

Ia nampak sedikit tua dengan setelan hitam melekat pada tubuhnya yang mulai di rayapi usia.

Edward tersenyum membalas sapaan dari pria itu.

"Berikan jadwal saya hari ini."

"Ini tuan. Anda hanya perlu menandatangi beberapa berkas penawaran kerja sama serta endors." Pria hampir setengah bawa menyerahkan map merah berisikan lembaran kertas penting yang Emelly tak tau apa isinya. Lalu pria itu melanjutkan lagi. "Sepuluh menit lagi rapat akan di mulai."


"Baiklah kau boleh pergi."

Pria itu kembali membungkuk,lalu melangkah pergi menjauhi tempat di mana Edward berdiri.

"Ayo kita masuk." Adeline bersuara. Menggiring Emelly melangkah memasuki ruangan luas di balik pintu kayu bercat coklat tua.

"Ricard itu siapa?" Tanyanya saat mereka telah duduk di atas sofa diruang kerja milik Edward.

"Itu nama samaranku yang ketiga. Kau tau kan mana mungkin aku menggunakan nama yang sama selama lebih dari 145 tahun di dunia manusia? Apa lagi dengan tampang setampan ini. Bisa-bisa aku di kategorikan dalam keajaiban dunia."

Cih. Dia mulai lagi. Emelly jadi menyesal bertanya seperti itu yang mana malah membangkitkan sisi percaya diri Edward yang melebihi batas wajar.

"Wajahmu itu jiplakan dari wajahku,Edward." Cetus Adeline.

"Bukanya kau yang menjiplak wajahku ya? Aku ini lebih tua darimu jika kau lupa. Jadi kata-kata itu lebih pantas di lontarkan untukmu, adikku sayang."

"Aah sudahlah. Lebih baik kita pergi. Rapat tiga menit lagi dimulai."

Adeline berseru. Melangkah lebih dulu meninggalkan ruangan disusul oleh Edward yang mengejarnya sebelum berpamitan sebentar kepada Emelly.

Lebih baik memang ia tetap berada di ruangan ini. Setidaknya Emelly bisa tidur walau sebentar.

****


Edward menepuk pelan pipi Emelly. Berulang-ulang ia memanggil nama gadis itu namun tak di respon. Emelly terus mengigau dengan raut penuh kepanikan serta beberapa bulir keringat merembes di sana.

Kembali,ia menepuk pipi gadis itu sedikit lebih kencang. Mengguncang tubuhnya berusaha agar Emelly segera terjaga. Di sebelahnya,Adeline ikut memanggil-manggil nama Emelly penuh kekhawatiran.

Hosh hosh

Matanya terbuka lebar. Menampilkan sejumlah keringat dingin yang membasahi pelipis hingga anak rambutnya lepek. Emelly tersengal, menatap pada sekeliling hanya untuk mendapati wajah Edward dan Adeline berdiri di sana dengan nafas lega.

"Kau mimpi buruk,eh?"

Hening.

Emelly mengangguk dengan kepala terpatah. Ia kembali menyesuaikan duduknya dengan benar, mengusap bekas keringat dinginya menggunakan punggung tangan.

Aah mimpi itu datang lagi.

"Minumlah. Padahal masih siang dan kau sudah mimpi buruk saja." Ujar Adeline menyodorkan segelas air yang kemudian di tenggak habis Emelly.

"Bagaimana kalau sekarang kita berbelanja?" Cetus Edward yang langsung saja di setujui oleh Adeline dengan amat antusias.Gadis blonde itu tersenyum amat lebar hingga Emelly sedikit ngeri jika senyum Adeline akan membuat bibirnya robek.

"Usulan luar biasa soadarakuhh." Katanya berlebihan.


"Come on!"


C O N T R O L L E R S

Ia menatap lurus pada pantulan cahaya yang membias riak air kolam. Ikan-ikan berenang pelan, mengitari sekeliling batu. Sesekali mereka menyembul di antara tumbuhan teratai yang daunya menutup pencahayaan masuk ke dalam air.

Hilir angin pelan menerpa surai putih keemasanya, Terombang ambing hingga jatuh kemata. Rasanya sejuk.

Namun kebosanan jelas terpancar dari matanya. Ia merasa jengah. Seisi istana telah menjadi santapan penglihatanya hampir dua puluh lima tahun lamanya. Ia ingin keluar dari gerbang hitam di depan sana.

Ingin pergi, menginjak rumput hijau di luar istana. Ingin merasakan bagaimana manusia di luar sana saling berbaur dengan kegiatan mereka masing-masing. Dia hanya ingin menikmati dunia luar. Dunia yang bahkan hanya bisa ia pandang dalam angan tanpa mampu menyapu nyata.

