Just Be Mine

Av Natchadiary

733K 30.8K 1.4K

Just Be Mine "Just stay here don't go"- a teen fiction by Natchadiary Alur kehidupan Nats, seorang model yang... Mer

Hallo
[1] Nats Willona Lacrymoza
[2] Harris Arlando Lazuardi
[3] Lo tuh ya?!
[4] Evening in festival
[5] Sisi Lainnya
[6] Hate?!
[7] Meet Al and El
[8] Fabian Permana Lazuardi
[9] The Plan
[10] Supermarket
[11] Hukuman
[12] Makasih Ya?
[13] Ditembak (?)
[14] Welcome Miss Lazuardi
[15] Fisika
[16] Cinema Accident
[17] Awal mulai dekat
[18] Sebuah Kenyataan
[19] Dekat (?)
[20] Sebuah Pernyataan
[21] Bangun Jarak
[21,5] Side Story - Risa : Cinta yang Tangguh
[22] Gavin's Bad Attitude and Crazy Coincidence
[23] Debaran itu?
[23,5] Side story - Fea : Cinta yang Salah
[24] Same Mistake
[25] Hurt
JUST BE MINE ALL CAST
[26] Percikan
[27] Lapangan Basket
[28] The Spontaneous Date
[29] Dia Harris?
[29,5] Side story Fea : Topeng yang Terbuka
[30] Karena Hujan
[30,5] Side Story Gavin - A Big Mistake
[31] Berteman dengan Waktu
[32] Takut Jatuh
[33] Dibalik Topeng
[33,5] Side Story Fea - Jiwa yang rapuh
[34] Peduli
[35] Dirimu dan Hujan
[36] Cupid Menyebalkan
[37] Pengakuan
[38] Manis
[39] Hati yang Terluka
[40] Luka Baru
[41] Harus Bagaimana?
[42] Karena Dia
[42] Keadaannya
[43] Plan Mission
[44] Tanpa Kata
[45] Jujur Pada Perasaan
[46] Buncahan Rasa
🤗New story 🤗
[47] Alasan Kita Putus
[48] Awal Sebuah Hubungan
[48,5] Side Story- About Harris
[49] Tidak Pantas Bersama
[50] Tentang Luka
[51] Dukungan Semesta
[52] Panah Satu Arah
[53] Kabut Masa Lalu
[54] Tentang Luka dan Tawa
[55] Terhubung atau Patah?
[56] Rumit yang Terpecah
Trailer 😘😘
[57] Ramai yang Mengertak Sepi
[58] Rasanya diacuhkan
[59] Kejelasan
[60] Rumit dalam Luka
[61] Waktu dan Emosi
[62] Berdamai dengan Lara
[63] Perfect
[64] Ending
Fun Fact Just be Mine
Cerita Remaja Bibang - Side story
Extra Chapter 1
Extra Chapter 2
Extra Chapter 4
Extra Chapter 5 - Final Ferse

Extra Chapter 3

4.6K 222 25
Av Natchadiary








“Kamu tahu, satu kenangan manis tentang kamu rupanya lebih bertahan lama ketimbang puluhan kenangan pahit mengenai kamu.” - Dia.




“Sedetik aku mencoba melupakan kamu, seribu detik juga kenangan tentang kamu menyerbu. Membuat semua berubah menjadi rindu kembali.” - Natchadiary.






Kadang ya... sebuah apresiasi sekecil apapun pasti sangat berharga. Apalagi sebuah apresiasi yang datang dari hati. Yang membuat semuanya terasa lebih ringan.





HALO SEMOGA MASIH SUKA YA 💘




SELAMAT DATANG DI CERITA MEREKA LAGI 🎈🎈

Enjoy yaaa..



• W E L C O M E •




NATS?”

Nats yang semula baru keluar dari kamar mandi menatap heran keempat temannya yang sudah duduk manis diatas tempat tidurnya membuatnya jadi curiga.

