"Oh." Jaemin bangkit berdiri dan berjalan melewati penolongnya sambil menunduk, "Te, terima kasih."
"Hoi."
Jaemin menoleh untuk melihat apa yang hendak dilakukan sang penolong. Beberapa saat kemudian, ketiga laki-laki yang mengganggunya sudah terkurung di bilik toilet wanita.
"Buka, sialan!"
"Buka! Brengsek, kubilang buka!"
"Sialan kau, Jeno! Hentikan ini!"
Toilet wanita langsung dipenuhi oleh suara gedoran pintu. Sang penolong —Jeno— melihat pemandangan itu datar tanpa ada niatan untuk membukakan pintu.
"T, tunggu. Kau tidak perlu melakukan ini!" Jaemin bergidik kengerian.
"Namamu Na Jaemin ya? Aku sudah membantumu balas dendam, jadi dengarkan permintaanku."
Jaemin segera tersadar dari lamunannya dan matanya langsung terarah pada Jeno.
Kalau dilihat-lihat memang mirip sekali.
Kaki Jaemin mengambil inisiatif untuk segera kabur dari hadapan laki-laki bermarga Lee tersebut.
Ada yang mengetahui wajah lamanya di kampus! Itu sangat mengejutkan bagi Jaemin. Tetapi usahanya untuk melarikan diri terlampau gagal karena dalam sepersekian detik Jeno sudah berhasil menyusulnya dan kini laki-laki itu berdiri tepat di sebelah Jaemin.
"Mengapa kabur?"
"Itu, bukan... Ke kelas! Aku ada kelas!" Jaemin sebisa mungkin mencari alasan yang masuk akal agar Jeno tidak mengikutinya. Jeno yang mengerti akhirnya menghentikan langkahnya tetapi tatapannya tidak berhenti mengikuti laki-laki manis itu.
😡
Jaemin's POV
Aku mendudukkan diriku di kursi kelas. Kupegangi kepalaku yang mulai terasa sakit karena banyak sekali masalah yang menimpaku. Mengapa aku ini sial sekali? Padahal aku ingin hidup baru. Mengapa ada teman SMP yang satu kampus denganku? Aku sama sekali tidak mengenali dia, ingat juga tidak. Dia sebenarnya siapa?
"Permisi, jika tidak ada orang, aku boleh duduk di sini?"
Aku mengangkat kepalaku saat suara seorang laki-laki menyapa pendengaranku, "Ah, iya."
"Ada orang."
Sebuah tas diletakkan di meja sebelahku saat laki-laki tadi hendak duduk. Lee Jeno memang suka melakukan tindakan yang mengejutkan.
"Ah, baiklah." Laki-laki tadi mengusap bagian belakang lehernya sambil berjalan menjauh.
"Mengapa kau mengikutiku?"
Jeno menatapku tajam, "Percaya diri sekali. Aku juga mengambil kelas ini."
Aku rasanya ingin mengeluh saat mengetahui kami mengambil kelas yang sama.
"Halo semuanya. Selama satu semester ini, saya yang akan..."
Fokusku bukan pada perkataan dosen di depan melainkan pada laki-laki yang duduk di sebelahku. Sepertinya aku akan mati. Apa yang dia pikirkan tentangku? Apa dia berpikir untuk menggunakan wajahku sebelum operasi untuk mengancamku? Sampai mana dia ingat tentang aku? Aku bahkan tidak ingat jelas tentang dia.
Memori lama kembali terputar di otakku yang mana membuatku bagaikan melarikan diri dari kenyataan yang sekarang sedang kuhadapi.
"Permintaan?" Aku bertanya dengan ragu pada anak laki-laki yang telah menolongku. Mengapa ia mengajukan permintaan padaku padahal aku tidak memintanya untuk balas dendam? Bagaimana jika ia mengajukan permintaan yang aneh seperti menyuruhku bunuh diri?
"Kau suka parfum. Betul?" Kata-kata yang keluar dari mulutnya berbanding terbalik dengan ekspektasiku.
"Eh? Mengapa kau bisa tahu?"
"Kau setiap hari memakai parfum. Kau juga sering membaca majalah parfum."
Pikiranku langsung melayang ke saat di mana seorang anak perempuan mengatakan bahwa aku tidak pantas menggunakan parfum dan aku langsung memberikan parfumku ke ibu.
"Aku mau kau membantuku mencari satu parfum."
Kembali ke alam sadar, aku langsung menolehkan kepalaku ke arah Jeno tetapi hanya sedikit karena dia seperti terang-terangan sedang mengobservasiku dengan tatapan datarnya itu. Jelas sekali dia sedang membandingkanku dengan wajah yang lama.
"Baiklah. Sekian dari saya. Orientasi sudah selesai."
Aku langsung bangkit dari tempat duduk dan bergegas keluar kelas, berharap bisa kabur dari lelaki yang mengintimidasi di sebelahku itu.
"Oi, tunggu! Hoi!"
Berakhir naas, aku yang baru berhasil keluar dari ruang kelas mendapat cengkeraman di pergelangan tangan dari Lee Jeno. Aku tentu saja refleks menjerit.
"Jaemin! Mengapa kau melarikan diri, hah?"
"Uh... A, aku takut!"
Jeno tampak kebingungan dengan jawaban aneh yang keluar dari mulutku.
"Tolong jangan beri tahu siapa pun tentang wajahku sebelum operasi!"
Aku dapat melihat laki-laki paling tampan seangkatan itu membuka mulutnya lebar. Mungkin terkejut karena aku telah berpikir buruk tentangnya.
"Untuk apa aku memberitahukannya?"
"Yang benar? Te, terima kasih!"
"Tapi kenapa?"
Aku menatapnya bingung.
"Mengapa kau melakukannya?"
"Eh?"
"Operasi plastik. Mengapa kau melakukannya?"
Posisiku sekarang terpojok di dinding dengan Jeno yang seakan tidak ingin membiarkan aku melarikan diri lagi.
"Kau tanya kenapa? Itu karena aku ingin mengubah wajahku."
"Mengapa harus mengubah wajahmu?" tanyanya lagi.
"Itu... Kau tidak mengerti, ya? Jika kau ingat seperti apa wajah lamaku, kau pasti akan mengerti."
"Apanya?"
Aku menatap ke bawah seakan sepatuku adalah sesuatu yang sangat menarik untuk dilihat, "Wajahku itu butuh operasi."
"Wajah yang butuh operasi?" Jeno menatapku tajam, "Kau membedakan wajah dengan alasan rendahan seperti itu?"
Aku skakmat, tidak tahu harus menjawab apa.
😡
Author's POV
"Oh, Kak Jongdae, halo." sapa seorang junior jurusan kimia.
"Brengsek. Tidak bisa dibiarkan."
"Ada apa, kak?" tanya laki-laki yang lebih muda.
"Anak itu dan anak itu, makin dibiarkan makin menjadi-jadi." geram Jongdae sambil menatap ke arah Jeno dan Jaemin.
Setelahnya, Jongdae menatap ke arah kedua juniornya, "Hey, kalian. Bantu aku."
😡
Khusus ff ini, bayangin muka Jaemin sebelum oplas itu jelek bener dah sampe kayak monyet. Jadi dia punya alasan buat oplas. Bukan karena biar cantik, tapi biar terlihat normal. Hihi.
🦄nanapoo