Tapi baginda melarang, ayahnya menolak keras keinginanya. Yang ia lakukan hanya duduk memandang hamparan bunga tulip di sekitar istana. Bunga yang bahkan ia sampai hafal kelopaknya ada berapa. Hidupnya hanya berkeliling antara kamar dan ayahnya saja tanpa pernah tau bentuk rumah penduduk seperti apa. Tanpa pernah tau mereka sedang melakukan apa? Seumur hidupnya hanya ia lalui dengan kebosanan semacam itu. Entah berhenti sampai kini saja atau akan berlangsung selamanya.

"Kau sedang apa,putriku?"

Bariton suara berat seseorang masuk kerungunya. Tanpa menoleh ia menjawab."Seperti biasa,Ayahanda."


"Kau sepertinya menyukai memandang kolam akhir-akhir ini."

"Itu karena aku memang tak punya pekerjaan lain selain duduk, Ayah." Ujarnya sedikit menyindir.

Si Raja terkekeh. Ikut bersimpuh di sisi kolam. Memandang lurus pada hamparan rumput hijau yang terhias batu di sana.

"Kenapa Ayahanda tidak pernah mengizinkanku keluar? Apa alasanya?"

Pria itu nampak menimbang dengan apa yang harus ia jawab atas pertanyaan putrinya."Kau tau, di luar sana berbahaya."


"Benarkah hanya itu alasanya?" Tanya gadis itu lagi, kini dengan mata menyipit penuh selidik.

Sang Raja bungkam. Enggan memberi jawaban lebih lanjut karena ia tau putrinya tak akan pernah menyerah jika keinginanya belum tersampaikan.

"Apa karena aku berbeda?"

Si gadis kembali bersuara, namun dengan suara yang lirih. Sang Raja menyentakan kepala, melirik pada putri semata wayangnya yang menundukan kepalanya dalam. Ia tahu ia salah karena menyembunyikan sesuatu dari putrinya. Namun ini semua ia lakukan juga demi kebaikan sang putri sendiri.

"Kenapa aku berbeda dari kalian?"

Si gadis menunduk, menatap pada jernihnya air kolam yang tak tersentuh riak. Menatap pada pantulan dirinya yang terlihat jelas di sana.

Menyedihkan!

Matanya terus berotasi, menusuk dalam pada kedalaman kolam seakan berenang mencari kebenaran di dalam sana. Mengapa ia berbeda?

Di dalam satu istana besar penuh dengan manusia serigala, namun lihatlah dirinya.

Siapapun tak menolak akan keelokan rupa yang di anugrahkan padanya. Dengan kulit secerah limau, surai panjangnya yang keemasan serta manik sewarna langit turut menjadi nilai tambah kecantikanya. Dia ramah, santun dengan budi luhur yang siapapun takan mendusta.

Tubuhnya ramping dengan segala keunggulan yang dimiliki gadis itu. Namun lihatlah ia. Ia berbeda.

Sepasang netra birunya menatap lesu pada dua pasang telinga si gadis yang mencuat dari balik surai putih keemasannya. Semua serigala punya sisi bisa merubah dirinya dengan sepasang telinga panjang dengan bulu disana. Namun tidak dengan gadis itu.

Telinganya mencuat, meruncing di setiap ujungnya. Tak nampak normal seperti serigala lain. Terlebih, ia tak punya serigala dalam dirinya yang berarti dia bukanlah manusia serigala seperti yang lainya.

Gadis itu lebih nampak___




"Apakah aku seorang elf?"

.

.

.


A/N;jari jariku akhir akhir ini kerasa kebas setiap mau nulis. Jadi baru nulis dikit langsung ilang mood gara' jari gak bersahabat_-

Aku hari ini bikin ceker setan karena  kpengen ehh tp jadi ancur gitu hehe#malah curhat thor

See you gaes. Semoga mlm ini bisa double yeay!


Tbc*

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 253K 34
"Seperti halnya sang Putri Tidur dalam cerita dongeng Anak-anak, yang harus mendapat ciuman magis dari sang Pangeran, cinta sejatinya, agar terbangun...
4.9K 405 33
Bangsa serigala dan bangsa vampir adalah musuh bebuyutan yang tidak mungkin bisa bersama ataupun berdamai, semua itu terjadi karna kelicikan bangsa v...
394K 46K 56
[SUDAH TERBIT] Karena rasa penasaran yang tinggi, Jungwon pemuda berusia 17 tahun tersebut nekat masuk ke dalam hutan yang dianggap angker oleh masya...
3.6M 169K 69
"Jilat aku, aku menginginkannya! Bagian bawahku juga! Aku ingin merasakan mulutmu di sana, cantik." ------------- Sejak mempunyai kekuatan membaca pi...