Mereka tuh kalau manis malah bikin dia curiga sendiri. Pasti ada maunya.


“Hm?” balasnya sembari duduk di atas tempat tidurnya di antara Tara dan Ulli.

Risa menghela napasnya pelan. “Lo... beneran udah move on?” tanyanya hati-hati. “.... seriusan?”

Mendengarnya membuat Nats ikutan menghela napasnya lelah. “Udahlah, gue males kalau mau ngebicarain dia,” balasnya dengan nada enggan. “Udah ngga ada lagi yang dibicarain.”

Ulli mengusap bahunya pelan. “Nats, jangan gitu dong,” sambungnya yang membuat Nida menganguk.

Tara mendesah pelan. “Sebenernya kenapa sih? Lo jadi ngga jelas habis putus sama Harris,” decaknya. “Lo... jadi ngejauh, kayak orang ngga kenal. Log out grup chat, jarang bales chat dan lo beda aja, jadi anteng. Lo tuh kenapa?”

Telak. Perkataan Tara jelas membuat Nats jadi bungkam, kehabisan kata-kata. Hal itu membuat Tara menghela napasnya lelah.

“Lo kalau mau move on jangan ngejauh jugalah dari kita-kita. Cerita, lo itu sebenernya kenapa sih?”

Nida mengusap bahu Tara lembut lantas menatap Nats. “Lo serius beneran udah move on dari Harris?” tanyanya dengan hati-hati. “... yakin banget?”

Nats terdiam, sebelum akhirnya menganguk patah-patah mengiyakan.

Tapi jelas Risa menatapnya memicing. “Arkais? Lo sama Arkais sekarang?” pancingnya yang membuat Nats menatapnya tepat.

“Arkais?”

Ulli menganguk. “Hm, Arkais. Lo pacaran sama dia? Kapan? Kok ngga ada cerita sama kita-kita. Tega lo.”

“Bentar-bentar kok jadi nyolot ih,” decak Nats sembari menggembungkan pipinya sebal. “Sel—” ucapannya jadi terhenti begitu saja karena deringan pelan ponselnya. “Wait,” ujarnya menunjukan gestur menunggu dari keempat sahabatnya sebelum beranjak dari atas tempat duduknya.

Risa jelas bisa melihat nama Arkais tertera di layar ponsel Nats sebelum gadis itu memilih keluar dan duduk di balkon.

“Kayaknya... mereka emang pacaran.. ”




-Just be Mine-





NATS memilih duduk dibangku balkon kamarnya sembari membalas sahutan telepon Arkais diseberang sana.





Baby, kamu sudah tidur tadi? Aku ganggu?” ujar suara lembut diseberang sana yang membuat Nats mendengkus kecil. Menahan kekesalannya.

Gadis berambut cokelat itu jadi menghela napasnya sebelum tersenyum, mencoba riang. “Engga, aku tadi memang belum tidur. Kenapa, Ka?”

Oh...” gumamnya kecil yang Nats sudah tebak. “Aku cuma ingin dengar suara kamu aja,” balasnya sembari terkekeh yang membuat Nats mendengkus kecil.

“Ah, kamu memang semanis itu sih, harusnya aku paham,” ujarnya dengan selipan nada meledeknya yang membuat Arkais tertawa diseberang sana. Diikuti suara dentingan piring yang membuat Nats menghela napasnya pelan. “Kamu dimana, baby?”

Aku? Aku dicafe,” balasnya riang.


Nats mendengkus kecil, walau juga jadi tertawa. “Yah... kenapa ngga ngajakin aku? Takut aku ganggu kamu sama Charlotte ya?” tanyanya dengan nada menyindir yang kentara. “Ah gitu...”



I’m sorry,” kekehnya. Yang membuat dengkusan diseberang sana jelas terdengar yang membuat Nats ikutan mendecih sinis yang membuat Arkais berdeham. “Jangan marah, please?”

