08:20

Bởi atkonotes

950K 91.3K 2.2K

Menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan properti dan real estate memang bukan sesuatu hal yang buruk. N... Xem Thêm

Prolog
1. Better Than My Prejudice
2. Ngejulid Sampai Lembur
3. Sebotol Good Day dan Sebungkus Nasi Padang
4. 'Good Time', We Chat.
5. Jaga Jarak Aman. Tapi, Gagal.
7. PJ (Pajak Jadian)
8. CFD
9. Seperti Tidak Pernah Mengenal
10. Me & You Like Sky & Earth. It's Too Far.
11. Rahajeng?
12. I'm Fine and I'm Happy.
13. Nyari Mangsa
14. Meet Lukas & Rahajeng
15. Sisi Lain Lukas
16. Resign
17. Kabar Dari Melbourne
18. Who Is He?
19. Teror
20. A Guy From Melbourne
21. Berakhir
22. Shocked
23. Rencana Baru
24. The End of This Year
25. Lembar Terakhir
Epilog
Terima Kasih

6. One Day With Lukas

32.9K 3.4K 102
Bởi atkonotes

Aku nggak pernah kebayang sama sekali kalau pada akhirnya Lukas mengajakku keliling Kwitang demi mencari buku-buku bekas yang entah ingin ia apakan. Tapi, ngga apa-apa, kita memang harus menghargai ajakan seseorang meskipun dalam kepala isinya naik wahana ekstrim.

"Lo nggak suka buku, Ta?"

"Hah? Suka kok," jawabku yang lumayan terkejut saat melihat tumpukan buku cerita, komik, dan beberapa buku pengetahuan di tangan Lukas.

"Eh, Kas. Sebanyak itu mau buat apa? Lo nggak balik ke play group lagi kan? Atau lo mau ngajar?"

"Bentar, Ta. Nawar dulu."

Sumpah. Gak bohong. Itu Lukas ngapain beli buku cerita sama komik sebanyak itu??? Buat apa coba? Terus buku pengetahuan buat apa?

Setelah dia melakukan transaksi jual beli dan gak kelupaan tawar-menawarnya, buku-buku tadi pun dipindahkan ke dalam kardus dan segera dibawa ke mobilnya yang kebetulan di parkir gak begitu jauh dari sini.

"Kas, tadi lo belum jawab. Buku sebanyak itu mau buat apa? Lo gak ada usaha sampingan jual gorengan kan?"

Dia terkekeh padahal aku nanya serius. "Buat anak-anak, Ta."

"Hah? Lo udah punya anak? Kok gue gak tau?"

Wah, ini nih gak boleh dilewatin. Bisa-bisanya aku nggak tau kalau dia ini udah punya anak. Dilihat dari banyaknya buku yang tadi dibeli bisa jadi anaknya Lukas banyak.

"Apa sih, Ta?"

"Lho, kata lo tadi buat anak-anak. Cewek atau cowok, Kas?"

"Cewek sama cowok, Ta." Lagi dan lagi dia terkekeh. Ini nggak lagi ngerjain aku kan?

"Serius? Berapa?"

"Banyak, Ta. Jangan kaget , ya?"

Demi apa? Aku sukses melongo, lho. Tuh kan anaknya Lukas banyak. Ya ampun, jadi sebenarnya Lukas ini duda. Sejak kapan?

"Terus anak lo di mana, Kas?"

Biarin deh dikata lancang juga yang penting aku tau kejelasan anak Lukas. Gak bisa dibiarin si duda satu ini.

"Ini kita mau main ke sana. Semoga mereka suka ya, Ta."

Okay, aku speechless genks. Diam aja kayak orang sariawan selama perjalanan terus dibikin melongo lagi pas sampai. Mau tau nggak sih yang dimaksud Lukas anak itu nggak taunya adik-adik yang ada di panti asuhan. Lalu, saat kami sampai di panti asuhan ini, ada juga beberapa teman-teman Lukas yang katanya mereka ini tergabung dalam gerakan sosial gitu.

"Om."

Tiba-tiba seorang anak perempuan kira-kira berusia lima tahun sudah bergelayut manja di kaki Lukas. Kayaknya Lukas sering ke sini dan dekat banget sama anak itu. Soalnya, Lukas langsung ngegendong dan nyiumin pipi anak itu berulang kali.