“Aku paham, baby,” balasnya sembari menghela napasnya pelan. “Yaudah, have fun kamu, anggap aja aku yang ada disana makan sama kamu ya, Arka.”

Arkais tertawa mendengarnya. “Well... okay,” balasnya kalem. “Yaudah kamu buruan tidur, jangan begadang, sayang.” Nats jadi tertawa mendengar panggilan Arkais yang sengaja ditekankan di kalimatnya. “Night, baby. Love you..”




“Hm... love you too,” balasnya lembut sengaja dengan mendekatkan ponselnya dan membuat suara kecupan kecil yang membuat Arkais tertawa. “See you.”

Panggilan terputus. Nats tersenyum lebar menatap ponselnya, menggelengkan kepalanya kecil mengingat pembicaraan mereka barusan.





“Ehm... buset manis banget, gue sampai enek liatnya.”

Hampir saja Nats menjerit jika tidak ingat yang barusan berbicara adalah Risa dan teman-temannya yang lain dipintu balkon belakangnya. Menatapnya tak habis pikir.

“Segemes itu lo sama Arkais?” ujar Nida menatap Nats tak habis pikir. “Aku paham, Baby. Ewh... sok manis.”



“Hm.. love you too baby,” cibir Ulli juga yang membuat Nats jadi mendengkus.

“Sirik aja,” ledeknya sembari menjulurkan lidahnya lantas berjalan melewati mereka. “He's so cute, i can't handle.”

“Ewhhhh...”

“Apasih lo pada?” kekeh Nats dengan nada meledeknya. “Oh ya, serius deh lo pada ada angin apaan nih baik bener nyamper gue sampai berempat gini? Segitu kangennya?”

Nida yang merespon paling cepat karenanya. “Udah jelas kita kesini mau ngapain, lo kan udah dapat undangannya juga geble.”




“Ha? Undangan? Undangan apaan?”





-Just be Mine-




SUMPAH, ini seriusan?”




Sejak kemarin hanya kata itu yang berulang kali diucapkan Nats dengan nada tak habis pikirnya yang membuat Risa gemas sendiri ingin menabok gadis berambut cokelat itu saking gemasnya.

“Ya lo kata aja deh,” decak Nida dengan nada mencibirnya. “Orang banyak yang dateng gini, masih aja ngga percaya.”

Ulli tertawa kecil. “Makanya direspon geble, bahkan Gallen juga udah invite ke email lo, sama sekali ngga lo lihat? Parah.”




“Ya ngga maksud gitu...” Nats mencuatkan bibirnya karenanya. “Tapi gue masih ngga percaya, ngga percaya. Banget.”

“Halah alay,” cibir Tara sembari membenarkan tatanan rambutnya lantas melihat ke sekeliling. “Eh, mereka juga dateng. Tuh.”

Bukan, bukan kalimat Tara yang sangat menarik atensinya hingga membuat Nats terpaku. Lebih tepatnya membeku karenanya. Melihat tiga pemuda itu melangkah mendekat setelah turun dari salah satu mobil hitam mengkilap disana.

Nida tersenyum sumringah, melambai kecil pada Damar yang balas tersenyum lebar melangkah ke arah mereka. “Pacar gue kok ganteng banget sih,” ungkapnya yang membuat Risa hampir mual disebelahnya.




“Ewhh...” decaknya.

“Sirik aja lo tuh,” ledek Nida dengan gaya menyebalkannya. “Mana tuh yang katanya pacar, kok ngga dateng?”






Risa membulatkan matanya karenanya. “Dateng kok, Ian dateng.”






“Mana? Mana? Ngga ada tuh.”

Melihat Risa dan Nida yang sudah siap akan beradu mulut kembali membuat Ulli menghela napasnya pelan. “Apasih kalian tuh, berantem mulu. Malu dikit kali ah, tuh pada dilihatin bule-bule,” unjuknya sebal pada tingkah keduanya yang sudah saling memelototkan matanya dengan sebal.

“Lagian nih, emang serius dia dateng?” ledek Tara yang membuat Risa menggeram kesal, menahan keinginan untuk mengaplok dua temannya itu.

Sementara Nats masih terdiam di tempatnya, seakan perdebatan keempat temannya adalah angin lalu yang tidak begitu menarik selain pemuda dengan kemeja biru tua dengan lengan sesiku yang nampak berjalan dengan santai bersama dua temannya yang sibuk mengulas cengiran hangat mereka.





“Wei... gurlz, udah pada dateng aja.” Arsya yang paling pertama menyapa mereka, mengajak berhigh five layaknya teman lama yang sudah sangat lama tidak bertemu. Pemuda berambut cokelat itu lantas tersenyum lebar begitu berdiri di depan Nats. “Long time no see little sister,” ujarnya sembari menepuk puncak kepala Nats yang membuat gadis itu mengerjapkan matanya.






“Oh... hai..” ucapnya sembari mengulas senyum canggungnya yang membuat Arsya mengulas raut wajah seakan paling tersakitinya.

“Apaan nih?” balasnya dramatis. “Lo kayak orang ngga kenal aja, canggung banget sih.”





Damar yang ada disebelahnya jadi ikutan mendengkus setelah menyapa Nida tadi. “Lo kurusan ya? Kayak galau banget git— awww... Yang apaan sih?” ujarnya jadi mendelik sebal pada Nida yang barusan mencubit lengannya dengan sebal.

Nats tersenyum kecil. “Apaan sih? Engga lah,” decaknya mencoba ceria. Menghindari tatapan segelap malam yang sedari tadi menatapnya terang-terangan yang membuatnya salah tingkah.

Melihat suasana canggung disana membuat Ulli melempar kode kecil pada yang lain. “Eh, malah ngobrol ayo ke dalem. Pemberkatannya bentar lagi nih,” ujarnya melirik pada jam tangannya seraya mengintruksinkan pada yang lain.

Arsya menganguk. “Yuk, gue mau lihat seganteng apa si Gallen,” balasnya yang membuat Damar mencibir karenanya.

Mereka lantas sepakat melangkah menuju ke dalam gereja. Tapi langkah Nats tertahan saat sebuah tangan menahan pergelangan tangannya yang membuatnya terdiam. Merasakan aroma segar pepermint yang kembali menguasainya, membuatnya terjebak pada nostalgia kecilnya.





“Nats.”




Suara yang biasa terdengar dingin itu berubah menjadi intonasi lembut yang membuat Nats memejamkan matanya. Mencoba menata hatinya agar tidak kembali goyah hanya karena mendengarnya. Karena demi apapun rasanya masih tetap saja bergolak mendengar suara yang sudah dihapalnya itu kembali menyebutkan namanya.


Melihat respon Nats yang hanya diam saja membuat Harris menghela napasnya pelan. Mengambil alih untuk mendekat pada gadis itu, gadisnya dulu. Harris menatap Nats dengan tatapan dalamnya yang membuat gadis itu terdiam karenanya.






We need to talk.”






Nats mengigit bibir bawahnya pelan. Mencoba balas menatap mata tajam Harris yang kini menatapnya teduh, seakan ada sorot rindu didalamnya yang membuat Nats larut dalam larutan segelap malam itu. Mereka hanya terdiam, hingga Nats memutuskan tatapannya. Menggeleng kecil.



“Ngga ada, udah ngga ad—”


“Gue kangen lo. Apa lo engga?”





-Just be Mine-

NATS sedari tidak bisa fokus sama sekali dengan acara yang sedang berlangsung karena perkataan Harris tadi jelas menganggunya. Ah, ralat sangat-sangat menganggunya.

Kenapa juga Harris kembali mengusiknya saat dia sudah menata hati untuk melupakannya?

Lagi juga. Kenapa perkataan orang tuh ada benernya, pacar kalau udah jadi mantan tuh tambah ganteng. Heran, kenapa Harris juga kelihatan begitu?

Ah, ini benar-benar menyebalkan.