"Kenalin nih, Kei. Namanya Tante Aretta."

Wow, dia langsung ngulurin tangan buat salim sama aku, lho. Amazing, deh lihatnya.

"Kas, lo sering ke sini?"

"Dua bulan sekali, Ta. Kebetulan hari ini jadwalnya gue nengok mereka, sekalian aja bawa lo."

"Udah lama, Kas?"

"Dari pas masih kuliah, sih. Karena kegiatan organisasi juga."

Aku menganggukan kepala. "Terus buku tadi buat mereka?"

"Iya. Biar mereka ada bahan bacaan, Ta. Meskipun mereka tinggal di sini, pengetahuan itu penting juga buat mereka."

"Lo tau kan apa yang lagi viral saat-saat ini? Generasi yang sekarang cuma bisa dibilang generasi micin. Isinya cuma sensai kenakalan mereka doang yang disebar di mana-mana. Malu gue. Rasanya gue kayak nggak berhasil gitu jadi manusia yang berguna buat mereka semua. Makanya, dengan adanya kegiatan kayak gini gue berharap sama mereka semua bisa bikin perubahan yang lebih baik lagi kedepannya," sambungnya.

Iya, ya. Kadang kita menutup mata sama mereka padahal melalui mereka perubahan juga bisa diciptakan. Mereka dengan para pemuda dan pemudi Indonesia yang lain itu sama. Hanya saja latar belakang dan dari mana mereka berasal yang berbeda. Tapi, mereka dan juga kita semua turut andil dalam menciptakan perubahan untuk negara ini.

Terima kasih, Lukas. Jiwa nasionalisme dan semangat persatuanku tiba-tiba keluar.

"Eh, Kas. Kok banyak banget kardus buat apa?" tanyaku saat melihat banyak sekali kardus yang baru saja diturunkan dari mobil.

"Oh, itu kardus yang sebelah lo isinya baju semua. Kalau yang diujung sana, isinya kayak makanan ringan. Itu semua buat anak-anak di sini."

Ya ampun, Lukas dan teman-temannya ini mulia banget ya hatinya.

"Gue sama teman-teman emang udah biasa kayak gini, Ta. Kita sepakat ngeluarin beberapa uang dari gaji kita buat mereka semua. Memang gak banyak sih jumlahnya, tapi kita usahakan cukup."

God, I wanna cry. Aku kok gak pernah kepikiran gitu, ya. "Tapi, kegiatan lo cuma ini doang atau ada yang lain?"

"Sebenarnya banyak sih, Ta. Kadang kita juga ngajak mereka liburan kalau kita juga lagi ada rezeki. Nggak liburan yang mewah sih, tapi seenggaknya mereka senang."

Hmm, Lukas kayaknya harus masuk ke dalam nominasi-nominasi sosok inspiratif yang suka digelar oleh beberapa stasiun televisi, deh.

"Eh Ta, cari makan, yuk? Tapi, gue pamitan dulu."

Aku mengangguk dan dalam beberapa detik Lukas sudah berjalan pergi meninggalkanku untuk berpamitan dengan teman-temannya, juga dengan pengurus panti asuhan ini.

***

"Soto betawi di sini juara lho, Ta."

Aku dan Lukas memasuki sebuah rumah makan yang mempunyai makanan khas Betawi tersebut. Kemudian dengan sigap Lukas memesan dua mangkuk soto dan dua gelas teh manis tanpa bertanya padaku terlebih dahulu.

"Sorry Ta, gue gak bisa ajak lo jalan ke tempat yang biasa orang datengin. Gue bisanya cuma ngajak lo ke tempat tadi doang."

Yah, kok Lukas gitu. Aku justru senang, lho. Dengan adanya dia yang membawaku ke tempat tadi justru membuka banyak sekali pikiranku dan menumbuhkan jiwa sosialku.

"Kok gitu, Kas? Gue senang kok lo ajak ke sana. Malah kalau bisa setiap ada kegiatan kayak gitu lo ajak gue lagi aja."

"Lo seriusan, Ta?"

Aku mengangguk. "Iya, gue malah gak pernah kebayang lho, kalau nge-date sama lo begini."