Apalagi perkataan Harris tadi yang begitu mengusiknya.





Gue kangen lo. Apa lo engga?

Nats membulatkan matanya saat mendengarkan kalimat itu dari Harris yang seakan mengatakan hal begitu santai, cowok itu jelas mengulas senyuman khasnya. Senyuman miring yang sialnya justru membuatnya makin tampan. Harris benar-benar sadar pesonanya.

“Kenapa diam aja?” Harris menatapnya dengan tatapan intensnya. “Segitu kangennya lo sama mantan lo ini, sampai segitu terpesonanya?”

Good, Harris dan sikap percaya dirinya yang menyebalkan itu.

“Ap.. apaan sih? Enak aja.”

Harris justru mengulas senyumannya hingga matanya menyipit. Membuat Nats jadi salah tingkah sendiri. Hampir kembali terpesona pada senyum tulus Harris yang membuat bulu mata panjangnya kian melengkung—hal yang paling disukai Nats karena Harris terlihat begitu tulus saat seperti itu.

“Udah lama gue ngga bikin lo salah tingkah gini, jadi kangen.”

Lagi. Dia tersenyum yang membuat Nats menatapnya kesal. “Lo ini kenapa sih? Tadi abis kepentok pintu mobil?” decaknya mencoba terdengar santai. “Lagian kenapa juga gue harus salah tingkah karena elo?”

“Lo selalu selucu ini ya kalau lagi ngebohong?” ujarnya sembari melangkah satu langkah lebih dekat dengan Nats. “Gue tau, Nats Lacrymoza.”

Ada desiran aneh yang menyenangkan ketika Nats mendengar kembali Harris menyebutkan nama lengkapnya begitu. Rasanya... seakan ada rasa rindu yang menyenangkan hanya dengan mendengarnya.

Tapi yang ada Nats hanya menggeleng, menatap tepat pada Harris. “Lo... ngga setau itu tentang gue, jadi stop flirting on me. Ngga ngaruh,” ujarnya dengan nada tegasnya. “Lo kira... gue bakalan baper cuma karena elo tiba-tiba aja dateng lagi ke gue dan jadi sok manis gini?”

Gadis itu jadi emosional sendiri merasakan rasa sesak yang kembali menyergapnya. Menatap Harris dengan tatapan lelahnya. “Lo semudah ini dateng ke gue lagi, dan dengan entengnya kayak ngga punya salah apa-apa. Lo tau? Gue udah capek sama lo, jadi stop kayak gini ke gue, Lazuardi.”

Perasaan itu. Perasaan sesak dan kecewa yang selama ini dipendamnya akhirnya membuncah juga. Rasanya Nats ingin menyerukan kencang-kencang pada Harris tentang semua yang dirasakannya selama ini. Tapi semuanya dia tahan, Nats berusaha mengendalikan dirinya.

Tidak... Harris tidak perlu tau... jika selama ini dia masih mendamba rindu. Terjebak pada frasa yang menghantarkan pada majas rindunya. Tidak... semuanya sudah berakhir, jadi... tidak perlu diungkap lagi.

Rasanya sudah cukup, Nats malas jika harus kembali merasakan apa yang dikatakan dengan patah dan sakit. Sudah cukup baginya.

Lagian Harris adalah... bagian masa lalunya. Hal yang seharusnya perlahan dilupakannya.

Awww... temen gue ternyata bisa so sweet juga, astaga...”

Nats jadi mengerjap karenanya, mendengar suara penuh antusiasnya dari Tara disampingnya. Gadis itu segera menguasai diri, menatap pada fokus seluruh mata di sana.

“Si Gallen udah sold out aja, gue kapan coba heuu...” Tara masih saja asyik mengoceh pelan disampingnya. “Aku kan juga ingin kayak gitu...” ujarnya, melihat respon Nats hanya diam saja membuat Tara menoleh.




“Nats... gue jadi keinget kejadian di rooftop pas SMA deh.”


Nats mengerjapkan matanya. “Ha? Apaan?” tanyanya dengan nada heran yang membuat Tara justru mengulas senyuman jahilnya.

“Lo sama Harris...” balasnya dengan nada jahilnya yang membuat Nats segera sadar, pipinya hampir merona yang membuat perempuan itu mendengkus. Menepak lengan Tara dengan kesalnya.



“Diem lo ketek bekantan.”





“Aduh... jadi flashback nih, masih baper?”


-Just be Mine-

HARRIS jelas masih mengingat jelas setiap kata yang dikatakan oleh Nats tadi. Sorot kecewa dari mata cokelat teduh itu jelas yang paling mendominasi, mengutarakan dengan jelas bagaimana emosionalnya Nats saat mengatakannya tadi.

Bukan maksudnya juga untuk mempermainkan perasaan Nats. Sama sekali tidak terlintas bahkan di pikirannya untuk menyakiti kembali gadisnya. Tidak.

“Gue keluar bentaran.”

Harris mengatakan hal itu tanpa menunggu balasan dari Arsya yang baru saja akan menyahutnya, tapi Harris sudah terburu melangkah menjauh.

Lebih tepatnya penasaran sendiri dengan kemana perginya gadis berambut cokelat gelap itu yang menghilang dari kerumunan tadi setelah berbincang dengan teman-temannya yang lain.

Siapa lagi kalau bukan Nats Lacrymoza. Gadis yang selalu berhasil menarik atensinya walau dia selalu berusaha tak peduli sama sekali. Nyatanya... Harris kembali kalah lagi. Kembali jatuh pada pesona gadis itu yang seakan seperti lubang hitam yang terus menariknya untuk mendekat.

Nats nampak terlihat buru-buru. Memilih berdiri didekat salah satu pilar dibagian utara gedung, dengan benda pipih yang didekatkan pada telinganya.

Harris memilih untuk memperhatikan tingkah Nats. Lebih tepatnya jadi makin penasaran kenapa gadis itu terlihat begitu riang menerima telepon dari seseorang.

“Halo, Ka?” tanyanya sembari tersenyum sumringah. Harris jelas melihatnya walau gadis itu terlihat dari figur sampingnya.


Ka...? Arkais? Yang bule kemarin?!

Harris mendengkus karenanya. Sadar jika ucapan absurd ledekan Arsya dan Damar kemarin benar adanya. He’s got jealous.

Nats masih saja tersenyum manis yang membuatnya mendumel kecil. Walau tetap menjaga posisinya agar tidak diketahui gadis itu.

“Aku? Ngga, udah selesai. Mau kesini?” Nats nampak riang membalas ucapan seseorang disana dengan aksen Australianya yang fasih. “Yaudah kesini, aku bilang nanti sama Tara. Iya ditungguin baby....” decaknya gemas.

What? Baby? Wahhhh... udah main baby baby-an aja. Dulu Nats bahkan tidak pernah memanggilnya dengan nada ceria seperti itu. Menyebalkan.

“Udah, kamu tuh lagi nyetir. Ngga usah berisik, buruan Arkaisssss....” Nats berdecak gemas dengan pipinya yang menggembung lucu membuat Harris jadi mendengkus.

Kenapa sih cewek ini bisa seimut itu sama cowok lain? Kenapa kalau sama Harris engga? Yang ada Nats seakan selalu jadi partner berantem dan adu mulut dengannya dulu.

“Lucu banget sih Arka,” kata Nats pelan sepertinya sudah mengakhiri teleponnya dengan sosok Arkais disana membuat Harris berdehem, melangkah mendekat yang membuat Nats menoleh.

“Ngapain lo?!” tanyanya berubah sewot ketika Harris dengan santainya melangkah mendekat yang membuatnya refleks mundur. Tiba-tiba aja Harris datang dan dengan tidak santainya terus melangkah mendekat.

“Ngapain keluar? Acaranya belum selesai.”