"Emang kita nge-date ya, Ta?"

Anjir. Malu aku tuh. Ini mulut kenapa lepas kontrol banget, sih. Iya juga, Lukas belum tentu hari ini ngajak jalan buat dating. Parah-parah.

"Bercanda sih, Ta." Dia terkekeh melihat wajah pucatku, "Ta, seriusan gue bercanda. Jangan gitu!"

"Sorry, Kas."

"Kok minta maaf? Lo nggak salah kok."

Haduh. Jadi awkward gini kan.

"Ta, kalau kita seterusnya kayak gini gimana?"

Wait, Lukas barusan ngomong apa? Seterusnya kayak gini?

"Maksudnya?"

"Iya. Kita. Kalau kita seterusnya kayak gini, jalan bareng, makan bareng, ke mana aja bareng gimana?"

"Nggak apa-apa. Boleh-boleh aja."

Aduh kenapa jadi gini sih hatiku. Kenapa deg-degan? Eh, eh, ini kok tangan malah dipegang sama dia. Kita nggak lagi syuting film kan?

"Ta, gue tau banyak banget perbedaan diantara kita. Tapi, gue mau coba bikin perbedaan itu jadi persamaan diantara kita. Lo mau?"

Mau jawab apa aku ini? Ya ampun. Aku nggak pernah nyiapin jawaban apapun kecuali kalau mau ulangan pas waktu masih sekolah dulu. Contekan aja nggak punya.

"Kas ... "

Ucapanku berhenti gitu aja pas liat mata teduh Lukas. Mau bilang meleleh emang eyke es. Tapi, seriusan deh kok jadi aku mau bilang 'iya' aja.

"Mungkin lo kaget ya, Ta. Tapi, gue nggak tau harus gimana lagi ngungkapinnya," lanjutnya.

Aku tarik napas dulu. Mau bilang sesuatu yang tiba-tiba terlitas di kepala.

"Kas. Kita jalanin aja dulu, ya. Promise me that you'll never leave me."

Lukas mengangguk. Kok bahagia gitu ya hatiku. Ya ampun, akhirnya seorang Aretta nggak jomblo lagi setelah hampir dimakan usia. Lebaran kalau ditanya 'udah ada pacar belum?' akhirnya bisa dijawab.

Sehabis makan soto, aku dan dia jalan-jalan nggak jelas muterin Jakarta yang ujung-ujungnya kejebak macet. Kesal banget kan. Mana udah mau maghrib pula, nanti anak perawan dicariin si emak.

Eh iya, eyke tinggal sendiri cyiiin.

"Bentar lagi kan maghrib, Ta. Gue tunggu di mobil aja, ya?"

What? Dari tadi aku ngelamun atau apa? Ini mobil Lukas udah parkir cantik di depan masjid. Ya ampun, ternyata begini ya rasanya. Dia berusaha nggak lihat perbedaan itu dan mencoba buat santai aja ngejalaninnya.

"Gue turun ya, Kas. Bentar doang kok gak lama," ucapku sambil membuka pintu mobil.

"Iya."

***

Genks, makasih banyak lho yang udah baca cerita ini. Sorry updatenya lama mungkin karena efek pengangguran jadi mau ngapain aja males ditambah kue lebaran masih melimpah di rumah bawaanya dimakanin mulu hehe

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

10.6K 1.4K 24
Freya Terobsesi sekali dengan dunia menulis. Sudah jadi content writer tetap di Djournal Town, tetapi memiliki pekerjaan freelance & membuatnya serin...
116K 14.6K 50
Awalnya kehidupan Shapire tenang dan damai. Lalu para teman-temannya berkonspirasi untuk mencarikannya jodoh. Iya, JODOH. Yang keberadaannya masih me...
145K 6.7K 29
𝙁𝙊𝙇𝙇𝙊𝙒 𝙎𝙀𝘽𝙀𝙇𝙐𝙈 𝘽𝘼𝘾𝘼~ ____________🕳️____________ Jika ditanya apakah perpindahan jiwa keraga lain, kalian percaya? Menurut saya perc...
139K 13.3K 63
penasaran yuk dibaca? . . . . . . . #update sesuai keinginan!!!