Nats menaikan satu alisnya. Menatap Harris dengan tatapan datarnya lantas mendecih sinis. “Kalau gue boleh bilang, lo juga diluar,” balasnya santai.

“Lo mau pulang?” Harris sama sekali tidak menggubris kalimat menyindir Nats barusan yang membuat gadis itu mendumel kecil. “Dijemput?” ledeknya.

“Ngga usah sok asyik lo,” balas Nats dengan kesalnya. “Bukan urusan lo juga,” sambungnya tegas.

Lalu seperti plot dalam kebanyakan drama remaja lagi, Harris dengan santainya meraih tangan Nats ketika gadis itu hendak melangkah menjauh darinya. Nats jelas mendecak kesal membuat Harris tersenyum kecil, menarik gadis itu agar berhadapan kembali dengannya.

Mendapat perlakuan tiba-tiba begini jelas membuat Nats membulatkan matanya. Menatap pada tangannya yang masih digenggam Harris. Sialnya, perasaan itu masih saja sama. Perasaan yang membuat debaran kecil pada jantungnya.

Tapi Nats tetap memasang wajah tenangnya, menatap Harris dengan tatapan seriusnya. Walau hatinya jadi menghangat menatap pemuda itu menatapnya dengan tatapan menyendu. Seakan dengan sengaja mengutarakan rasa rindunya.

“Lep—”



“Apa gue udah ngga ada kesempatan?”

Nats membeku mendengarnya. Harris begitu frontal dan tanpa basa-basi yang membuatnya terkejut, walau masih saja sama memasang wajah tenangnya. Berbanding dengan keadaan jantungnya yang sudah berdebar tak karuan seakan ditembak pas pada sasaran.

“Ris, lepas.”

Harris justru tersenyum, bahkan tertawa kecil yang membuat Nats makin membeku. Kenapa sih tawa Harris makin membuatnya terjebak pada perasaan itu, perasaan yang membuatnya kembali terjebak dalam nostalgia kecil.

“Lucu ya... udah lama gue ngga denger lo manggil nama gue kayak gini. Jadi kangen..” ujarnya yang membuat Nats melotot kecil.

Harris... sejak kapan sih dia jadi sok manis begini?

“Jangan aneh-aneh,” balas Nats tegas.

Harris justru mendongak, menatap Nats tepat pada matanya yang membuat gadis itu jadi tersentak. “Gue ngga pernah aneh-aneh sama lo,” balasnya kalem yang membuat Nats menaikan alisnya. “Paling cuma ci—”

“Diem lo,” sahut Nats dengan sewot yang membuat Harris jadi tertawa kecil.

“Cium. Kenapa emang?” balasnya jadi menantang yang membuat Nats tersentak. Hampir saja mengumpat melihat senyum meledek Harris. “I’m a good kisser. Aren’t I?” tanyanya makin melangkah mendekay yang membuat Nats menatapnya horor.

“Lo habis kepentok?” sahutnya dengan kesal. “Lepas dan ngga usah deket-deket gini,” sambung Nats menatap tajam Harris yang justru dengan menyebalkannya menarik tangannya.

Nats jelas membulatkan matanya ketika kepalanya terbentur pelan. Jatuh dalam pelukan Harris yang mendekapkan tangannya membuat Nats membeku dalam posisi canggung merasakan rasa hangat pada pipinya.

Harris mengusap rambutnya lembut, tersenyum ketika aroma manis strawberry yang selama ini dirindukannya kembali bisa dihirupnya lagi. Rasanya dia seperti menemukan healingnya... menemukan rumahnya.

I miss you so bad,” ujarnya lirih dengan suara seraknya yang membuat Nats makin membeku tanpa bisa membalas apapun bahkan sekadar untuk mendorong Harris menjauh darinya.

“Ris...” Nats mengatakan hal itu dengan suara lirihnya. Menjaga agar suaranya tidak bergetar.

Jantungnya bergemuruh seakan menumpahkan semua rindu yang selama ini diam-diam dia pendam disudut terdalam hatinya. Perasaan yang selama ini selalu dia tepis, seakan sesak begitu menyumbat tenggorokannya. Semuanya terlalu tiba-tiba dan menghancurkan benteng pertahanannya.

Nats benci jika harus mengakui dia masih menyimpan rindu untuk Harris yang selama ini ditepisnya.

Kenapa... kenapa Harris datang lagi disaat dia sudah ingin melupakan dan memulai hal baru. Kenapa Harris selalu mempermainkan perasaannya.

Pemuda itu selama ini selalu menarik ulur perasaannya. Harris terkadang begitu mengejarnya, lalu dengan mudahnya melepasnya, membuatnya hampir lupa lalu dengan tenangnya kembali menghampirinya lagi.

Harris memejamkan matanya. Merasakan rindu yang selama ini ditahan egoismenya. Bohong jika dia mengatakan dia tidak rindu pada gadis ini. Gadis yang membuatnya kembali percaya pada kata cinta yang sempat hilang dulu.


“Nats?”

Tersadar membuat Nats mengerjapkan matanya. Buru-buru menguasai perasaanya lantas mendorong Harris menjauh, walau... rasanya ada yang hilang ketika pelukan mereka terlepas.

“Arkais?” ujarnya menatap pemuda berwajah tampan itu yang menatapnya dengan tatapan bertanya yang jelas ditunjukan pada Harris yang menatapnya tajam.

“Nats....”



Suara lirih dan dalam Harris barusan membuat Nats mengigit bibir bawahnya pelan. Perlahan melepaskan genggaman tangan Harris pada tangannya yang membuat pemuda itu melemparkan tatapan menyendunya.

Benteng pertahanannya benaran runtuh ketika Harris memberikan tatapan itu. Tatapan memohon yang memintanya untuk tetap tinggal. Nats mengigit bibir bawahnya pelan menatap Harris.


“Maaf....”

SEE YOU

Hallooooo masih ada yang nungguin ngga yaaaaa..........

Udah lama ngga update emang. Dasar aku,-

Padahal dulu kalau ngetik chapter baru ya langsung publish aja tanpa perlu mikir panjang... ya walaupun aku akuin ceritanya kadang absurd dan pilihan katanya yang masih gitu lah....

Tapi sekarang, udah ngetik lama udah ada setengah chapter selalu lama buat ngepublish. Selalu tanya sama diri sendiri ‘Ini bagus ngga ya? Ini aneh ngga ya? Ini ngayal banget ngga ya?’ ‘nanti responnya gimana? Suka engga?’

Angka vote dan readersnya jomplang banget buat aku mikir berulang kali. ‘Apa yang kurang? Kurangnya dibagian mana?’

Terdengar klise dan beralasan memang, tapi jujur rasanya emang gitu. Kalau mungkin bagi kalian ini kesannya terlalu berlebihan dan drama... aku minta maaf :)

Tapi yaudahlah... kenapa jadi mellow gini sih hahahaha.

Oh iya, apapun yang kalian lakuin hari ini udah yang terbaik, jangan nyerah ya... masih banyak yang peduli dan berharap sama kamu. Jadi don’t give up!!! Yang kamu lakukan itu udah bagus :))

HEHEHE SEE U

Salam,
Natcha 🐻









Fortsätt läs

Du kommer också att gilla

6.8M 444K 102
Aspen Chase, seorang mahasiswi yang tiba-tiba kehilangan semuanya. Saat ia pergi ke club untuk meringankan sedikit beban dalam kepalanya, ia malah ta...
8.4K 483 11
Soeun tidak pernah menyangka kepergiannya ke Nevada membawanya masuk ke dunia lain yang tidak pernah ia pikirkan. Dunia di mana ia di lahirkan, dan s...
23.4K 1.6K 18
Cerita tentang aku dan kamu yang sebenarnya sudah terlanjur asing. -Nara
3.6M 289K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...